TEL AVIV (Arrahmah.id) – Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu menghadapi tekanan besar setelah seorang tahanan yang baru dibebaskan dari Gaza mendesaknya untuk segera memulangkan seluruh sandera ‘Israel’ yang masih ditahan oleh Hamas lansir Al Jazeera.
Dalam percakapan telepon dengan mantan tahanan Eli Sharabi, Netanyahu meminta maaf atas lambatnya proses pembebasannya. “Saya minta maaf karena butuh waktu lama untuk membebaskan Anda,” ujar Netanyahu, seperti dilaporkan media ‘Israel’. Namun, Sharabi langsung menegaskan, “Semua sandera harus segera dipulangkan!”
Sharabi dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas, yang merupakan bagian dari gencatan senjata yang berlaku sejak 19 Januari lalu. Namun, Netanyahu terus dikritik oleh keluarga para tahanan dan oposisi karena dianggap menghambat perjanjian pertukaran serta mengabaikan upaya untuk mencapai kesepakatan yang lebih luas dengan Hamas.
Kecaman dari Keluarga Sandera
Di tengah ancaman ‘Israel’ untuk melanjutkan agresi militernya ke Gaza, keluarga para sandera ‘Israel’ semakin frustrasi. Alon Nimrodi, ayah dari tahanan Tamir Nimrodi, memperingatkan bahwa serangan lebih lanjut ke Gaza bisa berakibat fatal bagi para sandera yang masih ditahan.
“Kami sedang dalam tahap negosiasi penting, tapi pemerintah justru menggunakan kekuatan yang bisa membahayakan nyawa para sandera. Kami pernah melakukan ini sebelumnya dan kehilangan puluhan sandera,” ujar Alon kepada radio militer ‘Israel’.
Agresi ‘Israel’ ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga 19 Januari 2025 telah menewaskan lebih dari 160 ribu warga Palestina, sebagian besar di antaranya adalah wanita dan anak-anak. Selain itu, sekitar 14 ribu orang masih hilang, sementara serangan udara ‘Israel’ juga menewaskan puluhan tahanan ‘Israel’ yang ditahan oleh kelompok perlawanan Palestina.
Menurut perkiraan Tel Aviv, masih ada 59 sandera ‘Israel’ di Gaza, dengan hanya 24 di antaranya yang dipastikan masih hidup. Di sisi lain, ‘Israel’ terus menahan lebih dari 10 ribu tahanan Palestina di penjara-penjaranya, banyak di antaranya mengalami penyiksaan, kelaparan, dan pengabaian medis, yang telah menyebabkan kematian sejumlah tahanan.
Netanyahu Dituntut Patuhi Kesepakatan
Sementara itu, Netanyahu kembali menunda fase kedua perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan, yang seharusnya memastikan lebih banyak sandera ‘Israel’ dibebaskan dengan imbalan penghentian serangan ke Gaza dan penarikan penuh pasukan ‘Israel’.
Netanyahu berdalih bahwa Hamas menolak tawaran gencatan senjata sementara selama bulan Ramadan dan perayaan Paskah Yahudi, tetapi Hamas menegaskan bahwa mereka berkomitmen pada perjanjian yang ada dan meminta komunitas internasional untuk menekan ‘Israel’ agar mematuhinya.
Sebagai bentuk tekanan baru, Netanyahu memblokir masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza sejak Minggu (2/3), yang langsung menuai kecaman dari dunia internasional serta memicu kemarahan dari keluarga para sandera ‘Israel’.
Sejak gencatan senjata berlaku pada 19 Januari, ‘Israel’ telah melanggar perjanjian lebih dari 900 kali, mengakibatkan 116 warga Palestina tewas dan 490 lainnya terluka, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. ‘Israel’ juga hanya mengizinkan masuknya sedikit bantuan kemanusiaan, meskipun ada kesepakatan yang mengharuskan mereka untuk membuka jalur bantuan.
Netanyahu juga mengabaikan putusan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang pada 21 November 2024 mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dirinya dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Dengan meningkatnya tekanan dari dalam dan luar negeri, masa depan Netanyahu dan kebijakan agresif ‘Israel’ terhadap Gaza semakin dipertanyakan.
(Samirmusa/arrahmah.id)