GUANTANAMO (Arrahmah.com) — Anggota Al Qaeda yang ditahan selama 20 tahun di penjara Teluk Guantanamo, Kuba, mengaku telah diperkosa oleh staf medis badan intelijen Amerika Serikat (AS) atau CIA.
“Saya diperkosa oleh staf medis CIA,” ujar Majid Khan yang lahir di Arab Saudi dan besar di Pakistan itu pada Jumat (29/10/2021), seperti dilansir dari Associated Press dan AFP (3/11).
Inilah untuk pertama kalinya ada kesaksian terbuka soal penyiksaan dan pelecehan yang dialami tawanan yang ditangkap setelah serangan 11 September 2001 di New York dan di Washington.
Pengakuan ini didapat setelah Khan diizinkan membacakan pengalamannya saat ditahan oleh aparat keamanan AS karena mendapat keringan atas pengakuan bersalahnya.
Menurut Majid yang merupakan lulusan sekolah tinggi dekat Baltimore, Maryland, “Pada September 2004, di penjara CIA, saya diperkosa oleh staf medis CIA.”
Ia menuturkan, dalam keadaan tak berdaya, staf-staf medis CIA memasukkan objek seperti pipa ke anusnya. Objek yang dipakai CIA ini berbeda dengan yang pernah mereka gunakan.
Serangan seksual ini kadang dilakukan di selnya, kadang dilakukan di ruangan lain.
Dalam kesempatan lain, Khan ditempatkan di atas usungan, dipegangi oleh setidaknya dua penjaga dan kemudian staf medis CIA memasukkan objek ke anusnya.
“Jelas ini bukan prosedur medis … saya pernah bertanya, mengapa ia melakukan semua ini. Ia menjawab ini karena saya adalah teroris,” kata Khan.
Dalam bagian lain kesaksiannya, Khan mengatakan, “Saya tidak tahu kenapa mereka melakukannya dan rasanya sakit luar biasa. Mereka memeriksa badan saya dengan tangan mereka dan mengambil foto saya yang telanjang.”
Sulit diterima secara moral Khan bersaksi pekan lalu tentang dugaan pelecehan termasuk pemukulan, penyiraman, dan dirantai dalam keadaan gelap gulita.
Ia mengatakan bahwa semakin dia bekerja sama, semakin dia disiksa dalam tahanan CIA.
Ia mengatakan dia terus berbohong untuk menenangkan para petugas interogasi.
Pengacaranya mengatakan kliennya menjadi sasaran tindakan keji dan sasaran penyiksaan dalam tahanan meskipun telah bersedia membagikan informasi kepada pejabat intelijen AS sejak awal penahanannya.
Khan membacakan pernyataan setebal 39 halaman ini dalam persidangan yang digelar di pangkalan angkatan laut AS di Teluk Guantanamo pekan lalu.
Kesaksiannya merinci perlakuan memalukan di beberapa lokasi di mana ia ditelanjangi, ditutup kepalanya, dan dipaksa untuk menjalani sejumlah prosedur termasuk pembersihan anus secara paksa.
Ia juga menggambarkan dirinya kurang tidur, dipaksa untuk makan, dan digantung dengan rantai oleh para interogator.
Banyak rincian yang sejalan dengan temuan laporan utama evaluasi program interogasi CIA yang dirilis pada tahun 2014 silam.
Dalam surat permintaan grasi — yang diterbitkan oleh The New York Times — tujuh dari delapan anggota panel juri militer mengatakan perlakuan terhadap Khan dari aspek intelijen tidak memiliki nilai praktis atau manfaat nyata lainnya bagi kepentingan AS.
“Sebaliknya, (perlakuan terhadap Khan) itu adalah noda bagi standar moral Amerika; perlakuan terhadap Khan di tangan personel AS harus menjadi sumber rasa malu bagi pemerintah AS,” lanjut surat itu.
Laporan-laporan di AS menyebutkan, Khan diberi izin menyampaikan membacakan pembelaan karena ia bersikap kooperatif dengan para pejabat sejak ia mengaku bersalah pada 2012.
Kesepakatan itu juga dapat membawanya bebas paling cepat pada awal Februari 2022, setelah hampir dua dekade menjalani penahanan.
Wartawan BBC di Gedung Putih, Tara McKelvey, mengatakan ada beberapa poin penting dalam surat ini.
Para perwira yang menjadi juri keberatan dengan penggunaan penyiksaan dengan alasan moral. Itu berarti, meskipun metode penyiksaan kadang mendapatkan pengakuan penting, secara moral penyiksaan sulit diterima.
Muncul harapan, kesediaan membuka kesaksian tawanan ini mendorong para pejabat AS untuk tidak mengulangi kesalahan di masa mendatang. (hanoum/arrahmah.com)