JAKARTA (Arrahmah.com) – Menanggapi keputusan terkait ditariknya buku-buku Sayyid Quthb dari peredaran, Direktur Penerbit Rabbani Press Ustadz Aunur Rafiq, yang merupakan penerjemah Tafsir Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid Quthb, mengatakan penarikan buku Quthb jelas sangat merugikan Islam.
“Saya yang sudah pernah menerjemahkan tafsirnya, tidak menemukan adanya penyimpangan, atau ideologi kekerasan seperti yang dituduhkan itu. Sayyid Quthb hanya ingin menyadarkan umat Islam dengan cara menghentakkan sebagai shock terapi. Disinilah banyak orang salah paham tentang pemikiran Sayyid Quthb,” kata Aunur Rafiq.
Aunur Rafiq menegaskan tuduhan bahwa Sayyid Quthb mengembangkan takfi dan terorisme, serta memberi inspirasi bagi gerakan islam yang radikal, adalah tuduhan yang tidak berdasar. Tuduhan itu tidak ada sama sekali. Mereka yang mengadili tokoh besar seperti Sayyid Quthb, ternyata banyak yang belum membaca karya-karyanya. Mereka, bahkan, tidak menemukan nash atau teks yang dituduhkannya itu. Hanya katanya saja.
“Pelarangan di Negara-negara tertentu, hanya bersifat subjektif saja dan lebih kepada faktor ketersinggungan rezim yang berkuasa. Kalau mau dinilai, sebaiknya dibedah secara objektif dan rinci. Perlu diketahui, yang didobrak Sayyid Quthb adalah pemerintahan atau penguasa muslim yang zalim. Tapi tidak pada taraf menghasut dan menggulingkan. Sepenuhnya merujuk pada nash-nash Al Qur’anul Karim. Itulah sebabnya, menlai Sayyid Quthb harus diiringi dengan membac karya-karyanya secara utuh,” jelas Aunur Rafiq.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Tanjungbalai Karimun melakukan sidak ke sejumlah toko buku,di Tanjungbalai Karimun, Kepulauan Riau, terkait peredaran sembilan judul buku Islam yang dianggapnya terlarang, diantaranya buku berjudul Tafsir Fi Zhilalil Quran Jilid 2 (karangan Sayyid Qutbh, Diterjemahkan oleh As’ad Yasin-Muahotob Hamzah, Terbitan Gema Insani Depok-Jakarta 2001).
Kajari menganggap buku tersebut menanamkan dan menyuburkan ideologi ‘terorisme’ di negeri ini.
Sayyid Quthb bukanlah satu-satunya tokoh yang dicekal di Mesir, bahkan pemerintah Tunisia pun mencekal semua karya Syaikh Yusuf Qaradhawi, tepatnya sejak tahun 1996. Termasuk buku-buku Hasan al-Banna, Said Ramadhan al-Buti dan beberapa tokoh lainnya. Bahkan, kabarnya di Tunisia, buku-buku Qaradhawi susah dicari. Anehnya buku-buku keislaman kontemporer kekiri-kirian malah beredar luas.
Seolah membebek, Indonesia ikut-ikutan mencekal karya Quthb, terkhusus jilid 2. Padahal ayat-ayat Al Quran, dan keberadaan sebuah tafsir sangat dibutuhkan untuk memahamkan ummat Islam. Bisa jadi kedepannya, pemerintah mengeluarkan instruksi ‘menyensor’ ayat-ayat AlQur’an yang dianggap menyebatkan ‘pemahaman terorisme’ seperti ayat-ayat yang terkait dengan jihad karena saking parno-nya dengan istilah jihad.
Kalau sudah demikian, sesungguhnya bukan gerakan jihad ‘yang dijadikan target’ dalam proyek deradikalisasi, tetapi ajaran Islam itu sendiri yang berusaha dimutilasi. Wallohua’lam. (voaI/arrahmah.com)