JAKARTA (Arrahmah.com) – Dalam kajian Saturday Forum Insists, Ustadz Adnin Armas menguraikan tentang Tafsir Al Maidah ayat 51. Menurut penulis Tafsir al Kabiir ini, arti auliya’ di ayat in adalah penolong dan teman dekat. “Mafhum muwafaqahnya menjadi penolong dan teman dekat saja tidak boleh, apalagi jadi pemimpin,”terang alumni ISTAC-IIUM Malaysia ini di gedung Insists Jakarta, Sabtu kemarin (3/12).
Menurut Adnin, ulama di zaman Fachruddin ar Razi tidak membayangkan kaum Muslim akan dipimpin oleh kaum kafir. Karena kaum kafir saat itu (Barat) adalah orang-orang barbar dan bodoh. Mereka saat itu justru banyak belajar dari kaum Muslim.
Jadi makna dari jangan menjadikan Yahudi dan Nashrani sebagai auliya’, adalah jangan menyandarkan diri atau tergantung pada petrolongan mereka. Dan jangan bermesraan dengan mereka. Anjing itu menjadi pengikut siapa yang ngasih makan. “Pertolongan itu kadang menjadi jebakan,”terang Adnin. Karena itu, Islam mendorong tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.
Dikisahkan dalam tarikh, Ubadah bin ash Shamit datang kepada Rasulullah, dia dekat dengan Yahudi. Setelah ayat ini turun, ia menyatakan bahwa ia berlepas diri dari orang-orang Yahudi. Beda dengan sikap Abdullah bin Ubay. Ubay setelah ayat ini turun, dia datang kepada Nabi. Setelah Nabi saw menyampaikan ayat ini, Ubay menyatakan ia tidak berlepas diri dari Yahudi. Karena ia takut akan banyak krisis nanti menimpanya.
Ini sesuai dengan ayat berikutnya,”Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana”. Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka,” (Al Maidah 52).
Peneliti Insists ini juga menjelaskan bahwa teman dekat dengan kaum kafir juga dilarang. Karena seseorang biasanya membenarkan perkataan temannya. Jarang orang bersikap seperti Aristoteles terhadap Plato. Aristoteles sanggup kristis terhadap Plato. Ia menyatakan ‘kebenaran lebih ak cintai daripada pertemanan’.
Dalam sejarah juga diceritakan bagaimana Abu Musa al Asy’ari bertanya kepada khalifah Umar tentang sekretaris Nashrani yang ia punyai. Umar berkata : “Kok begitu, celaka kamu. Kok nggak ngambil yang Muslim? Apa nggak dengar firman Allah al Maidah 51.” Abu Musa kemudian menjawab bahwa urusan itu tentang kesekretariatan yang tidak ada kaitannya dengan agama. Umar menjawab,”Bagaimana aku muliakan mereka, sementara Allah menghinakan. Dan aku nggak bisa dekat dengan mereka, karena Allah menjauhi mereka.” Abu Musa ngotot bahwa urusan umat nggak bisa selesai, kalau nggak dia sekretarisnya. Umar menjawab : “Dia kan mati juga (bagaimana masa depan umat)? Apa yang kau lakukan setelah dia mati? Maka kerjakan sekarang. Dan jangan tergantung pada dia.”
Imam Fakhruddin ar Razi dikenal sebagai ulama besar yang dimiliki umat. Ia lahir di Iran pada tahun 1150M di Iran dan meninggal pada tahun 1210M. Ia adalah seorang Sunni dan Iran saat itu memang dikuasai ahlus sunnah. Ulama besar ini selain dikenal sebagai ahli tafsir, juga dikenal sebagai seorang saintis, filosof dan ahli sastra (pujangga).
“Tafsirnya tentang surat al Fatihah saja, sekitar 500 halaman kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia,”terang Ustadz Adnin. Imam Fakhruddin menulis ratusan karya, diantaranya : Tafsir al Kabiir/Mafaatih al Ghayb, Ajaa’ib al Qur’an, Al-Bayan wa al-Burhan fi al-Radd ‘ala Ahl al-Zaygh wa al-Tughyan, Al-Mahsul fi ‘Ilm al-Usul, Al-Mutakallimin fi ‘Ilm al-Kalam, Ilm al-Akhlaq, Sharh al-Isharat, Sharh Asma’ Allah al-Husna, Sharh Kulliyyat al-Qanun fi al-Tibb, Sharh Nisf al-Wajiz li’l-Ghazali, Sharh Uyun al-Hikmah dan lain-lain.*nh
(azm/arrahmah.com)