JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Umum Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Dr Hamid Fahmi Zarkasy mengatakan jika mengacu definisi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) tentang radikal, maka Syiah bisa masuk kelompok radikal.
Menurut Hamid, pernyataan ini dia sampaikan berkaitan dengan 4 kriteria radikal yang disampaikan BNPT. Sebab menurutnya, ada yang bisa dimasukkan ke dalam kriteria radikal dari aliran Syiah; yaitu takfiri (mengkafirkan orang lain) dan memaknai jihad secara terbatas.
“Dalam hal ini, saya melihat jangan cuma situs Islam saja, buku-buku Syiah juga banyak yang mengkafir-kafirkan para sahabat, Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Usman Bin Affan dan sebagainya. Itu takfiri namanya, itu kenapa tidak diblokir?” tanya Direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), dikutip dari Hidayatullah.com.
Karena itu ia menjelaskan lembaga yang berhak mendefinisikan istilah radikal itu adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Dan pemerintah harus konsultasi atau konsolidasi dengan kriteria radikal yang dicanangkan oleh MUI,” kata Hamid belum lama ini.
Hamid menuturkan jika seandainya MUI mengatakan bahwa suatu paham itu ghuluw (atau berlebihan di dalam Islam, red) hal tetap harus dikaji, kemudian kembali dipahami secara konseptual dan dijelaskan. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan radikalisme dalam bidang agama.
“Baru kemudian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bisa menyalahkan perilaku situs media Islam yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam,” ujar Hamid.
Lebih jauh, Hamid melihat kasus pemblokiran situs media Islam dengan alasan radikal lebih kental nuansa politiknya.
“Saya melihat jika kasus pemblokiran terhadap situs-situs media Islam ini lebih kental nuansa politik dari pada securitynya (keamanannya),” pungkas Hamid. (azm/arrahmah.com)