(Arrahmah.com) – Syi’ah dan mut’ah adalah kesatuan tak terpisahkan laksana kendaraan dengan bahan bakarnya. Mustahil menjadi pengabdi Syi’ah tanpa ada praktek mut’ah (kawin kontrak). Dalam kitab Syi’ah, Tafsir Manhaj Ash Shadiqin 2/489, salah seorang imam mereka mengatakan, “Barangsiapa yang keluar dari dunia (wafat) dan dia tidak nikah mut’ah, maka dia datang pada hari kiamat sedangkan kemaluannya terpotong.” Bagi penganut Syi’ah tentu ini menjadi cambuk luar biasa untuk berlomba-lomba melakukan mut’ah sesering mungkin, bila tak ingin datang pada hari kiamat tanpa testis kemaluan.
Dilain sisi, mut’ah tentu oleh para rahib Syi’ah dijadikan dagangan dengan pesona syahwat yang dapat memikat mereka yang lemah iman. Mut’ah menawarkan kenikmatan biaya murah dengan servis wah. Para rahib Syi’ah sibuk berimprovisasi, mengemas praktek mut’ah yang bahkan lebih hina dari pelacuran, menjadi praktek ‘ibadah’ bertabur berkah. Na’udzubillahi min dzalik.
Import Mut’ah Ke Indonesia
Dari Shaleh bin Uqbah, dari ayahnya, “Aku bertanya pada Abu Abdullah, apakah orang yang bermut’ah mendapat pahala?” Jawabnya, “Jika karena mengharap pahala Allah dan tidak menyelisihi wanita itu, maka setiap lelaki itu berbicara padanya pasti Allah menuliskan kebaikan sebagai balasannya, setiap dia mengulurkan tangannya pada wanita itu pasti diberi pahala sebagai balasannya. Jika menggaulinya pasti Allah mengampuni sebuah dosa sebagai balasannya, jika dia mandi maka Allah akan mengampuni dosanya sebanyak jumlah rambut yang dilewati oleh air ketika sedang mandi.” Aku bertanya, “Sebanyak jumlah rambut?” Jawabnya ,” Ya, sebanyak jumlah rambut.”
Di Iran, menyalurkan syahwat biologis sangat jauh dari kata sulit. Penduduknya sudah sangat mafhum bahwa mut’ah adalah jalan utama menyalurkan libido asmara. Caranyapun relatif mudah, mereka cukup mendatangi masjid-masjid di Iran yang menyediakan fasilitas mut’ah, yaitu berupa kamar khusus mut’ah dan sekumpulan wanita yang bisa dipilih sebagai pasangan mut’ah.
Biasanya wanita-wanita itu akan ditempatkan pada bilik-bilik masjid dan siap untuk diperlihatkan kepada laki-laki yang datang. Harga nikah mut’ah bervariasi tergantung wanita mana yang dipilih dan hendak ‘memakai’ wanita itu untuk berapa lama. Hebatnya, nikah mut’ah tidak mengenal ambang batas, bisa dilakukan ribuan kali pada waktu yang sama dengan wanita yang berbeda.
Praktek keagamaan penganut Syi’ah di Iran tersebut rupanya oleh para rahib Syi’ah hendak ditransformasikan ke bumi Indonesia. Salah satu caranya, mereka mendatangi tempat-tempat pelacuran, kemudian berkhutbah di hadapan para pelacur dan pelanggannya, “Apa yang hendak kalian lakukan bukanlah perzinaan asalkan kalian mau menjalani satu syarat, yaitu mau dinikahkan secara mut’ah.” Berita ini sempat ramai menghiasi jagat media beberapa tahun silam.
Kini, mereka kian bergairah mensosialisasikan ajaran mut’ah ini secara massif dan terang-terangan. Fakta ini terkuak dengan adanya dialog terbuka antara seorang da’i Sunni Muhammad Abdurrahman Al Amiry (MAA) dengan Emilia Renita AZ (ER), isteri dedengkot Syi’ah Indonesia Jalaluddin Rakhmad.
Dialog terbuka yang diselenggarakan pada 1 Maret 2014 lalu itu membahas kebenaran ajaran Syi’ah khususnya Mut’ah. Dalam acara tersebut ER terang-terangan mengatakan bahwa dirinya adalah penganut Syi’ah sejati dan tidak mungkin mengharamkan nikah mut’ah karena dalilnya sangat kuat.
“Aku gak pernah mut’ah dan tidak minat mut’ah karena aku adalah Syi’ah yang sangat menjaga iffah (kesucian). Tapi aku tidak pernah mengatakan mut’ah itu jorok. Aku ini Syi’ah yang tidak mungkin mengharamkan nikah mut’ah, karena itu ada dalil kuat untuk menghalalkannya. Tapi aku jelaskan, aku tidak melakukannya karena tidak semua yang halal dalam al Qur’an harus kita lakukan. Nikah mut’ah adalah solusi buat para wanita menjaga iffahnya (kesuciannya).” terang ER.
Jawaban blunder ini ia berikan karena mendapat pertanyaan menohok dari MAA tentang berapa kali ER nikah mut’ah. Betapa bertolak-belakangnya jawaban isteri sang tokoh ini, dia menjunjung tinggi ajaran agamanya tapi tegas menolak mengamalkannya.
Mendengar jawaban ER yang tidak mau mut’ah lantaran menjaga kesuciannya, MAA pun langsung bereaksi, “Berarti menurut anda, Syi’ah yang mut’ah tidak menjaga kesuciannya? Berarti Imam Khumaini (Imam Besar Syi’ah dan Pemimpin Revolusi Syi’ah Iran) adalah orang yang tidak bisa menjaga iffahnya karena ia mut’ah dimana-mana tanpa malu. Dengan kata lain, Syi’ah adalah agama yang tidak menjaga iffah penganutnya karena mewajibkan mut’ah. Dan berarti andapun meyakini Syi’ah tidak memiliki kehormatan.”
Kisah Nyata Mut’ah Penganut Syiah di Bojonegoro
Kisah teranyar datang dari seorang yang berinisial YA, penganut Syi’ah di Bojonegoro. Dari kisah yang dipaparkan YA terlihat jelas betapa massifnya penetrasi mereka. YA, pria berusia 35 tahun ini berprofesi sebagai pengusaha pariwisata yang cukup maju.
Tahun 2007 lalu, YA menikah dengan sorang perempuan dan kini telah dikaruniai anak berusia 5 tahun. Kehidupan YA berubah sejak tahun 2009 setelah ia bergaul dengan komunitas Syi’ah di Bojonegoro. Komunitas Syi’ah yang diikuti YA adalah komunitas Syi’ah yang aktif menggelar kajian dan memiliki literatur Syi’ah. YA tidak sendirian, banyak kawan-kawannya yang tergabung dalam komunitas Syi’ah Bojonegoro tersebut.
Selain menggelar kajian Syi’ah secara tematik, komunitas Syi’ah yang dipimpin oleh Ustadz HF yang berasal dari Madura Jawa Timur ini rutin menggelar Kajian Madrasah Karbala yang fokus pada peristiwa pembunuhan cucu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Husain bin Ali Radhiyallahu ‘Anhu.
“Lokasi pengajiannya di rumah saudara AK, sebelah barat Masjid Al Mukhlisin, Jalan Monginsidi Bojonegoro. Kadang juga di Balai Desa Klangon Bojonegoro. Mereka juga punya radio komunitas, namanya Brain Community, tapi sudah tidak on air sekarang,” jelas sumber Fimadani.
Meski sudah 5 tahun menjadi penganut Syi’ah, YA tidak mengajak istri dan keluarganya menjadi pengikut Syi’ah. Di keluarganya, hanya ia sendiri yang menjadi pengikut aliran yang pernah difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia tersebut.
Maka, ketika muncul keinginan melakukan salah satu ajaran penting Syi’ah, nikah mut’ah, tidak ada anggota keluarganya yang tahu.
Uniknya, YA tidak melakukan nikah mut’ah dengan wanita Syi’ah yang sudah lama menjadi pengaut Syi’ah. Ia memilih melakukan nikah mut’ah dengan wanita Sunni yang didoktrinnya dengan konsep keutamaan nikah mut’ah menurut Syi’ah.
“Kalau wanita-wanita itu malah tidak ikut ngaji (Syi’ah-red) sama sekali. Cuma diberi penjelasan singkat tentang mut’ah dan wanitanya mau diajak mut’ah, maka terjadi kawin mut’ah. Rata-rata cuma cinta sesaat karena bisa diajak check in hotel dan diberi mahar,” terang sumber.
Senjata yang sering dipergunakan oleh YA untuk menaklukkan calon mangsanya adalah dengan menceritakan “hadits” pegangannya. Abu Ja’far berkata “Ketika Nabi sedang Isra’ ke langit berkata, Jibril menyusulku dan berkata, wahai Muhammad, Allah berfirman, sungguh Aku telah mengampuni wanita ummatmu yang mut’ah. (Man La Yahdhuruhul Faqih jilid 3 hal 464).
Oleh karena itu, wanita-wanita yang didoktrin oleh YA pun mau melakukan nikah mut’ah dengannya. Bahkan, YA dan wanita-wanita itu melakukan pernikahan tanpa saksi dan tanpa penghulu. Pernikahan nikah mut’ah dalam Syi’ah memang bisa dilakukan dengan cara seperti itu. Salah satu dasarnya, menurut orang Syi’ah, adalah, “Dari Abu ‘Abdillah ‘alaihis-salaam tentang seorang laki-laki yang menikah tanpa adanya bukti, maka ia menjawab, “Tidak mengapa.” [Al-Kaafiy, 5/387].
Hingga kini, YA sudah melakukan nikah mut’ah dengan 7 perempuan dengan durasi yang berbeda, ada yang mingguan dan ada yang hingga satu tahun. Seluruhnya berasal dari Bojonegoro.
Wanita terakhir yang dinikah-mut’ahi oleh YA adalah EN, janda beranak satu, seorang SPG. YA dan EN baru berkenalan 2 bulan yg lalu. Dengan jurus yang sama, YA mendoktrin EN dengan konsep nikah mut’ah Syi’ah. Ia juga kerap mengajak EN jalan-jalan dengan mobilnya. Alhasil, EN pun mau diajak nikah mut’ah oleh YA pada Oktober 2014 lalu. Tentu saja istri YA tidak mengetahui nikah mut’ah itu.
Setelah mut’ah berjalan beberapa waktu, EN menginginkan hal yang lebih. Ia ingin dinikahi YA secara permanen dan resmi di KUA. Jelas saja YA tidak mau.
“Si istri mut’ah mengancam akan mendatangi istri resminya di rumah jika tidak mau bertanggung jawab,” papar sumber Fimadani.
“Dia lain dari wanita yang dinikah mut’ah sebelum-sebelumnya, dia tergolong nekat dan berani mengadu ke istri YA jika tuntutannya tak dipenuhi,” lanjutnya. Bahkan, EN rela menunggu hingga YA menjadi duda.
Hingga kini, YA masih kebingungan menyelesaikan masalah yang dibuatnya sendiri itu. Apakah ia akan menikahi EN secara resmi, ataukah ia akan membiarkan EN membongkar pernikahan mut’ahnya pada sang istri.
———————–
Makalah ini dikutip ulang dari Majalah Risalah Mujahidin.
Sumber: http://risalahmujahidin.com/syiah-menebar-jala-syahwat/
(*/arrahmah.com)