NEW DELHI (Arrahmah.com) – Ketua Dewan Waqf Pusat Syiah, Wasim Rizvi, telah mendesak Perdana Menteri Narendra Modi untuk menutup madrasah di India, menuduh bahwa pendidikan yang diberikan di sekolah-sekolah Islam ini mendorong siswa untuk bergabung dalam barisan “teroris”, lapor Firstpost pada Rabu (10/1/2018).
Dalam sebuah surat kepada perdana menteri, Rizvi menuntut agar madrasah digantikan oleh sekolah-sekolah yang berafiliasi dengan CBSE atau ICSE (dua lembaga yang mengawasi pendidikan di India-red) yang akan menawarkan siswa pelajaran opsional untuk pendidikan Islam.
“Sekolah-sekolah ini harus berafiliasi dengan CBSE, ICSE, dan mengizinkan siswa non-Muslim. Pendidikan agama harus dibuat opsional. Saya telah menulis surat kepada PM dan Kepala Menteri Uttar Pradesh Yogi Adityanath (keduanya berasal dari partai sayap kanan Hindu-red) dalam hal ini,” katanya dalam sebuah tweet.
“Ini akan membuat negara kita lebih kuat lagi,” katanya.
Rizvi mengklaim bahwa sebagian besar madrasah di negara ini tidak dikenali dan siswa Muslim yang belajar di institusi semacam itu berujung menjadi pengangguran. Oleh karena itu, menurutnya, madrasah harus dibubarkan.
Dia mengklaim bahwa madrasah ini menjamur di hampir setiap kota dan desa dan memberikan “pendidikan agama yang salah tempat dan salah kaprah”.
Dia menuduh bahwa dana untuk menjalankan madrasah juga datang dari Pakistan dan Bangladesh dan bahkan sejumlah organisasi ‘teror’ pun membantu mereka.
Bereaksi terhadap hal itu, juru bicara All India Muslim Personal Law Board, Khalilur Rehman Sajjad Nomani, mengatakan madrasah telah memainkan peran kunci dalam gerakan kebebasan dan dengan mempertanyakan institusi pendidikan ini, Rizvi telah melakukan penghinaan.
Rizvi menuduh bahwa pendidikan yang diberikan di madrasah tidak relevan dengan lingkungan hari ini dan oleh karena itu, mereka menambah antrian panjang pemuda yang menganggur di negara ini.
Rizvi mengatakan bahwa kemampuan mempekerjakan siswa yang lulus dari madrasah sangat sulit saat ini dan mereka tidak mendapatkan pekerjaan yang baik.
“Paling banyak, mereka mendapatkan pekerjaan penerjemah Urdu atau juru ketik,” katanya.
Surat tersebut juga mengatakan bahwa telah menemukan dalam kasus tertentu bahwa pendidikan lembaga-lembaga ini mendorong siswa untuk bergabung dengan barisan “teroris”. (althaf/arrahmah.com)