SANA’A (Arrahmah.com) – Syi’ah kian mencengkramkan cakarnya di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Geliat busuknya kini nampak jelas menggagahi negara Yaman yang rapuh pemerintahannya, sebagaimana dilansir Asharq Al-Awsat pada Rabu (24/9/2014). Adakah pelajaran berharga dari jatuhnya pemerintah Yaman yang pesakitan ke tangan Syi’ah pengancam? Berikut ulasannya, semoga menjadi ibroh bagi kita semua. Bismilah.
Menurut Tariq Alhomayed, editor Asharq Al-Awsat (Aawsat), jatuhnya konstitusi Yaman ke tangan Houthi dengan tanpa perlawanan, secara signifikan tergolong perkembangan yang luar biasa. Lebih menarik, Awsat melaporkan pada Senin (22/9) bahwa sebelum itu semua terjadi, debat kusir telah terjadi antara Presiden boneka Yaman Abd Rabbuh Mansur Hadi dan Jenderal Ali Mohsin Al-Ahmar.
Kabarnya, adu argumen tersebut meletus setelah Presiden Hadi mengkritik Ahmar untuk mundur menjelang “pemberontakan” Houthi. Surat kabar itu melaporkan bahwa Ahmar menanggapi dengan walkout dari pertemuan tersebut. “Tapi ini bukan cerita penuh,” kata Tariq.
Alih-alih meghadapi Syi’ah Houthi, Menteri Dalam Negeri Yaman, Hussein Al-Tarb malah menyerukan kepada pasukan keamanan untuk bekerja sama dengan Houthi setelah mereka menduduki banyak bangunan resmi di Sana’a. Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan dalam situs Kementerian, Tarb meminta “semua staf Departemen untuk menghindari terlibat dengan Houthi atau terlibat dalam setiap jenis sengketa dengan mereka.”
Pernyataan itu mendesak karyawan Departemen untuk lebih “bekerja sama dengan Houthi dalam mengkonsolidasikan keamanan dan stabilitas, menjaga milik umum, menjaga fasilitas negara, yang merupakan milik rakyat, dan mempertimbangkan mereka sebagai teman-teman polisi. “
Apa sebenarnya yang terjadi di Yaman? Apakah Houthi kekuatan pendudukan atau teman polisi Yaman? Terus terang, sebenarnya apa yang terjadi di Sana’a lebih condong kita sebut sebagai hasil pengkhianatan dalam tubuh negara ketimbang pemberontakan etnis.
Tentunya, apa yang terjadi terlalu mudah untuk ditebak sebagai pengkhianatan terhadap negara Yaman dengan semua komponen dan institusinya. Kekacauan ini bukan ulah masyarakat internasional, negara-negara Teluk Arab, Arab Saudi dan Yaman, juga tidak termasuk ulah politisi dan perpecahan suku.
Semua kesalahan ini terjadi akibat semua pihak tidak serius menyadari Yaman sebagai sebuah negara berantakan setelah terkena gelombang ketidakstabilan. Seharusnya para pemimpin Yaman mengambil pelajaran dari masa penguasaan Al-Qaeda, Ikhwanul Muslimin dan periode konflik antar-suku.
Dengan demikian, apa yang terjadi sekarang, dimana Syi’ah Houthi di bawah naungan Iran berusaha mendominasi panggung politik dalam negeri Yaman yang rapuh tidak terjadi. Maka sangatlah tak masuk akal! Bagaimana dapat kita katakan bahwa Houthi adalah teman dari polisi dan mitra internal lembaga-lembaga negara, sementara mereka terus mengepung Sana’a dan menghujaninya dengan shell-bomb?
Bagaimana Houthi bisa berteman dengan polisi saat mereka menduduki dan mengangkat bendera mereka di puncak gedung Komando Umum Angkatan Bersenjata, merebut gedung-gedung Dewan Syura dan parlemen, stasiun radio Sana’a dan Universitas Iman? Belum lagi laporan yang saling bertentangan tentang jatuhnya Departemen Pertahanan ke tangan pemberontak dan pengambilalihan markas besar Brigade Keempat. Mitra jenis apa mereka? Hal ini memang membingungkan.
Apapun situasi yang benar-benar terjadi di Yaman, apakah itu pengkhianatan atau konflik pemberontakan tentu mengancam eksistensi Muslim Sunni di wilayah Teluk.
Pun bagi Indonesia, ini merupakan pelajaran penting. Syi’ah tidak boleh dipandang remeh. Selain mereka bukan Muslim, Syi’ah juga memiliki pola “terkam” terselubung dalam agenda pemerintahan negara-negara tertargetnya, termasuk Indonesia.
Boleh jadi dengan membiarkan para pemimpin Syi’ah menduduki kursi pemerintahan, maka pengkhianatan semacam Houthi di Yaman bisa terjadi. Tak sekadar paranoid, inilah pelajaran. Maka kini saatnya genderang perang melawan kesesatan Syi’ah ditabuhkan. Tak boleh ada ruang bagi mereka untuk mencekik Muslim Sunni Indonesia seperti diambilalihnya pemerintah sakit di Yaman. Na’udzubilahi min dzalik.
(adibahasan/arrahmah.com)