RABAT (Arrahmah.com) – Maroko membebaskan 92 tahanan politik pada Kamis (14/4/2011), termasuk seorang aktivis terkemuka anti-korupsi dan ulama “kontroversial” di bawah pengampunan yang dikeluarkan oleh raja menyusul protes di jalan menuntut reformasi demokrasi.
Grasi juga memperingan hukuman mati untuk lima orang lainnya dan penjara seumur hidup untuk 37 lainnya, ujar pejabat dari Dewan Nasional Hak Asasi Manusia.
Mayoritas para tahanan yang dibebaskan atau yang dikurangi hukumannya adalah dari kelompok Salafi Jihadi.
Mohammed Sebbar, Sekretaris Jenderal Dewan yang diangkat oleh Raja Mohammed pada Maret lalu mengatakan grasi adalah awal dari tinjauan menyeluruh tentang kasus tahanan politik di Maroko.
Mereka yang dibebaskan termasuk Syeikh Mohammed al-Fizazi yang dijatuhi hukuman pada tahun 2003 selama 30 tahun penjara setelah ia dinyatakan bersalah karena menginspirasi 12 bomber yang menewaskan 33 orang di Casablanca pada awal tahun itu, ini merupakan serangan bom paling mematikan di Maroko.
Kelompok HAM lokal mengatakan termasuk simpatisan Salafi Jihadi dipenjarakan setelah serangan dengan motif politik, seringkali tanpa bukti kuat.
Bulan lalu, Raja Mohammed mengumumkan reformasi konstitusi untuk membuat peradilan yang independen di Maroko, sekutu setia Barat.
Ini terjadi setelah gerakan pemuda pada 20 Februari memimpin beberapa protes anti kemapanan terbesar dalam beberapa dekade di negara Afrika Utara tersebut, dengan tuntutan termasuk pembebasan tahanan politik.
“Grasi ini menunjukkan bahwa raja telah sekali lagi mengambil pesan di jalan-jalan,” ujar pengamat politik Ahmed el Bouz.
Kasus palsu
Lima orang yang dipenjara pada 2009 setelah pengadilan menyatakan mereka bersalah telah “merencanakan serangan teroris” di negara itu dan di antara mereka yang bebas hadir dalam konferensi pers kemarin, termasuk dua tokoh dari partai Islam moderat.
“Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada gerakan pemuda 20 Februari,” ujar Mustapha Mouatassim, salah satu diantara mereka.
Abdelhafid Sriti, koresponden televisi Hizbullah, al Manar di Maroko juga termasuk tahanan yang dibebaskan.
Sebagian besar kerabat perempuan mereka yang mengenakan jilbab, mencucurkan air matanya dan meneriakkan “Allahu Akbar” ketika kelompok itu dibawa oleh Dewan menggunakan mobil hitam.
Seorang wanita, Houria Amer, menangis kecewa ketika menyadari bahwa suaminya Luqman Mokhtar yang juga dipenjara pada tahun 2009 tidak ada di antara mereka.
“Mereka semua dipenjara secara tidak adil dalam kasus palsu yang sama, bagaimana mereka bisa membebaskan beberapa dan membiarkan yang lainnya tetap di penjara?” ujarnya seperti yang dilansir Reuters. (haninmazaya/arrahmah.com)