GAM memang telah memenangkan Pilkada Aceh. Secara ideologis, gerakan politik ini tidak secara tegas menyatakan berjuang bagi penegakan syariat Islam. Bagaimana nasib syariat Islam nantinya?
Walau tidak identik dengan perjuangan penegakan syariat Islam, beberapa pihak mengimbau agar warga Aceh tidak terlalu khawatir dengan naiknya GAM ke tampuk pemerintahan. Syariat Islam akan tetap tegak di Bumi Serambi Makkah, karena kultur Aceh yang memang tidak bisa dilepaskan dari syariat Islam.
Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) NAD, Teungku Muslim Ibrahim menyatakan, siapa pun yang memimpin Aceh, baik gubernur, bupati maupun walikota, takkan bisa melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan atau program yang telah disepakati rakyat. GAM tidak bisa bertindak semaunya sendiri. “Kalau di Aceh telah disepakati pemberlakuan syariat Islam secara kaffah, maka dia harus menjalankan itu. Walau dalam kenyataan sehari-hari GAM kurang senang membicarakan syariat Islam, tapi di sini nanti tak ada GAM lagi. Yang ada adalah gubernur dan pemerintahan Aceh yang kewajibannya menjalankan syariat Islam,” kata Muslim.
Namun demikian, Muslim dapat memaklumi kekhawatiran sebagian kalangan akibat naiknya GAM ke tampuk Pemerintahan Aceh. Dia pernah mendengar beberapa tokoh GAM mengatakan, syariat Islam itu urusan pribadi, namun tidak mendengar mereka menolak atau anti-syariat Islam. “Tak ada rakyat Aceh yang menentang syariat Islam,” ujarnya.
Muslim mencontohkan situasi ketika jilbab belum dimasyarakatkan oleh pemerintah daerah. Semua orang Aceh yang Muslim memakai jilbab. Dasarnya, agama menyuruh melakukan itu. Syariat Islam tak bisa dilepaskan dari kultur masyarakat Aceh.
Sesuai dengan Undang-Undang No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, syariat Islam merupakan tanggung jawab Pemerintah Aceh mendatang untuk menjalankannya. Wakil Ketua DPRD NAD, Raihan Iskandar, Lc, mengaku optimis syariat Islam masih bisa terjaga dan dipertahankan di Tanah Rencong. “Ini bukan tuntutan dari segelintir orang, tapi masukan dari seluruh masyarakat Aceh,” tegasnya.
Ketua Markaz Dakwah Al-Islah Banda Aceh ini menegaskan, jika syariat Islam tak berjalan di Aceh, tentu akan menuai protes, karena ini kemauan masyarakat. Mereka (Irwandi-Nazar) dipilih oleh masyarakat. Undang-undang pelaksanaan syariat Islam itu juga merupakan pilihan rakyat Aceh. “Mau tidak mau, siapa pun yang akan memerintah Aceh, harus mau melaksanakan Undang-undang ini,” tandasnya.
Menurut calon Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar, bicara tentang Aceh, tak mungkin melupakan Islam. Namun, Nazar meminta masyarakat Aceh dan seluruh rakyat Indonesia agar tak terjebak pada simbol. “Jangan berpikir syariat Islam itu hanya sekadar cambuk!” imbuhnya.
Menurut Ketua Presidium SIRA ini, yang paling penting adalah bagaimana mendidik masyarakat dengan nilai-nilai Islam. Mewajibkan orang tua, kepala desa, lurah, camat supaya warganya menguasai Islam dan memiliki balai pengajian di seluruh kampung, itu amat penting. “Secara natural bagaimana kita memberikan pemahaman agar masyarakat lebih sadar tanpa dipaksa. Tanpa dipaksa dia menutup aurat, shalat dan lainnya,” kata Nazar.
Nazar menegaskan, tidak ada yang mampu merusak nilai-nilai Islam di Aceh. Penjajah Belanda saja tak mampu melakukannya. Strategi pendekatannya saja yang mungkin berbeda. Untuk itu, menurut Nazar, ia dan Irwan bermaksud memfokuskan penerapan syariat Islam pada pendidikan dan pemberdayaan ekonomi. Bagaimana menyejahterakan masyarakat agar tidak mencuri kambing orang. “Untuk apa kita cambuk mereka yang mencuri ayam karena lapar, sementara para koruptor tidak kita cambuk. Apakah itu Islam?” ujarnya.
Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) H Badruzzaman, SH, M.Hum, meminta masyarakat memahami bahwa GAM sekarang bukanlah GAM yang dulu. GAM sekarang telah sinkron dengan kesatuan NKRI. “Kalau melihat dari sisi ini, NKRI memberikan aturan secara formal bagi Aceh untuk melaksanakan syariat Islam,” katanya.
Badruzzaman melihat ada keseimbangan dalam pelaksanaan syariat Islam ke depan. Apalagi masih banyak elemen masyarakat yang menghendaki pemberlakuan syariat Islam ini. “Saya melihat syariat Islam itu akan tetap jalan karena merupakan tuntutan masyarakat Aceh. Semua orang harus menghormati dan melaksanakan itu!” tambahnya.
Namun demikian tidak serta merta nasib syariat di Aceh menjadi jelas. Paling tidak hal ini diakui oleh Mursyid, warga Aceh Tengah. Menurutnya, kalau dilihat dari sisi penegakan syariat Islam, program Irwandi-Nazar masih kurang jelas. Masyarakat Aceh akan kecewa sekali jika pemerintah Aceh yang baru nanti tidak menjalankan itu. “Kita berharap sekali syariat Islam bisa tegak di Serambi Makkah ini, kita juga berharap DPRD sebagai wakil rakyat dapat mengontrol pemerintahan nantinya. Dewan harus kuat dalam mengawasi kinerja eksekutif,” pinta bapak satu anak ini.
Karena itu, Muslim Ibrahim meminta lembaga legislatif agar segera mengesahkan qanun-qanun yang diamanahkan oleh Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Masyarakat juga diharapkan berperan serta dan memberikan bantuannya. Pemimpin Aceh yang terpilih supaya siap melaksanakan apa-apa yang dirumuskan dalam qanun-qanun itu, terutama qanun-qanun syariat.
Tegak atau tidaknya syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam berpulang pada rakyat dan Pemerintah Aceh. Apalah arti qanun-qanun itu jika sebatas simbol formal semata tanpa aplikasi di masyarakat.
Chairul Akhmad