MALI (Arrahmah.com) – Pelan tapi pasti, Mujahidin dari jama’ah Ansar al-Din, Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM), jama’ah Tauhid wal jihad, dan Tauhid Lidda’wah wal Jihad (boko haram) bergabung untuk bahu-membahu menerapkan Syari’at Islam di kota-kota besar Mali yang telah dikuasai, seperti Kidal, Gao, dan Timbuktu.
Mujahidin Ansar al-Din dan AQIM memegang kendali di kota Timbuktu. Syari’at Islam diterapkan secara bertahap, dan membuat pemahaman kepada Masyarakat setempat bahwa Mujahidin datang bukan untuk kepentingan politik pribadi melainkan untuk menegakkan agama Allah.
Terdengar kabar bahwa Mujahidin telah menerapkan hukuman haad dan qisas, kemudian mewajibkan para wanita menutup auratnya, memberantas simbol-simbol kesyirikan serta kemaksiatan, dan apa saja yang harus diterapkan berdasarkan Syari’at. Hal tersebut akan terus berlanjut hingga Syaria’at Islam tegak secara kaffah (total) dan akan terus dilakukan (atas izin Allah).
Seorang wartawan Al-jazeera.net yang bertugas meliput kegiatan Mujahidin melaporkan bahwa dia diajak Mujahidin dalam operasi penggerebekan terhadap hotel-hotel sarang kemaksiatan seperti prostitusi, alkohol, dan narkoba di Timbuktu.
Muhammad Al-Amin, seorang Mujahid Ansar al-Din yang ikut serta dalam aksi penggerebekan itu, mengeluarkan dan menghancurkan obat-obatan (narkotika) dan minuman beralkohol (khamr) dari hotel, dia mengatakan “hal ini (khamr dan narkotika) berkaitan dengan senjata yang sangat penting yang digunakan oleh musuh-musuh Allah untuk merusak moral dan menjauhkan mereka (muslim) dari agama mereka,”. Kemudian Muhammad juga menghancurkan patung-patung (berhala) Afrika yang ada.
Selain itu Mujahidin mengatakan kepada Al-jazeera.net bahwa mereka akan meningkatkan pelaksanaan hudud, “Ansar al-Din akan melaksanakan Hudud Syari’at. tetapi dalam waktu yang sama akan melakukan proses kesadaran komprehensif tentang bahanya pelanggaran (terhadap syari’at) karena banyak orang masih asing dari Syari’at Allah perlu pemberitahuan dan petunjuk serta kesadaran”.
Sebelum Mujahidin merebut kota-kota di Mali, masyarakat dibawah pengaturan rezim Demokrat yang notabene menerapkan hukum buatan manusi, sehingga masyarakat setempat masih terasa asing dengan penerapan Syari’at Islam. (siraaj/arrahmah.com)