Oleh Ine Wulansari
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah
Pengembangan ekonomi dan keuangan syariah terus bergulir dengan sejumlah capaian positif. Bagian aktivitas usaha syariah tahun 2022 tercatat 45,66 persen meningkat 3,45 persen dari tahun 2021. Program ekonomi syariah ke depan, diharapkan dapat masuk dalam kerangka perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menegaskan, perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia tidak terlepas dari kontribusi berbagai unsur pemangku kepentingan yang ada di dalamnya. Untuk itu, pelaksanaan program dan partisipasi berbagai elemen masyarakat hingga ke tingkat daerah menjadi prioritas, tidak hanya di tingkat pusat. Dibutuhkan peran pimpinan daerah, terutama di level provinsi untuk mengarahkan kebijakan pembangunan ekonomi yang dapat menggali dan mengoptimalkan setiap sektor unggulan ekonomi syariah. (kompas.id, 26 Mei 2023)
Sejalan dengan pernyataan tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan, pengembangan ekonomi syariah merupakan kebutuhan pembangunan di Indonesia selain sebagai ekspresi ajaran Islam. Dirinya berharap pengembangan ekonomi syariah tidak terjebak pada hal yang sifatnya branding semata. Namun juga menitikberatkan kepada berbagai maknanya. Pengembangan ekonomi syariah dapat menghadirkan sebuah sistem ekosistem perekonomian syariah yang bermakna kepada kemakmuran, keadilan, efisiensi, dan sesuai dengan kebutuhan zaman. (antaranews.com, 26 Mei 2023)
Ekonomi syariah dikenal juga dengan sebutan ekonomi Islam yang merupakan segala aktivitas berupa kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang atau jasa. Ekonomi syariah menurut MA Mannan adalah suatu ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Sedangkan menurut Umar Capra adalah cabang ilmu pengetahuan yang membantu manusia mewujudkan kesejahteraan melalui alokasi dan distribusi berbagai sumber daya sesuai dengan tujuan yang ditetapkan
Sebagai negeri dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, tidak serta merta menjadikan syariah sebagai peraturan yang diterapkan secara menyeluruh. Jika dicermati, dengan diterapkannya ekonomi syariah hanya sebatas mencapai tujuan kemanfaatan saja. Buktinya, potensi besar pada masyarakat muslim Indonesia tidak diiringi dengan pengaruh politiknya di kancah internasional. Syariah pun sekadar label demi meraih kecenderungan pasar masyarakat Muslim. Kita layak bertanya, bagaimana transaksi muamalah di dalamnya? Apakah menggunakan cara-cara yang halal atau cara yang diharamkan syariat?
Ekonomi yang diterapkan saat ini, hakikatnya adalah ekonomi Kapitalisme yang dibungkus syariah. Bank memegang peranan penting, ibarat jantung di dalam tubuh manusia. Sehingga keberadaannya perlu dijaga eksistensinya dalam sistem ekonomi Kapitalisme. Ketika yang menonjol dalam ekonomi syariah adalah bank atau lembaga keuangan, maka dapat diduga pengembangan ekonomi syariah saat ini hanya menduplikasi sistem ekonomi Kapitalis dengan baju syariah.
Anehnya ketika sistem ekonomi syariah digencarkan, Islam kafah justru dianggap berbahaya bahkan diberi gelar menyeramkan. Padahal, tanpa menerapkan Islam secara komprehensif tujuan dari pengembangan ekonomi syariah untuk menyejahterakan rakyat tidak akan tercapai. Sebab aturan Islam dijauhkan dari kehidupan, termasuk dalam sistem ekonomi. Bagaimana akan terwujud kemakmuran, keadilan, berdaya guna, jika Islam kafah tidak diterapkan. Pasalnya, segala transaksi apapun di alam Kapitalisme sangat rawan riba dan penipuan. Artinya, syariah benar-benar identitas semata tidak menjamin di dalamnya memberlakukan muamalah syar’i.
Seperti yang dikatakan Abdul Qayum (Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), jika ekonomi syariah hanya membahas uang dan yang berkaitan dengan uang, kemungkinan besar ekonomi syariah sudah dikuasai oleh para spekulator (pelaku yang terlibat dalam investasi spekulatif yang cenderung membuat keputusan tanpa didasari analisis fundamental) dan investor yang orientasinya keuntungan. Oleh karena itu, tidak salah jika ekonomi syariah saat ini esensinya adalah ekonomi Kapitalisme yang dibingkai indah atas nama syariah.
Berbeda dengan Islam, sebagai sebuah sistem sempurna yang di dalamnya mengatur segala bentuk interaksi sesama manusia, seperti interaksi sosial, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Dengan menerapkan Islam secara totalitas, pandangan ekonomi Islam tidak hanya menekankan pada pertumbuhan dan pemerataan saja. Akan tetapi keduanya akan sejalan, ketika secara paradigma dan filosofis ekonomi Islam bisa diterapkan, yang terjadi adalah pertumbuhan yang ideal. Semua orang diharapkan bisa masuk pasar atau bisa bersaing di pasar.
Dalam sistem ekonomi Islam itu ada dua mekanisme dalam mewujudkan kemakmuran dan mencukupi kebutuhan masyarakat yaitu sektor pasar (kumpulan industri dengan karakteristis yang mirip. Juga dikatakan sektor manufaktur yang terdiri dari berbagai jenis industri) dan non pasar (tingkat pengetahuan dan keterampilan yang membantu mengelola proses dan hasil dari kebijakan publik). Dari sudut pandang praktisnya, jika sistem ekonomi Islam diterapkan maka tidak diperkenankan adanya riba. Sebagaimaan firman Allah Ta’ala : “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (TQS Al-Baqarah : 275). Karena riba ini menyerap darah pihak satu oleh pihak yang lainnya. Lembaga-lembaga keuangan yang ada di dalam sistem ekonomi Islam itu murni sebagai jasa yang menunjang efektivitas pembayaran, menunjang keamanan dan kenyamanan di dalam pembayaran serta ada keadilan dan akurasi transaksi.
Negara menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok dan dasar rakyat, serta kesempatan terpenuhinya kebutuhan sekunder seluruh rakyat, orang per orang (tanpa memandang ras, suku, dan agama) secara menyeluruh. Kebutuhan dasar rakyat itu meliputi kebutuhan pokok berupa sandang, papan dan pangan, serta kebutuhan dasar rakyat secara umum, yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Negara juga menciptakan kondisi agar warganya berkesempatan memenuhi kebutuhan sekunder mereka sesuai dengan kemampuan ekonomi masing-masing. Meskipun demikian, dengan dakwah dan pendidikan yang sistemik negara mengarahkan warganya memiliki corak dan gaya hidup yang islami (sederhana, tidak boros, tidak menggunakan hartanya untuk bermaksiat, mendorong rakyat untuk mendayagunakan hartanya di jalan Allah, dan lainnya).
Walhasil, ketika taraf hidup orang perorang warga negara Daulah meningkat, ditambah dengan corak dan gaya hidup yang islami, maka tentu pertumbuhan ekonominya akan stabil dan rakyat menjadi sejahtera, insya Allah.
Oleh karena itu, sungguh jelas hidup dalam naungan sistem Sekuler Kapitalisme menjadikan syariat hanya sebatas nama. Jauh dari tujuan sebenarnya yakni membawa masyarakat pada kehidupan sejahtera.
Wallahua’lam bish shawab.