POSO (Arrahmah.com) – Syamsudin (32) mungkin tidak akan lupa bahwa tanggal 20 Desember telah menjadi hari kelam dalam hidupnya. Penjual Mie Ayam di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara itu menjadi korban salah tangkap pihak Brimob dalam aksi pengejaran pelaku penembakan terhadap dua anggota Brimob,. Tidak hanya itu, Syamsuddin pun mengalami siksaan berat selama proses penyelidikan.
Melalui testimoninya, kejadian ini berawal selepas dirinya mendirikan Shalat dzuhur dan bersiap jualan seperti hari biasanya. Tidak lama berselang, seorang petugas datang menghampiri dan mendobrak pintu rumahnya.
“Mereka masuk ke dalam rumah menendang pintu dan mengobrak- abrik isi kamar. Melihat perilaku petugas, istri saya tak senang kemudian berujar. ‘Jangan tendang-tendang pintu Pak!'” tuturnya seperti dilansir islampos.
Tidak menerima perkataan sang istri, pihak aparat justru balik membentak. Petugas kemudian menyuruhnya tiarap hingga kemudian kedua tangannya diikat petugas ke belakang.
“Selanjutnya saya dibawa ke truk melewati pintu belakang rumah,” imbuhnya yang mengaku diperintahkan tetap berdiri saat naik truk untuk dibawa ke Pos Kalora.
Ketika sampai di Pos itulah, Syamsudin mengaku mulai mendapat pukulan bertubi-tubi. Wajah, dada, dan perutnya menjadi bulan-bulanan petugas yang mengiranya adalah bagian dari jaringan Poso yang terlihat dalam aksi penembakan. Padahal tuduhan itu ternyata tidak terbukti.
“Pukulan tersebut berkali-kali mendarat di wajah dan badan saya. Saat diintrogasi di pos polisi saya disuruh jongkok dengan mata tertutup,” akunya.
Ketika polisi selesai ‘menghadiahi’ pukulan, Syamsuddin kemudian dibawa ke Polres Poso. Malang tak bisa ditolak, tampaknya Polisi belum merasa puas hingga Syamsuddin kembali mendapatkan tinjuan petugas. Bahkan penjual Mie ini mengaku sempat mendapat berbagai bentuk penyiksaan mengerikan dalam aksi salah tangkap itu.
“Saya disetrum, kaki saya diinjak kursi yang diduduki petugas. Hingga mereka memasukan moncong senjata ke dalam mulut saya dan mengancam akan menembak mati,” imbuhnya yang kemudian melawati tiga malam dengan mata tertutup dan dipisahkan dalam ruangan tersendiri.
“Setelah masa penahanan 7 x 24 jam selesai, saya kemudian dibebaskan karena dianggap tak cukup bukti terkait keterlibatan terorisme,” pungkasnya. (bilal/arrahmah.com)