(Arrahmah.id) – Saat ratusan ribu orang berkumpul di Tahrir Square Kairo untuk shalat Jumat pada 18 Februari 2011, seorang ulama tua naik ke panggung untuk berbicara kepada umat.
“Jangan biarkan siapa pun mencuri revolusi ini dari Anda -orang-orang munafik yang akan memasang wajah baru yang cocok untuk mereka,” kata Syaikh Yusuf al-Qaradhawi, yang meninggal di Qatar pada Senin (26/9/2022) dalam usia 96 tahun, lansir MEE.
“Revolusi belum berakhir. Ia baru saja mulai membangun Mesir, jagalah revolusi Anda.”
Tujuh hari sebelumnya, pemimpin Mesir Hosni Mubarak telah mengundurkan diri dari kursi kepresidenan setelah protes massa terhadap pemerintahannya selama beberapa dekade.
Pada akhir tahun, Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP), sayap politik Ikhwanul Muslimin yang sebelumnya dilarang, telah memenangkan kursi terbanyak dalam pemilihan parlemen pertama di negara itu, dan Muhammad Mursi dari FJP terpilih sebagai presiden.
Sebagai salah satu ideolog paling menonjol yang terkait dengan Ikhwanul, Syaikh Qardhawi dan ajarannya berdiri di pusat peristiwa yang mengguncang dunia.
Sepanjang karirnya sebagai intelektual publik, pendekatannya terhadap hukum Islam -yang menggabungkan keilmuan dan aktivisme politik -dan kemampuannya untuk mengomunikasikan ide-ide ini dalam bahasa sederhana, memberinya jutaan pengikut.
Aktivis anti-kolonial
Lahir pada tahun 1926 di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab, Usia 10 tahun, ia telah menghafal Al Qur’an.
Menamatkan pendidikan di Ma’had Thantha dan Ma’had Tsanawi, Syaikh Qaradhawi kemudian melanjutkan pendidikannya ke Universitas Al Azhar, Fakultas Ushuluddin dan menyelesaikannya pada tahun 1952 M. Tapi gelar doktornya baru dia peroleh pada 1972 dengan disertasi “Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan”, yang kemudian di sempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat konprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.
Syaikh Qaradhawi dibesarkan di Mesir yang masih di bawah kekuasaan kolonial Inggris. Di masa mudanya ia menggabungkan pendidikan agama dengan aktivisme anti-kolonial, kombinasi yang menyebabkan penangkapannya berulang kali di tangan pemerintah Mesir.
Dalam perjalanan hidupnya, Syaikh Qaradhawi pernah pernah dipenjara sejak masa mudanya. Di Mesir, saat umurnya 23 tahun dipenjarakan oleh Raja Faruk pada tahun 1949, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober, kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun.
Syaikh Qaradhawi terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah Masjid di daerah Zamalek. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rezim saat itu.
Dia akhirnya meninggalkan Mesir ke Qatar pada awal 1960-an, ketika dia diangkat menjadi Dekan Fakultas Syariah di Universitas Qatar yang baru didirikan dan diberikan kewarganegaraan Qatar pada tahun 1968.
Saat tinggal di Qatar, ia menjadi terkenal sebagai seorang ulama karena bukunya tahun 1973 Fiqh al-Zakat (The Jurisprudence of Zakat), yang merupakan upaya untuk menjelaskan dan mereformasi aturan yang mengatur Zakat, salah satu dari lima rukun Islam. (haninmazaya/arrahmah.id)