MAKASSAR (Arrahmah.com) – Dalam seminar Islam dan Ideologi (17/2) di Baruga AP Pettarani Unhas, kerjasama LDK MPM Unhas dan Majalah Qiblati, Syaikh Mamduh selaku pembicara menegaskan imamah merupakan pokok agama syiah.
“Yaitu keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan 11 imam versi syiah sebagai penerus Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan ketetapan wahyu Allah.” tegas Syaikh Mamduh seperti rilis yang dikirim Muslimunhas kepada arrahmah.com, Selasa (19/2/2013)
Syaikh memulai pembahasan tentang pentingnya menetapkan aqidah berdasarkan ayat muhkam (tegas), bukan ayat-ayat mutasyaabihat (samar). Sebagaimana aqidah Islam selalu ditetapkan dengan ayat-ayat muhkam.
“Kita meyakini Tuhan itu satu. Allah berfirman bahwa tuhan satu yaitu Ia. Muhammad adalah Rasulullah, maka Allah berfirman dalam Al-Qur’an bahwa Muhammad itu RasulNya. Shalat itu wajib, maka dalam Al-Qur’an Allah mewajibkan Shalat. Puasa itu wajib, maka Al-Qur’an menegaskan puasa itu wajib. Demikianlah, Allah dalam perkara ushul (pokok) baik dalam aqidah dan ibadah selalu menegaskannya dalam Al-Qur’an.” Ungkap Syaikh Mamduh.
Ia memaparkan kitab-kitab syiah yang menunjukkan bahwa kepemimpinan versi syiah mesti ditetapkan dengan wahyu Allah. Sedangkan ahlussunnah meyakini kepemimpinan setelah Rasulullah dilakukan dengan musyawarah. Menurut syiah, orang-orang yang tidak beriman dengan kepemimpinan Ali setelah Rasulullah pada hakikatnya tidaklah beriman kepada Rasulullah.
Namun, sesuai penelitian syiakh Mamduh, tidak satupun ayat Al-Qur’an yang menyebutkan wajibnya mengangkat Ali, bukan Abu Bakar dan Umar, setelah Nabi sebagai pemimpin. Menurut beliau, tidak satupun ayat yang menyiratkan kepemimpinan itu. Padahal Allah menyebutkan hewan-hewan seperti semut, lebah, onta, keledai, dan anjing. Allah menyebutkan pula anggur, kurma, dan zaitun. Allah juga dengan terang menyebutkan haidh. Sementara kepemimpinan Ali bin Abi Thalib yang oleh syiah diklaim wajib dan mulia, Allah sama sekali tidak pernah menyebutkannya dalam Qur’an.
Syaikh banyak menyebutkan contoh-contoh kekeliruan syiah dalam menetapkan aqidah kepemimpinan Ali setelah Nabi.
“Jika ada orang dari daerah terpencil misal di Amerika atau Afrika mendapat Al-Qur’an lalu beriman. Ia beriman bahwa Allah itu satu, bahwa Muhammad itu Rasulullah, tetapi ia tidak beriman bahwa Ali adalah imam yang wajib diangkat berdasar wahyu, apakah orang itu sudah beriman atau masih belum beriman?” tanyanya retoris.
Doktor jebolan Ma’had Al-Haram Al-Makkai Asy-Syarif Saudi ini melanjutkan, tidak satupun aqidah syiah yang ditetapkan dengan ayat-ayat muhkam. Terutama dalam persoalan kepemimpinan Ali dan 11 imam versi syiah. Ayah empat anak ini berulang-ulang menegaskan bahwa aqidah syiah selalu diambil dari ayat-ayat mutasyaabihat (samar) yang diartikan sesuai kehendak ulama-ulama syiah dan aqidah itu tidak bisa ditetapkan selain dengan mengambil dalil-dalil lain yang validitas sanadnya (jalur riwayat) tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Padahal, lanjut beliau, ketika Allah mewajibkan shalat, Allah menyebutkannya dengan tegas dalam Al-Qur’an. Bahkan berulang-ulang. Ketika Allah mewajibkan puasa, Allah berfirman dalam Al-Qur’an. Begitupun dengan zakat dan haji.
“Lalu mengapa Allah tidak menyebutkan kepemimpinan Ali jika ini memang benar?” terangnya dengan nada meninggi.
Syaikh yang terkenal dengan bantahannya terhadap syiah ini menerangkan panjang lebar ayat-ayat Al-Qur’an yang sering digunakan syiah untuk mengklaim kepemimpinan Ali setelah Rasulullah. Diakhir acara, seorang peserta mengaku tidak puas karena menurutnya tidak semua syiah sesat, meskipun saat materi ia tidak menanggapi sama sekali. (bilal/arrahmah.com)