(Arrahmah.com) – Pada 25 Jumadits Tsani 1435 H atau bertepatan dengan Sabtu (26/4/2014), Syaikh Dr Thariq Abdul Halim menyampaikan sebuah penjelasan terkait berdirinya Daulah Islam yang menjadi impian bagi setiap muslim.
Dalam pernyataannya, Syaikh Thariq menjelaskan bahwa sejumlah barisan telah berjuang mendirikan Daulah Islam di muka bumi ini, dan dari sana kita dapat melihat dan mempelajari sejumlah kesalahan dan penyebab kegagalan mereka dalam upaya menegakkan syariat Islam.
Syaikh Thariq menegaskan bahwa khilafah tidak akan pernah dibangun di atas ideologi mu’tazilah, murji’ah, irja’, pemikiran Rafidhah, maupun di atas manhaj Haruriyah (Khawarij) yang terlihat pada hari ini, yang mengkafirkan para mujahid yang berbeda pendapat dengan kelompok mereka.
Syaikh Thariq menyampaikan bahwa apabila mereka terus-menerus berada dalam kondisinya yang sekarang ini, kemudian mengikuti hawa nafsunya, dan selalu bertindak berlebih-lebihan, maka ia bukanlah Baqiyah (langgeng), melainkan lebih layak disebut Faniyah (tidak kekal), dan itulah sunnatullah yang berlaku dalam Daulah Islam dan perkumpulannya.
Berikut penjelasan lengkap Syaikh Thariq tersebut, yang diterjemahkan oleh Tim Muqawamah Media pada Senin (27/10).
***
Daulah Islam! Sungguh mimpi yang sangat indah, setiap muslim yang tulus dengan keislamannya berharap bahwa mimpi Daulah Islam berubah menjadi kenyataan di muka bumi, bayangan syariatnya menaungi segala apa yang ada di sekitarnya, semua yang ada di dalamnya menikmati keadilan dan rahmat.
Ikhwanul Muslimin mencari cara untuk menegakkannya selama 80 tahun, namun akhirnya mereka keliru setelah madzhab mereka menyimpang dan sakit. Kemudian Syukri Mushthafa mencari cara untuk menegakkannya namun ia justru membunuh dirinya karena kebijakannya yang bodoh dan keyakinannya yang menyimpang. Kemudian giliran ‘Antar Az Zawabiri mencari cara untuk menegakkannya, namun ia justru menjiplak madzhab Haruriyyah (Khawarij) lalu mengkafirkan seluruh mujahidin, membunuh pemimpin mereka dan memerangi mereka, sehingga semua orang menjauh dari jihad. Kemudian pada hari ini kita melihat jargon Baqiyah yang digadang-gadangkan oleh Al Baghdadi, ia mengkafirkan para mujahidin dari kelompok lain, ia mengabaikan tugas utama yaitu mengisi kancah peperangan melawan Rafidhah untuk memerangi para mujahidin, memenggal kepala mereka, meminta mereka untuk bertaubat, apabila mereka bertaubat ‘alias membai’atnya’ maka taubatnya diterima, dan jika tidak, maka mereka akan dibunuh dengan alasan telah murtad, contohnya adalah seperti yang terjadi di Deir Ezzour.
Benar, siapa sih yang tidak menginginkan Daulah Islam? Semua menginginkannya, namun yang wajib dipahami adalah bahwa khilafah, ataupun negara, ataupun keimarahan Islam, terserah apa namanya, tidak akan pernah dibangun di atas manhaj Haruriyah (Khawarij). Dahulu ada beberapa Daulah yang didirikan di atas dasar ideologi mu’tazilah, seperti negara yang dipimpin oleh Al Makmun, Al Mu’tashim dan Al Watsiq, kemudian negara mu’tazilah tersebut binasa di tangan Al Mutawakkil. Ada juga negara yang didirikan di atas dasar pemikiran Rafidhah, namun selalunya hanya terbatas di kawasan negeri umat majusi, kecuali era pemerintahan Daulah Fathimiyyah di Mesir dan Syam, yang berhasil diruntuhkan oleh Nuruddin Zanki dan Shalahuddin Al Ayyubi.
Ada pula negara yang dibangun di atas dasar ideologi murjiah, bahkan seluruh negara yang berdiri pada saat itu pada dasarnya ber-ideologi irja’, konon ideologi ini disebut-sebut sebagai agamanya para raja, sehingga mereka dapat dengan mudah berbuat kefasikan dan berpesta pora. Namun selamanya tidak akan pernah ada negara yang ber-ideologi khawarij, itu dikarenakan ideologi mereka tidak mendukung keberadaan orang di sekeliling mereka kecuali dari kalangan yang pemikirannya ekstrim, dan yang mereka lakukan adalah mengasingkan diri dari masyarakat umum kecuali orang yang ikut terjangkiti kuman mereka. Maka dari itu mereka adalah para penganut sekte yang telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam sebuah hadits shahih, beliau menjelaskan tentang rusaknya aqidah mereka.
Mungkin akan ada seseorang yang menyangkal, “Akan tetapi dalam perinciannya, agama kaum Rafidhah itu lebih buruk dari pada haruriyah”, maka kami katakan benar, akan tetapi kaum Rafidhah ahli dalam urusan siyasah syariat, mereka lihai dalam menerapkannya dan mereka benar-benar menggunakannya, mereka selalu memiliki sebuah negara sentral yang pondasinya menancap kuat di negeri umat majusi, mereka akan selalu meminta bantuan kepada negara sentral tadi.
Sedangkan khawarij, mereka adalah ahli dalam urusan keberanian, mereka tidak mengerti tentang siyasah syariat yang dijalankan oleh pihak selain mereka, mereka justru mengkafirkan orang-orang selain mereka, kemudian mereka akan memulai berperang hingga mereka binasa, karenanya mereka tidak akan pernah berkuasa.
Namun kaum haruriyah yang sekarang tampaknya sedikit lebih cerdas dari pada kaum haruriyyah terdahulu, mereka lebih lihai dalam menipu dan beralasan. Haruriyyah model ‘Antar Az Zawabiri (di Aljazair,-red) lebih kejam dan lebih suka berdusta jika dibandingkan dengan haruriyyah generasi awal. Sedangkan haruriyah model Al Baghdadi lebih pintar berdusta, lebih lihai dalam ber-taqiyah, dan menipu dibandingkan dengan haruriyah Az Zawabiri. Karenanya mungkin mereka lebih mampu untuk bertahan lama di wilayah kekuasaannya, akan tetapi selamanya mereka tidak akan pernah mampu mendirikan negara yang realistis, entitas (kawasan khusus) yang mereka namakan sebagai Daulah Iraq dan Syam itu bukanlah negara yang riil.
Bagaimana mungkin kawasan itu ingin dinamakan sebagai sebuah negara yang riil apabila ia tidak memiliki atribut-atribut kenegaraan yang mampu memenuhi standar kelayakan sebuah negara yang riil? Mana kepala negaranya? Siapa dia? Siapa sebenarnya dia? Siapa namanya? Bagaimana rupanya? Janganlah menjadi seperti kondisi imam syiah yang sedang bersembunyi. Jika memang ini adalah negara, maka atribut pertamanya adalah kekuasaan. Apabila ia belum mampu berkuasa di sebuah wilayah, yang mana itu menuntut agar pemimpinnya, atau komandannya, atau amirnya, (terserah apa namanya) muncul ke permukaan, maka dimanakah sebenarnya letak kekuasannya? Di wilayah manakah tepatnya?
Para pengusungnya berkata, “Kami menegakkan hukum hudud dan menebarkan syariat, datanglah kesini dan saksikanlah!”. Benar, namun ini bukanlah faktor penentu di dalam urusan ini, karena negara mu’tzilah pun melakukan hal yang sama. Dahulu kaum haruriyah juga menegakkan syariat di kamp-kamp militer dan daerah-daerah mereka, faktor yang menentukan ada para gambaran keyakinan yang menjadi pondasi sebuah kelompok, ini adalah faktor pertama sebelum faktor-faktor lainnya.
Ironisnya, di tengah-tengah peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi sekarang ini, banyak ditemukan manipulasi dalam menggunakan kata-kata, serta fitnah. Hanya kebodohan, penyesatan, pemberantasan terhadap sunnah dan penyebaran bid’ah yang menjadi pemandangan sehari-hari, semua itu merubah pola pikir para pemuda dan pemudi, kaum lelaki dan para wanita, semua itu memenuhi halaman-halaman media sosial sehingga menjadikannya tampak seperti pasar kebid’ahan.
Para ahli ilmu yang sudah memiliki kredibilitas pun menyingkap madzhab haruriyah ini, menampakkan fakta yang sebenarnya darinya, setelah selama ini ia berusaha untuk menutupinya, maka sebagian orang pun mulai faham akan hakekat sebenarnya. Lihatlah Syaikh Al Jalil Ayman Azh Zhawahiri, Syaikh Dr. Hani As Siba’i, Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi, dan Syaikh Abu Qatadah Al Filishthini, Syaikh Sulaiman Al-‘Ulwan – semoga Allah segera membebaskan beliau – dan Dr. Akram Hijazi, yang tidak akan mengutarakan pendapatnya kecuali setelah beliau menelitinya terlebih dahulu. Tidak ada di antara mereka yang membela ideologi khawarij ini, tidak ada seorangpun yang telah diakui kredibilitas keilmuannya yang mendukung ideologi ini, yang mendukungnya hanyalah para amatiran semisal Turki Al Bin’ali dan Abu Muhammad Al Adnani yang tidak kami ketahui seputar keilmuannya sebelum peristiwa sekarang ini, kami tidak mengetahui siapa dia, dan apa kedudukannya dipandang dari segi ilmu syariat. Namun di mata orang-orang awam, ia dianggap sebagai seorang yang paling pintar dan seorang ahli ilmu kelas dunia, sehingga hanya perkataannya saja yang patut didengarkan, sedangkan perkataan orang lain tidak perlu diperdulikan, itu karena kemampuan akalnya yang rendah.
Mereka menyatakan bahwa mereka akan kekal, bagi mereka dukungan orang alim dan mujahid senior itu tidaklah penting, mereka menipu semua orang dengan hadits:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
“Senantiasa ada sekelompok umatku yg dimenangkan atas kebenaran, tak akan membahayakannya orang yang memusuhinya hingga hari Kiamat sedangkan mereka tetap seperti itu.”
Padahal hadits ini membicarakan tentang Thaifah Manshurah yang tidak dapat dipengaruhi oleh bahaya dari orang kafir atau ahli bid’ah, bukan dari ahlus sunnah wal jamaah. Mereka menjadikan hadits ini sebagai dalil untuk menjustifikasi permusuhan mereka terhadap ahlus sunnah, namun ia menjadi bumerang bagi mereka, karena dengan mereka berdalil menggunakan hadits ini, maka (secara tidak langsung) mereka memandang bahwa mereka adalah Thaifah Manshurah sedangkan selain mereka adalah orang-orang kafir dan murtad, dan mereka memonopoli status ini hanya untuk golongan mereka sendiri dan para pendukung mereka! Cukuplah ini menjadi faktor penyebab kegagalan bagi jamaah ini, setelah ia memainkan perannya dengan menumpahkan darah kaum muslimin. Adapun umat Islam akan tetap eksis.
Sesungguhnya kelangsungan dari jamaah ini bukan karena ia berhasil membunuh para komandan jihad dan para senior dari jamaah-jamaah lain, akan tetapi terletak pada sejauh mana usaha untuk menghentikan manhaj yang bid’ah ini, menghentikan perbuatan mengkafirkan para pelaku jihad dari kelompok lain, menggagalkan upaya meminta para mujahidin untuk bertaubat (membai’at kelompok khawarij – red.), bersatu di dalam satu kafilah jihad melawan kaum Rafidhah, sebagai sebuah organisasi jihad di wilayah tersebut, dan melepaskan topeng yang bernama Daulah ini, karena Daulah yang dimaksud tersebut hanyalah kegagalan para bocah yang tidak memahami seluk-beluk perpolitikan negara dan perkembangannya sedikit pun. Mereka justru mengabaikan tugas memerangi kaum Rafidhah kemudian menggadang-gadangkan nama (Daulah) ini setelah para mujahidin berhasil meraih kemenangan, bukan sebelumnya.
Apabila ia mengikuti sunnah, maka silahkan saja untuk Baqiyah (langgeng). Namun apabila ia terus-menerus berada dalam kondisinya yang sekarang ini, kemudian mengikuti hawa nafsunya, dan selalu bertindak berlebih-lebihan, maka ia lebih layak disebut Faniyah (tidak kekal). Inilah sunnatullah yang berlaku dalam Daulah Islam dan perkumpulannya.
Kami tidak mengatakan bahwa kami tidak senang apabila Islam mempunyai negara, karena sikap semacam itu termasuk kufur kepada Allah dan tidak ada yang memperdebatkannya. Namun kami mengatakan itu tujuannya adalah menasehati sebuah jamaah tertentu yang telah mengklaim suatu hal yang ia gunakan untuk memutuskan perkara terhadap orang-orang.
Demi Allah dan demi Allah, kalau saja mereka mau bertaubat dari mengkafirkan para mujahidin yang berbeda pendapat dengan mereka, kemudian menyatakannya secara terang-terangan, menyatakannya secara langsung melalui lisan penanggung jawab syariat mereka yang pernah menuduh Syaikh Al Jalil Ayman Azh Zhawahiri dengan tuduhan kekufuran. Lalu mereka menghentikan peperangan melawan mujahidin dari kelompok lain, meskipun di dalamnya terdapat tukang maksiat, padahal mereka sendiri membawa virus bid’ah yang paling besar di kancah peperangan, bahkan lebih besar dari pada virus yang dibawa oleh bala tentara rezim, para dewan kepengurusan FSA dan faksi-faksi yang berafiliasi kepada Jamal Ma’rouf. Kemudian mereka berhenti meminta para prajurit Jabhah Nushrah dan Harakah Ahrar Syam untuk bertaubat, serta fokus memerangi kaum Rafidhah. Maka kami akan menjadi pendukung kalian nomor satu dan paling bersependapat dengan kalian.
وَلَوۡ أَنَّهُمۡ فَعَلُواْ مَا يُوعَظُونَ بِهِۦ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۡ وَأَشَدَّ تَثۡبِيتٗا ٦٦
“..dan Sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka),” [Qs. An Nisa’: 66].
Iraq terpampang di hadapan mereka, kaum Rafidhah yang berada di dalamnya masih berkuasa dan Al Maliki (kini sudah berganti,-red) pun masih menjadi kepala negara di dalamnya, jadi hendaknya mereka menfokuskan usaha mereka di Iraq terlebih dahulu, daripada ia melakukan perencanaan dengan membuat kebijakan yang biasa dibuat oleh orang yang rakus atau lalai, atau kedua-keduanya.
Ya Allah berikanlah petunjuk kepada Jamaah Daulah agar ia dapat kembali kepada ahlus sunnah, berikanlah petunjuk kepada para petingginya sebelum semuanya terlambat, sehingga kancah jihad Syam berubah menjadi Aljazair kedua.
Wallahu musta’an.
25 Jumadits Tsani 1435 H
(banan/arrahmah.com)