(Arrahmah.com) – Tanzhim Al-Qaeda melalui amirnya, syaikh Dr. Ayman al-Zhawahiri, secara resmi mengumumkan kepada seluruh mujahidin dan kaum muslimin di seluruh dunia berita kesyahidan seorang ulama, pendidik, dan komandan penting Al-Qaeda, syaikh Athiyatullah al-Libi di bumi jihad Afghanistan. Ulama yang mulia dan komandan yang hebat tersebut memiliki nama asli Abu Abdirrahman Jamal bin Ibrahim al-Isytiwi al-Misrati, namun lebih terkenal dengan nama sebutan Syaikh ‘Athiyatullah. Berikut pengumuman resmi syaikh Ayman al-Zhawahiri dalam videonya, Risalatul Amali Wal Bisyri Li Ahlina Fi Misr ke-8.
***
Adapun ucapan selamat yang kedua, saya sampaikan kepada umat Islam, kepada mujahidin dan kepada keluarga kami di Libya, khususnya di Misrate, atas syahidnya Syaikh mujahid murabith, komandan, amir, yang santun, berakhlak mulia, pendidik, pemersatu hati, pengumpul barisan, berbudi pekerti tinggi, memiliki sifat-sifat yang baik, yang menyampaikan kebenaran dengan terang-terangan, pembela Islam, peneliti yang adil, Syaikh yang mulia, Abu Abdirrahman Jamal Ibrahim Isytiwi al-Misrati, yang terkenal dengan sebutan Syaikh ‘Atiyatullah, semoga Allah merahmatinya dengan rahmat yang sangat luas dan memberikan pahala yang banyak atas hijrahnya, jihadnya, ribathnya, keteguhannya, usahanya menuntut ilmu, pengorbanannya dalam menuntut ilmu dan usahanya dalam menyebarkan ilmu.
Syaikh ‘Athiyatullah telah syahid para tanggal 23 Ramadhan 1432 H, bulan yang penuh berkah, lantaran bombardir pesawat mata-mata salibis. Beliau akhirnya menuju Ar Rafiq Al A’la bersama anaknya, ‘Isham. Semoga Allah merahmati keduanya dengan rahmat yang luas. Sebelumnya Syaikh ‘Athiyatullah telah menitipkan anaknya yang bernama Ibrahim kepada Rabbnya yang Maha Pengasih lagi Maha Pengampun lantaran syahid terlebih dahulu. Demikianlah perkiraan kami terhadap mereka.
Beliau syahid dalam serangan kedua setelah beliau berhasil lolos dari serangan pertama, yaitu pada saat beliau bersama dengan Syaikh Abu al-Laits al-Libi, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya yang luas kepadanya. Maka syahidlah Syaikh Abu al-Laits al-Libi sementara Syaikh Athiyatullah selamat. Semoga Allah merahmati keluarga yang telah melaksanakan hijrah, ribath dan jihad ini, yang telah mempersembahkan penumpangnya dan buah hatinya untuk mempertahankan panji Islam, Tauhid dan jihad, juga lantaran menolak bangsa Salib penjahat yang hendak menguasai negeri-negeri Islam dan kaum muslimin, menebarkan kerusakan di sana, menghinakan anak-anak bangsanya, menjadikan mereka budak bagi penguasa Barat yang musyrik dan menyimpang.
Sebelumnya Syaikh Athiyatullah telah mengirim surat kepada saya, beberapa hari menjelang beliau mati syahid, beliau menyampaikan berita gembira dengan berbagai kemenangan di Afghanistan. Di antaranya adalah serangan terhadap kamp militer Amerika di Wardak. Beliau mengatakan bahwa dalam serangan itu beliau berhasil membunuh sedikitnya 80 tentara Amerika, bahkan Petrous terpaksa harus datang ke Afghanistan untuk melihat langsung bencana tersebut. Beliau juga berhasil menembak jatuh helikopter Chinouk yang mengakibatkan tewasnya 30 tentara Amerika, yang merupakan bagian dari unit pasukan yang ikut serta dalam pembunuhan Syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah. Juga berbagai amaliyat lainnya di Kabul dan lain-lain di wilayah Afghanistan.
Beliau juga menyampaikan kabar gembira kepada saya bahwa Tripoli (ibukota Libya, pent) tidak lama lagi akan jatuh ke tangan mujahidin. Sebelum syahidnya, Syaikh Athiyatullah sepanjang malam tidak tidur, karena memantau berita penaklukan kota Tripoli di tangan ikhwan-ikhwan mujahidin.
Namun Allah yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana berkehendak menyusulkan Syaikh Athiyatullah dengan para mujahidin yang syahid dalam menaklukan kota Tripoli, dengan izin Allah, di surga dan sungai-sungai di tempat duduk yang sebenarnya, di sisi Maharaja yang Maha Kuasa.
Syaikh Athiyatullah adalah orang yang tidak perlu dikenalkan lagi. Karena biografi beliau yang bersih dan suci telah terkenal dan tersebar. Beliau menghabiskan hidupnya di antara medan-medan jihad, jalan-jalan hijrah, halaqah-halaqah ilmu dan mimbar-mimbar pengarahan, tarbiyah dan kepemimpinan. Beliau berhijrah ke Afghanistan pada masa penjajahan Rusia.
Setelah usai pertempuran dan tanda-tanda pengkhianatan Pakistan-Amerika terhadap mujahidin Arab Afghan mulai nampak. Padahal mujahidin Arab Afghan adalah orang-orang yang telah berperan dalam memerdekakan Afghnistan dan mempertahankan perbatasan Pakistan. Beliau pun berhijrah ke Sudan kemudian berhijrah ke Mauritania untuk menuntut ilmu. Di sana beliau menimba ilmu sekitar 3 tahun dari telaga air para ulama. Kemudian beliau berhijrah ke Aljazair untuk berjihad dengan Jamaah Al-Islamiyah Al-Musallahah di mana beliau merasakan pengalaman yang sangat pahit bersama mereka.
Kemudian beliau kembali berhijrah ke Afghanistan ketika berdirinya Imarah Islam Taliban di sana. Beliau bekerja sebagai pengajar di Al-Madrasah Al-Arabiyah di Kabul. Beliau berhasil membuka pintu dakwah yang menyerukan jihad dan membantu mujahidin, dan membantah berbagai tuduhan dan syubhat yang dilancarkan terhadap mereka. Selain itu beliau juga berhasil membuat administrasi yang mengatur lembaga-lembaga mujahidin dan mempermudah urusan-urusan mereka. Allah SWT juga mengaruniakan kepada beliau bisa diterima secara luas di berbagai kelompok mujahidin di Afghanistan dan Pakistan.
Beliau menulis dan berbicara dengan menggunakan laqab (sebutan) yang telah terkenal sebagai sebutan beliau yakni ‘Athiyatullah. Ketika terjadi gelombang revolusi Libya, dan beberapa kelompok mujahidin bangsa Libya yang muslim, mujahid, dan murabith bangkit untuk menggulingkan seorang thaghut zindiq yang telah tunduk kepada Barat, Qaddafi, Syaikh Athiyatullah memutuskan untuk ikut andil dengan memberikan penjelasan dan motivasi kepada keluarga dan saudara-saudaranya di Libya.
Maka beliau menerbitkan pesan yang berjudul Tahiyyatun Li Ahlina Fi Libya (Salam Hormat Kepada Keluarga Kami di Libya) dengan menggunakan nama asli beliau (Abu Abdirrahman Jamal Ibrahim Isytiwi Al-Misrati), untuk menyampaikan kepada keluarga, saudara-saudara dan anak-anaknya di Libya, khususnya di Misrate, bahwa: “Saya bersama kalian, Saya adalah saudara kalian, kalian adalah keluarga saya, saya bagian dari kalian dan kalian bagian dari saya, dan saya selalu berharap bisa bersama kalian, kalaulah bukan karena saya sekarang sedang bertempur, berperang dan berjihad melawan musuh-musuh kita, musuh-musuh kalian, musuh-musuh Islam dan kaum muslimin, Amerika dan aliansi Salibis Nato.”
Sang muhajir, murabith, dan mujahid ini akhirnya pergi menuju Rabbnya sebagai syahid. Akhirnya terminal terakhir beliau dalam perjalanan hijrahnya, yakni hijrahnya kepada Rabbnya, adalah mati syahid. Para penjahat Salibis telah menumpahkan darah beliau, dan mencabik-cabik jasad beliau dengan rudal.
Di atas pasir mereka menancapkan bendera yang membangkitkan lembah pagi dan sore …
Celakalah mereka, mereka telah mendirikan menara darah yang dapat menginspirasi kemurkaan generasi akan datang …
Luka berteriak membuana, sementara sang korban mencari kebebasan merah …
Engkau diberi pilihan lalu engkau memilih bermalam dalam kubur tidak berkubah dan tidak ditimbun …
Ganasnya peristiwa tidak menyisakan tulang belulang dan tombak pun tidak menyisakan darah …
Seperti kepakan burung rajawali atau jejak singa yang hilang sirna tak berbekas …
Sang mujahid, muhajir, dan ulama ini telah pergi. Kini tinggallah pembalasan yang menjadi hutang yang harus ditanggung di atas pundak setiap muslim, pundak setiap keluarga kita di Libya dan pundak penduduk Misrate. Pembalasan yang akan kami balaskan — dengan ijin Allah — kepada orang-orang Barat Salibis yang telah membunuhnya dan kedua anaknya, yang telah membunuh ratusan ribu anak-anak kami, saudara-saudara kami, istri-istri kami, dan sesepuh-sesepuh kami. Barat salibis yang telah menjajah negeri-negeri kami, merampas kekayaan kami, mengukuhkan antek-antek mereka untuk menguasai kami, menanam di tengah-tengah negeri kami negara Israel, sebagai kekuatan pionir mereka, yang melindungi kepentingan-kepentingan mereka, dan mengancam eksistensi kita dan masa depan kita dengan bom nuklirnya.
(unwanul falah/arrahmah.com)