Jum’at, 14 Agustus 2009, Masjid Ibnu Taimiyyah, Rafah, Gaza, Palestina. Ketika itu, sholat Jum’at baru saja akan dimulai. Syekh Abdul Latif Musa, alias Syekh Abu Al Nur Al Maqdisi berdiri di atas mimbar. Beliau mengenakan jubah putih, berlapis gamis coklat keemasan, dengan janggut tebal, menambah kharisma ulama paruh baya tersebut. Sejenak Ia pun membacakan secarik kertas yang berada di tangannya.
“Kami deklarasikan lahirnya Emirat (Negara) Islam Palestina” ujarnya di hadapan jama’ah sholat Jum’at yang segera menyambutnya dengan pekikan takbir membahana. Sementara itu, empat orang berpakaian hitam, mengenakan tutup kepala, dan satu orang mengenakan rompi yang sudah dipasangi dengan bom, bersenjata lengkap berjaga-jaga. Mereka adalah pasukan Jundu Ansharullah, sekaligus pengawal Syekh Abdul Latif Musa. Beliau melanjutkan pidatonya dan bertanya kepada para jama’ah. “Pada siapa anda takut?” Amerika? Inggris? Perancis? Uni Eropa? Anda sebaiknya takut hanya kepada Allah,” ujarnya lagi berapi-api.
Selepas sholat Jum’at, Syekh dan para pengawalnya meluapkan kegembiraan dan rasa syukur atas deklarasi Imarah Islam Palestina dengan berkeliling di sekitar Masjid. Sebagian jamaah dan warga sekitar berpartisipasi dengan mengacungkan dan mengepalkan tangan seraya bertakbir. Beberapa bocah bahkan antusias ikut berparade, berdampingan dengan beberapa pejuang Jundu Ansharullah yang bersenjata lengkap, sebagian dari mereka mengenakan penutup kepala bertuliskan kalimat syahadat. Sebuah pemandangan yang mengharukan.
Tiba-tiba terdengar letusan tembakan susul menyusul. Polisi Hamas, menyerang Masjid Ibnu Taimiyyah tersebut karena menganggap deklarasi Imarah Islam Palestina yang dilakukan Syekh Abdul Latif Musa bersama Jundu Ansharullah adalah sesuatu yang dilarang. Pertempuran sengitpun tidak terhindari hingga malam hari. Pasukan Jundu Ansharullah balas menyerang Hamas. Mereka sudah bersumpah akan balas menyerang Hamas jika mereka diserang. Syekh Abdul Latif Musa bahkan baru saja mengatakan sebelumnya :
“Siapapun yang menumpahkan darah kami, darahnya akan kami tumpahkan juga.!. Jika mereka (Hamas) mendekati masjid mereka akan tahu bahwa hari-hari mereka akan menjadi semakin pendek.”
Pertempuran pun pecah dan berlangsung selama kurang lebih 7 jam. Syekh Abdul Latif Musa alias Syekh Abu Al Nur Al Maqdisi syahid Insya Allah. Sementara itu, 24 orang lainnya termasuk 6 polisi Hamas tewas, dan lebih dari 150 orang mengalami luka-luka. Dunia pun gempar. Kaum Muslimin berduka. Pertempuran ini menyisakan sekian tanda tanya akan nasib perjuangan jihad kaum Muslimin di Palestina. Apakah ini menandakan babak baru jihad Palestina ?
Jundu Ansharullah & Syekh Abu Al Nur Al Maqdisi
Syekh Abu Al Nur Al Maqdisi adalah Syekh Abdul Latif Musa, pimpinan Jundu Ansharullah atau Tentara Penolong Allah, jama’ah jihad yang baru saja berdiri dan berafiliasi ke Al Qaeda. Syekh Abdul Latif Musa adalah seorang dokter sekaligus ulama yang tinggal di jalur Gaza Selatan, kota Rafah. Dari tempat tinggalnya inilah, Syekh Abdul Latif Musa, atau Syekh Abu Al Nur Al Maqdisi mendeklarasikan Imarah Islam Palestina, sebuah negara berdaulat dengan penerapan syariat Islam secara kafah.
Jundu Asharullah didirikan pada bulan November 2008, di wilayah selatan Gaza, dengan tujuan “Berjuang Dalam Jihad Dengan Aturan Allah”. Jama’ah jihad ini juga menyerukan untuk kembali mengikuti pemahaman para Salafus Sholeh dalam seluruh hal, termasuk berpolitik.
Lambang atau logo Jundu Ansharullah adalah sebuah AK 47 yang ujungnya berkibar bendera Islam dengan kalimat syahadat. Di bagian bawah terdapat dua bilah pedang yang mengapit sebuah lingkaran bertuliskan Allah, Rosul, Muhammad dengan latar belakang peta dunia berwarna hijau. Lingkaran bertuliskan Allah, Rosul, Muhammad ini mirip dengan bendera Daulah (Negara) Islam Irak. Di bawah pedang terdapat khat Arab bertuliskan Jundu Ansharullah,Jundu Ansharullah menyatakan dalam situsnya bahwa mereka akan berjuang hingga bendera persatuan tegak, bendera Islam tentunya, dan agar ajaran Nabi Muhammad SAW mencapai kemenangan. Jundu Ansharullah berkeyakinan hanya syariat Islam satu-satunya sumber perundang-undangan hingga siapa pun yang keluar dari syariat Islam adalah murtad!
Jundu Ansharullah juga memiliki keinginan mulia, yakni ingin menyatukan seluruh mujahidin yang ada di Palestina, termasuk Hamas dan Jihad Islam serta para tahanan dari Muslim liberal yang ada di penjara-penjara Israel.
Mereka pada awalnya hanya beroperasi di Rafah dan Khan Younis. Seiring waktu, gerakan mereka cepat berkembang dan menyebar di seluruh wilayah Gaza. Hingga saat ini, Jundu Ansharullah telah memiliki sekitar 500 mujahidin, termasuk beberapa mujahidin asing yang ikut bergabung.
Pada tanggal 8 Juni lalu, mujahidin Jundu Ansharullah menjadi perhatian publik atas serangan spektakuler mereka terhadap Israel di persimpangan perbatasan perlintasan Karni. Dalam aksi tersebut, tiga mujahidin Jundu Ansharullah tertembak syahid oleh pasukan Israel.
Keinginan Jundu Ansharullah untuk mendirikan Imarah Islam Palestina di jantung kota Baitul Maqdis (Yerusalem) sebenarnya sudah dirilis di situs dan forum Jihadis. Di situs itu pula diumumkan bahwa Syekh Abdul Latif Musa sebagai pemimpin Jundu Ansharullah. Beliau mengatakan :
“Para tentara Tauhid tidak akan istirahat..sampai semua tanah kaum muslimin terbebaskan dan sampai Masjid Al-Aqsha bersih dari penodaan yang dilakukan orang Yahudi terkutuk.”
Syekh Abdul Latif Musa, adalah imam di Masjid Ibnu Taimiyyah, Rafah, dimana Imarah Islam Palestina dideklarasikan. Beliau juga menjadikan Masjid tersebut sebagai basis pertahanan Jundu Asharullah dan berjanji akan melawan Hamas jika mereka mendekati masjid. Syekh Abdul Latif Musa telah memberikan peringatan kepada Hamas atas keputusan mereka yang akan mengambil alih masjid. Syekh mengatakan : “Jika mereka mendekati masjid mereka akan tahu bahwa hari-hari mereka akan menjadi semakin pendek. “ Beliau mengatakan bahwa Jundu Ansharullah tidak akan memulai untuk menyerang Hamas, akan tetapi akan balas menyerang jika diserang. “Siapapun yang menumpahkan darah kami, darahnya akan kami tumpahkan juga.!”
Syekh Abdul Latif Musa juga mengatakan dan menyemangati semua orang yang memiliki senjata untuk bergabung dengan Jundu Ansharullah dan melaksanakan keputusan yang akan dikeluarkan secara rutin setiap pelaksanaan sholat Jumat. Jundu Ansharullah mengutuk demokrasi dan menganggapnya sebagai sesuatu yang dilarang dalam ajaran Islam karena mengikuti hukum manusia bukan hukum Allah.
Antara Jundu Ansharullah dan Hamas
Mengapa Hamas terusik dengan kehadiran Jundu Ansharullah ?
Pejabat Hamas menyebut Jundu Ansharullah sebagai “buron” atas serangkaian serangan bom terhadap beberapa Warnet di Gaza yang dianggap sebagai sarang amoral, dan sebuah penyerangan pada sebuah pesta pernikahan yang dihadiri oleh pihak keluarga dari pimpinan Fatah tepi Barat, Muhammad Dahlan.
Lima puluh orang terluka dalam serangan tersebut, namun Jundu Ansharullah menolak bertanggung jawab atas serangan itu. Pihak Fatah menuduh dan menyalahkan Hamas sebagai dalang serangan tersebut. Sebuah kejadian yang masih diselimuti misteri dan belum bisa dipastikan pihak mana yang benar.
Hamas menamakan mujahidin Jundu Ansharullah dengan kelompok Takfir (kelompok yang mengkafirkan orang lain) dan juga kelompok perusuh. Hal ini sebagaimana peryataan Departemen Kesehatan Palestina kepada koresponden InfoPalestina bahwa “Hasil korban kontak senjata antara polisi Jalur Gaza dengan kelompok Takfir, mencapai 14 korban meninggal.
Dalam versi Hamas, Jundu Ansharullah yang memulai tembakan sehingga menghasilkan baku tembak yang juga melukai 120 orang lainnya dan menewaskan seorang komandan Brigade Izuddin Al Qossam, Muhammad Shamali, 30 tahun.
InfoPalestina sebagai situs pro Hamas menyatakan bahwa kelompok perusuh (Jundu Ansharullah) yang memulai melepaskan tembakan dan menolak menyerahkan diri saat aparat keamanan memintanya untuk menghindari jatuhnya korban. Setelah itu kelompok perusuh juga dianggap melepaskan tembakan ke arah warga sipil yang menyebabkan salah satu aparat keamanan meninggal dunia.
Situs itu juga memberitakan bahwa Syekh Abdul Latif Musa, Imam Masjid sekaligus pimpinan Jundu Ansharullah mengumumkan berdirinya entitas ilegal dalam khutbahnya yang mengkafirkan Hamas dan menuduhnya sudah murtad. Jundu Ansharullah juga dikatakan menembaki pejalan kaki yang melintas di masjid sehingga beberapa orang terluka. Kemudian aparat keamanan Hamas terus mengepung masjid dan meminta Jundu Ansharullah untuk menyerahkan diri dan mematuhi hukum tanpa perlawanan. Namun permintaan itu disambut dengan tembakan membabi buta sehingga jumlah korban bertambah.
InfoPalestina kembali mengabarkan bahwa orang-orang bersenjata ini (Jundu Ansharullah) meminta salah satu komandan Al-Qassam di Rafah, Muhammad Shamali untuk menjadi penengah. Namun setelah melihat sang komandan datang, kelompok bersenjata ini melepaskan pelontar roket jenis RPG sehingga ia gugur syahid.
Dikabarkan akhirnya Hamas berhasil menguasai lokasi kejadian dan aparat keamanan Hamas mengejar kelompok perusuh dan menguasai tempat-tempat yang dijadikan pertahanan mereka. Lokasi kejadian sudah steril dan beberapa lainnya sudah ditangkap.
Ehab Ghasen, juru bicara Departemen Dalam Negeri (Depdagri) Palestina menegaskan bahwa peristiwa kontak senjata ini berakhir dengan dikuasainya wilayah yang menjadi perlindungan kelompok Takfir (Jundu Ansharullah). Ia juga mengatakan bahwa lima anggota polisi meninggal dunia saat menjalankan tugasnya.
Gencar dan kerasnya perlakuan Hamas kepada Jundu Ansharullah disebabkan Hamas menolak deklarasi berdirinya Imarah Islam Palestina oleh Syekh Abdul Latif Musa, pimpinan Jundu Ansharullah. Hamas tidak mengizinkan siapa pun di Jalur Gaza menerapkan hukum dengan tangannya sendiri, karena menurut Hamas penegakan hukum adalah wewenang aparat keamanan.
Mendagri Palestina, Fatih Hammad, yang merupakan salah satu menteri Hamas, mengatakan bahwa pihaknya tidak akan membiarkan kelompok manapun “menyabotase” hukum secara paksa.
Juru bicara Hamas, Dr. Sami Abu Zuhri, dalam keterangan khusus kepada InfoPalestina (14/8) bahkan mengatakan bahwa deklarasi yang dilakukan oleh Syekh Abdul Latif Musa merupakan kesalahan berfikir yang tidak ada hubungannya dengan pihak luar. Ia juga menekankan bahwa tidak diperkenankan kepada siapapun untuk menerapkan hukum dengan caranya sendiri. Sebab masalah ini tanggung jawab pihak keamanan. Sebelumnya, pihak Depdagri menegaskan bahwa siapa saja yang melanggar hukum dan membawa senjata untuk melakukan kerusuhan, maka akan ditindak dan ditahan.
Peryataan resmi pemerintah Palestina disampaikan oleh Ismail Haniya yang mengatakan, kami tidak akan mengizinkan pengacau keamanan kembali beraksi di Gaza. Ia mengisyaratkan adanya sekelompok orang yang menyempal dari barisan Palestina dan mengancam nyawa orang tak berdosa, disamping membuat hukum sendiri.
Sementara itu, juru bicara pemerintah Palestina, Thahir Nunu dalam konfrensi persnya Jum’at (14/8) mengatakan, semua pihak harus tunduk pada peraturan yang berlaku. Tidak boleh ada orang yang berada di atas peraturan. Nunu menjelaskan, akhir-akhir ini ada sekelompok orang yang menamakan dirinya Salafi Jihadiyah yang dipimpin oleh seorang yang bernama, Abdullatif Musa. Ia melakukan berbagai kejahatan terhadap rakyat Palestina. Seperti meledakkan acara pernikahan, merampas hak milik warga dan mengancam keselamatan mereka. Mereka juga berupaya membuat undang-undang sendiri.
Nunu mengungkapkan, kelompok ini telah membuat kekacauan dan telah keluar dari koridor nasional dan Islam. Kelompok inipun telah keluar dari perlawanan terhadap penjajah Israel, saat terjadinya perang dengan Zionis. Ia menegaskan, “Kami tidak pernah menolong orang kafir untuk memerangi kafir lainya”, sebagaimana mereka tuduhkan.
Benarkah semua informasi tersebut ? Sekarang, saatnya kita membandingkan perjuangan Jundu Ansharullah dengan Hamas tanpa meninggalkan prinsip tabayyun dan tetap mengedepankan kepentingan Izzul Islam wal Muslimin.
Hamas, Takfir dan Demokrasi
Jundu Ansharullah mengecam Hamas karena dianggap gagal dalam menerapkan syariat Islam secara kafah di Gaza. Karena itulah mereka kemudian mendeklarasikan Imarah Islam Palestina, dengan harapan syariat Islam secara kafah dapat direalisasikan. Mereka juga tidak setuju dengan gerak dan sikap Hamas yang semakin jauh terperosok dalam kubangan demokrasi.
Al Qaeda melalui Syekh Aiman Az Zawahiri sudah berulangkali menasehati Hamas, bahkan sampai mengeluarkan sebuah statemen yang cukup keras kepada Hamas agar tidak mengambil jalan damai, jalan parlemen, jalan demokrasi, dan hanya menggunakan jalan suci jihad fie sabilillah untuk membebaskan tanah Palestina.
Syekh Abu Umar Al Baghdady, Amirul Mu’minin Daulah Islam Iraq, pernah berpesan kepada Brigade Izuddin Al Qassam, sayap jihad Hamas, agar memisahkan diri dari Hamas. Beliau mengatakan :
“Anggota Brigade al-Qassam yang ikhlas harus mengumumkan pemisahan mereka dari gerakan Hamas, dan mengumumkan keterpisahan mereka dari kepemiminan politiknya yang telah rusak dan menyimpang.”
Beliau melanjutkan :
“Kami tahu bahwa banyak pemuda-pemuda di dalam tubuh al-Qassam, dan juga beberapa tokoh dan pemimpinnya, mereka merasa sesak melihat penyimpangan yang dilakukan oleh para pemimpin politik mereka. Andaikata tidak kami temukan penyimpangan yang sangat jauh dari syari’ah rabbul ‘alamin (aturan Tuhan pencipta alam) niscaya kami tidak menyerukan kepada para pemuda al-Qassam yang ikhlas untuk membangkang terhadap pemimpin politik mereka.”
Dosa-dosa Hamas, terutama sebagaimana ditunjukkan oleh para pemimpin tertinggi mereka, sudah sangat banyak dan sangat prinsip. Hamas di bawah kendali Ismail Haniya dikenal sangat ‘lunak’ dan rela bernegoisasi dengan pihak mana pun, termasuk kaum kafir. Hamas, juga pernah bernegoisasi dengan pihak syiah Iran, dan memuji Ayatullah Khoimeni dan Ali Khomeini. (lihat lengkap di http://www.youtube.com/watch?v=a33itaDX18k )
Bahkan, sehari setelah Hamas menggagalkan pendirian Imarah Islam Palestina, Khalid Misy’al, petinggi Hamas lainnya, berencana untuk berdialog musuh utama Islam, yakni dengan presiden Amerika terpilih, Barack Obama, sebagaimana dilaporkan harian Qatar, Al Watan. Misy’al menilai bahwa kebijakan Obama lebih baik daripada mantan presiden sebelumnya, George W. Bush, dan dia pun menolak bahwa Hamas akan menegakkan aturan Islam yang sangat ketat di Jalur Gaza, dengan dalih bahwa agama tidak bisa ditegakkan dengan kekerasan dan paksaan.
Jejak keterpurukan Hamas dalam lumpur demokrasi dan pemilu sudah berlangsung lama. Hamas mulai terjebak untuk ikut sistem pemilu demokrasi kufur, pada pemilihan parlemen pada tahun 2006. Hamas, terutama sayap politiknya semakin terpedaya dan terpukau dengan kemenangan yang mereka peroleh setelah endapatkan 76 dari 132 kursi yang diperebutkan.
Pimpinan Hamas, Khalid Misy’al, dalam sebuah wawancara dengan Koran Rusia, Nezavisimaya Gazeta, pada tanggal 13 Februari 2006 menyatakan kemungkinan Hamas untuk hidup berdampingan dengan Israel dengan beberapa syarat. Syarat itu antara lain pengakuan batas wilayah 1949, penarikan Israel dari semua wilayah Palestina yang diduduki termasuk Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Selain itu Israel juga harus mengakui hak-hak warga Palestina, termasuk hak untuk kembali ke tanah airnya.
Sepak terjang Hamas yang berkubang dalam sistem kafir demokrasi inilah yang menjadi penyebab Hamas di cap kafir. Keharaman demokrasi merupakan hal yang umum dan maklum dalam masalah dien (agama Islam) yang dalil-dalilnya sudah dijelaskan oleh para ulama. Hal ini pulalah yang disampaikan oleh Jundu Ansharullah, melalui pemimpinnya, Syekh Abdul Latif Musa. Namun peryataan dan peringatan keras kepada Hamas itu ditanggapi lain, bahkan Hamas balas mencap Jundu Ansharullah sebagai kelompok Takfir, yakni kelompok yang mudah mengkafirkan orang lain.
Tentu saja, ummat bisa melihat dan memperhatikan secara seksama permasalahan ini secara adil, dan menilai pihak manakah yang lebih dekat kepada kebenaran. Tuduhan takfir yang diucapkan Hamas dan Haniya tentu saja tidak berdalil. Jundu Ansharullah secara pasti diketahui berisi orang-orang yang sangat membenci demokrasi dan sangat wajar jika seorang yang beriman menentang demokrasi karena demokrasi merupakan hukum kufur. Jadi, Hamas yang seharusnya intropeksi diri serta mau menerima kritikan yang bermaksud untuk menyelamatkan mereka sendiri di hadapan Allah SWT kelak. Mengapa Hamas tetap memilih jalan demokrasi dan rela berunding dengan musuh-musuh mereka, lalu lebih memilih untuk memerangi saudara muslim, sesama mujahidin ?
Syekh Abu Muhammad Al Maqdisi, ulama mujahid dan pembela tauhid abad ini merasa shok, sedih, dan terkejut dengan berita syahidnya Syekh Abdul Latif Musa atau Syekh Abu Al Nur Al Maqdisi, pimpinan Jundu Ansharullah. Beliau bahkan langsung mengeluarkan sebuah artikel khusus untuk menjelaskan peristiwa tersebut dengan judul “Mengapa Anda Membunuh Seorang Laki-laki Hanya Karena Ia Mengatakan Bahwa Tuhan Saya Adalah Allah ?”
Artikel yang disebarluaskan dalam bahasa Arab dan Inggris melalui forum jihad Ansar tersebut menunjukkan betapa herannya Syekh Abu Muhammad Al Maqdisi atas sikap dan tindakan Hamas yang rela membunuh saudara Muslimnya, bahkan seorang ulama dan para mujahid yang berada di dalam masjid, hanya karena mereka menjelaskan dan mendeklarasikan hal-hal yang telah ditetapkan syariat! Dan atas semua itu, Hamas hanya mengklaim bahwa tindakannya adalah benar karena mereka pemilik otoritas, administrasi, dan kepemimpinan diktator di Jalur Gaza. Di akhir tulisannya, Syekh Abu Muhammad Al Maqdisi mendoakan agar Syekh Abdul Latif Musa syahid, begitu juga dengan mujahidin yang terbunuh pada peristiwa Jum’at 14 Agustus 2009 lalu.
Jihad Membebaskan Tanah Suci Palestina
Lalu bagaimana perkembangan jihad selanjutnya di bumi Palestina ?
Pihak Jundu Ansharullah, melalui sebuah pesan yang diposting di situs jihad Al Qaeda berjanji akan membalas kematian 24 orang anggota mereka, termasuk pimpinan Jundu Asharullah, Syekh Abdul Latif Musa yang tertembak pada bentrokan bersenjata dengan Hamas. “Perang tetap pada jalannya”, demikian ungkap mereka.
Bertajuk “Pedang Keadilan Islam”, Jundu Ansharullah bersumpah akan membalas kematian anggota dan pimpinan mereka. “Kami katakan kepada masyarakat yang menjadi saksi mata kejahatan ini bahwa hal ini belum berakhir, dan perang tetap pada jalannya,” kata isi pesan tersebut. Mereka juga memberi peringatan kepada penduduk di jalur Gaza untuk menjauhi kantor-kantor pemerintahan Hamas dan kantor pasukan keamanan Hamas.
“Kami serukan kepada masyarakat untuk menjauhi masjid-masjid yang dihadiri oleh para pemimpin “Kafir” Ismail Haniyah dan para menteri serta anggota legislatifnya, yang membuat undang-undang yang bertentangan dengan aturan Allah,” kata pesan itu selanjutnya.
Sementara itu, pihak Hamas sendiri tidak menyesal dan tidak ada keinginan untuk dialog dengan Jundu Ansharullah yang dianggapnya sebagai pihak pengacau. Dalam sebuah peryataan resminya yang dikutip oleh InfoPalestina (16/8) Hamas mengatakan ; “Kami sangat mendukung langkah-langkah pasukan keamanan Palestina yang mencegah penyebaran kesesatan di masyarakat muslim yang agung ini. Hamas menyerukan tindakan tegas pada mereka yang mengganggu keamanan, stabilitas dan kedamaian masyarakat.” Tidak membiarkan adanya senjata kecuali senjata perlawanan untuk melawan penjajah dan membela tanah air dan aqidah.
Nampaknya energi perjuangan jihad di Palestina saat ini masih akan berkecamuk diantara Jundu Ansharullah dengan Hamas, sebelum akhirnya berpusat dan diarahkan ke musuh utama kaum Muslimin, yakni yahudi Israel, laknatullah!
Seluruh kaum Muslimin lebih menginginkan bersatunya seluruh mujahidin di Palestina untuk kemudian berjihad bersama menggempur habis-habisan Israel. Mereka yakin, hanya dengan jihadlah bumi Palestina yang suci akan kembali ke pangkuan kaum Muslimin, bukan dengan cara yang lain.
Amirul Mukminin Daulah Islam Iraq, Syekh Abu Umar Al Baghdady pernah mengatakan:
“Adapun tentang peranan Negara Islam di bumi dua sungai untuk membebaskan Palestina, maka kami berharap kepada Allah, dan juga memohon kepadaNya agar bisa seperti negara yang dipimpin oleh Nuruddin asy-Syahid. Negara itu merupakan batu loncatan untuk mengembalikan al-Aqsha kepada pangkuan ummat Islam. Kemudian muridnya, Shalahuddin sang Penakluk berhasil memasuki Palestina di dalam perang Hitthin, sebagaimana al-Faruq Umar bin Khaththab berhasil melakukan hal itu. Maka sesungguhnya kami pun berdo’a kepada Allah, dan bercita-cita untuk menjadikan Negara Islam Iraq sebagai batu loncatan untuk mengembalikan Palestina ke pangkuan ummat Islam.”
Amirul Mukminin Imarah Islam Afghanistan, Mullah Muhammad Umar, juga berpesan :
“Kami harap umat Islam bisa mengesampingkan semua halangan yang ada selama ini. Kita semua wajib berjihad dan membantu saudara kita di Palestina, Iraq dan Afghanistan.”
Singa Islam, pimpinan Al Qaeda, Syekh Usamah bin Ladin juga mengeluarkan pesan jihad yang paling ditunggu dalam audio berdurasi 22 menit yang dirilis oleh sayap media Al Qaeda, As Sahab Media. Dalam pesan tersebut Syekh Usamah menyampaikan pesan jihad kepada seluruh kaum Muslimin untuk menghentikan agresi Israel ke Gaza.
“Maka yang wajib adalah tahridh (menyemangati) terhadap jihad yang hukumnya sudah fardhu ain, mendaftar para pemuda untuk bergabung dalam pasukan-pasukan jihad fi sabilillah, melawan aliansi zionis salibis dan antek-anteknya di Kawasan. Bukan menyalurkan energi para pemuda dengan turun ke jalan-jalan untuk melakukan demonstrasi-demonstrasi tanpa senjata.”
Syekh Usamah dalam risalahnya tersebut mengomentari pelbagai cara dan tuntutan yang dilakukan oleh sebagian besar kaum Muslimin dan sebagiannya adalah menyimpang, lalu memberikan solusi yang benar sesuai syari’at Islam.
“Meskipun terdapat banyak jalan menyimpang, namun di sana ada satu jalan lurus untuk merebut kembali Al-Aqsha dan Palestina, yaitu jihad fi sabilillah, seperti yang telah kami singgung tadi.”
Beliau juga menyinggung mereka yang mencukupkan diri dengan hanya membebankan tanggung jawab masalah Palestina hanya kepada penguasa dan ulama.
“Mencukupkan diri membebankan tanggung jawab kepada penguasa dan ulama, setelah itu berpangku tangan dari jihad, tidaklah membebaskan kalian dari tanggung jawab. Tidak lain itu juga merupakan jalan untuk melarikan diri. Perintah Allah di dalam Al-Quranul Karim untuk berjihad di jalan-Nya sudah jelas, baik berjihad dengan jiwa maupun harta, hingga kebutuhan (jihad) tercukupi.”
Terakhir beliau berpesan kepada kaum Muslimin Palestina.
“Saudara-saudaraku di Palestina…Berkali-kali kalian menanggung kesusahan seperti yang dialami bapak-bapak kalian selama sembilan dekade ini, dan sesungguhnya kaum Muslimin bersimpati terhadap kalian karena apa yang mereka saksikan dan mereka dengar. Sedangkan kami, mujahidin, juga bersimpati kepada kalian. Dan simpati kami lebih besar, karena mujahidin juga mengalami kehidupan sama dengan yang kalian alami. Yang mereka rasakan lebih susah dari apa yang kalian rasakan. Mereka dibombardir sebagaimana kalian dibombardir, dengan pesawat-pesawat yang sama. Mereka kehilangan orang-orang tercintanya sebagaimana kalian kehilangan. Maka segala puji bagi Allah, kita adalah milik Allah dan kepada-Nya saja kita akan kembali.”
Akhirnya, kembali Hamas harus dinasehati secara keras. Ini adalah waktu dan saat-saat untuk memilih bagi Hamas, apakah akan berpihak kepada tauhid yang murni, atau kepada demokrasi yang palsu. Hamas harus tegas dan jelas dalam memilih, apakah ingin berdiri di bawah bendera tauhid atau berdiri di bawah bendera demokrasi, sehingga rela menumpahkan darah saudara Muslimnya, dengan alasan nasionalis sempit produk demokrasi. Hamas harus kembali ke khittah perjuangannya dahulu, jihad fie sabilillah mengusir seluruh orang-orang yahudi Israel dari bumi suci Palestina.
Wallahu’alam bis showab!
By: M. Fachry
Arrahmah.Com International Jihad Analys
Ar Rahmah Media Network
The State of Islamic Media
© 2009 Ar Rahmah Media Network