STOCKHOLM (Arrahmah.com) – Kini, tidak ada lagi daging halal yang disajikan di kantin sekolah-sekolah Eskilstuna, Swedia. Pada hari Kamis (1/6) lalu, para politisi dalam komisi pendidikan dan anak-anak mengadopsi aturan baru yang mengatur bahwa makanan dan produk-produk tidak akan disiapkan berdasarkan agama.
Dalam panduan baru bagi makanan di Prasekolah dan sekolah yang dibuat oleh dewan kota, menyatakan bahwa makanan dan produk-produk tidak akan disiapkan berdasarkan agama, contohnya seperti daging halal.
Menurut salah seorang konsultan makanan, Sophia Ånhed, ia mengatakan bahwa beberapa Prasekolah di kota sebelumnya membeli daging halal karena kontrak yang ada, namun hal ini akan dihentikan bila peraturan tersebut diadopsi oleh pihak sekolah.
“Kebanyakan sekolah tidak menyediakan daging halal. Jadi saya rasa kita tidak begitu unik,” ujarnya.
Abd al Haqq Kielan, ketua dari Komunitas Masyarakat Islam Swedia mengatakan bahwa hal itu merupakan diskriminasi murni dan secara tidak langsung merupakan sebuah pelanggaran hukum.
Pertemuan terakhir Komisi Pendidikan dan Anak-anak ditunda karena mereka ingin mempelajari lebih lanjut kasus mereka setelah mendapat informasi baru. Namun, ketua komisi, seorang sosial demokrat Johan Nilsson, mengatakan bahwa keputusan akan dibuat pada pertemuan berikutnya.
Menu alternatif ‘pengganti’ daging halal
Rencananya mereka yang makan daging halal, sekarang akan diarahkan untuk makan makanan bagi vegetarian atau memakan ikan sebagai alternatif, yang akan menjadi makanan pengganti daging yang cukup memuaskan.
Johan Nilsson mengatakan bahwa banyak sekolah-sekolah lain di seluruh Swedia telah melakukan hal yang sama yakni menawarkan menu-menu alternatif. Karena itu, dia tidak melihat hal tersebut sebagai diskriminasi dan melanggar hukum.
Muslim Swedia tidak memakan daging dari hewan yang disembelih di Swedia dengan cara tradisional Swedia, atau jika hewan tersebut terkena bidikan, dipukuli sampai mati atau mati sendiri.
Memotong dengan metode yang halal berarti hewan dibunuh dengan memotong nadi tanpa pembiusan, itu adalah satu-satunya metode yang diterima Islam.
Sementara itu ada ratusan anak-anak Muslim yang bersekolah Prasekolah dan sekolah di Eskilstuna yang mulai musim gugur ini tidak akan bisa lagi makan daging di sekolah.
Abd Al Haqq Kielan, yang juga merupakan imam di mesjid Sabirin di Eskilstuna, mengatakan bahwa kota berisiko melakukan diskriminasi bertarget yang tidak umum. Anak-anak akan merasa terkucilkan. Penyembelihan secara halal tidak melanggar hukum negara dan para politisi rupanya tidak mengerti itu.
Ia berpikir bahwa anak-anak Muslim harus mempunyai hak yang sama seperti yang lain dan menunjukkan bahwa sekolah sekitar Stockholm menyediakan daging halal.
Di sekolah dimana daging halal tidak tersedia, anak-anak dipaksa untuk makan makanan vegetarian, yang tidak memuaskan rasa lapar mereka. Ini berarti mereka akan mengalami kesulitan mengikuti tugas sekolah dan akan menjadi lelah.
Ia juga mengatakan bahwa melarang penyediaan daging halal di sekolah-sekolah di Eskilstuna sama saja dengan menyiksa anak-anak.
Sebelumnya, dalam sebuah surat kepada pemerintah Swedia, pimpinan SMF Mahmoud Aldebe, meminta pemerintah untuk menghormati “hak hak demokratis” Muslim Swedia untuk meningkatkan kebebasan beragama.
Dia mengemukakan bahwa seluruh negara di Uni Eropa telah memperbolehkan penyembelihan secara religius dan dapat diterima oleh semua otoritas keagamaan. Penyembelihan tradisional cara Swedia ini berlangsung sejak tahun 1937, dimana umat Muslim masih berjumlah 20 orang, bandingkan dengan sekarang yang telah mencapai 500.000 orang.
Larangan daging halal atas nama “perlidungan hewan”?
Metode penyembelihan halal dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, mengiris melalui kulit, kerongkongan, dan trakhea yang pada akhirnya menyebabkan keluarnya darah dari binatang yang disembelih untuk kemudian dikeluarkan isi perutnya menurut hukum dan ketentuan Islam yang berlaku.
Permasalahan yang muncul saat ini adalah ketika obat penghilang rasa sakit diberikan kepada hewan yang akan disembelih. SMF sedang mencari dispensasi dari kementerian peternakan mengenai peraturan tentang sengatan listrik yang harus diberikan terlebih dahulu kepada hewan sebelum dipotong dengan alasan untuk menghindari rasa sakit pada hewan.
Dia berpendapat bahwa dewan haruslah “melihat permasalahan sebagai suatu hal yang lebih dari perlindungan hewan” dan jika hal tersebut adalah permasalahannya, maka tindakan seperti perburuan hewan dan pemotongan babi juga harus dilarang.
Departemen yang terkait sekarang telah bergabung dengan kementerian agrikultur dan sejak saat itu, belum ada tindakan untuk menanggapi protes dari kaum Muslim tersebut. (sm/rasularasy/arrahmah.com)