YANGON (Arrahmah.com) – Peraih Nobel Myanmar Aung San Suu Kyi telah dituduh menghasut “sentimen anti-Rohingya dan anti-pekerja” di Facebook, termasuk sebuah pos yang menuduh Program Pangan Dunia (WFP) memberi makan ‘militan’ Muslim, The Australian melaporkan pada Selasa (29/8/2017).
Pos lainnya yang ditulis oleh Penasihat Negara Myanmar pada akhir pekan ini menunjukkan gambar warga sipil “Hindu” yang tewas, termasuk tiga anak dengan luka mengerikan, yang ia klaim dibunuh oleh Muslim setelah tertangkap dalam bentrokan baru di negara bagian Rakhine.
Keduanya diunggah pada Ahad (27/8) di halaman Komite Informasi Dewan Penasihat Negara Myanmar, salah satu dari beberapa situs resmi Suu Kyi, yang memimpin pemerintah.
Pernyataan di halaman Facebook resmi Suu Kyi pada Minggu mengklaim bahwa “staf INGO (organisasi non-pemerintah internasional) telah berpartisipasi saat ‘teroris ekstremis’ mengepung desa Taungbazar” di Rakhine pada akhir pekan.
“Demikian pula … biskuit berenergi tinggi yang telah didistribusikan oleh Program Pangan Dunia (WFP) telah ditemukan di kamp tempat para ‘teroris’ berlindung di pegunungan Yu Mei.”
WFP adalah satu dari sedikit kelompok bantuan yang diizinkan beroperasi di Rakhine, yang membagikan bantuan makanan kepada warga sipil Rohingya yang diasingkan ke kamp-kamp. Lebih dari 80.000 anak balita diperkirakan menderita gizi buruk.
Dalam sebuah pernyataan kemarin (27/8), WFP mengatakan bahwa pihaknya mengetahui sebuah foto dari satu kotak biskuit WFP yang dilaporkan ditemukan di sebuah kamp pelatihan bulan lalu.
“WFP menanggapi tuduhan pengalihan makanan dengan sangat serius dan kami meminta lebih banyak rincian dari pihak berwenang dan meminta untuk melihat nomor batch biskuit karena ini akan memungkinkan kami untuk melacak asal-usul dan tempat distribusinya. Kami masih menunggu rincian ini disediakan,” ungkap lembaga donor tersebut.
Semua operasi bantuan makanan di Negara Bagian Rakhine telah ditangguhkan, yang mempengaruhi 250.000 pengungsi internal dan populasi rentan lainnya, dan pihaknya berkoordinasi dengan pihak berwenang untuk segera melakukan distribusi sesegera mungkin.
Juru bicara Fortify Rights, Matthew Smith, mengatakan bahwa sejumlah pernyataan melalui jejaring sosial tersebut menyarankan agar kantor Penasihat Negara membuat sentimen anti-Rohingya yang luas dengan menggambarkan seluruh penduduk Rohingya sebagai militan.
“Dia secara aktif membentuk sentimen anti-Rohingya dan anti-pekerja dalam situasi yang sudah mematikan dan parah … pada saat dia harus melakukan segalanya dengan kekuatan yang ia miliki sebagai pemimpin negara untuk menanamkan ketenangan dan mempromosikan hak asasi manusia,” kata Smith.
Smith dengan tegas mengutuk serangan tersebut, namun mengatakan bahwa pemerintah harus menanggapi dengan adil dan menghormati hak asasi manusia.
Sementara itu, pihak berwenang Myanmar sibuk mengevakuasi sekitar 4.000 non-Muslim dari Rakhine pada akhir pekan, tanpa memberikan perlakuan serupa pada seorang pun Muslim di sana. Sebaliknya, ribuan Muslim Rohingya, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah melarikan diri ke perbatasan Bangladesh, namun ditolak masuk oleh penjaga perbatasan negara tersebut.
Pada Ahadf (27/8), International Crisis Group (ICG) meminta militer untuk membedakan antara pemberontak dan warga sipil, dan memberikan perlindungan kepada semua warga sipil yang terjebak dalam pertempuran tersebut.
(althaf/arrahmah.com)