WASHINGTON (Arrahmah.com) – Pada hari yang sama (7/3/2011) saat Menteri Pertahanan AS, Robert Gates, mengatakan bahwa Amerika akan terus mempertahankan kehadiran militernya di Afghanistan melebihi 2014, sebuah jajak pendapat baru menemukan bahwa mayoritas rakyat Amerika ingin semua pasukan AS ditarik dalam waktu satu tahun.
Lembaga survei Rasmussen, survei yang sering dituding mengandung kekeliruan, menemukan bahwa mayoritas responden sekali lagi ingin pemerintah AS menetapkan jadwal untuk menarik pasukan Amerika dari Afghanistan dalam waktu satu tahun. Dalam survei itu, 31 persen menginginkan pasukan pulang saat ini. Pada bulan September 2010, hanya 43 persen pemilih cenderung menginginkan waktu satu tahun.
Presiden AS, Barack Obama, sudah menentukan rencana untuk mulai menarik pasukan pada bulan Juli 2011 dan kemudian mengakhiri operasi tempur pada tahun 2014. Tetapi pada hari Senin (7/3), Gates mengklaim bahwa baik pemerintahan AS maupun Afghanistan setuju pasukan AS harus tetap di Afghanistan bahkan setelah tanggal tersebut.
Tujuh puluh tiga persen dari kubu Demokrat mendukung batas waktu satu tahun, dibandingkan dengan 37 persen dari kubu Republik. Namun, baru-baru ini telah terjadi kurangnya dukungan di kedua belah pihak, dengan 24 persen sejak enam bulan lalu dari kubu Republik mendukung agar tentara pulang dalam waktu setahun.
Lembaga Rasmussen juga menemukan dalam survei yang dilakukan pada tanggal 4 hingga 5 Maret, bahwa 41 persen warga Amerika tidak yakin akan kesuksesan misi AS di Afghanistan. Hanya 27 persen yakin akan kemenangan AS.
Survei USA Today/Gallup Februari lalu juga menemukan bahwa 72 persen warga Amerika mendukung Kongres untuk memutuskan jadwal penarikan pasukan lebih cepat dari Afghanistan.
Sementara itu, menteri luar negeri AS, Hillary Clinton, mengatakan pada Desember tahun lalu bahwa opini publik yang merendahkan perang tidak akan mengubah kebijakan pemerintahan.
“Saya sangat menyadari perhatian rakyat, dan saya memahaminya,” katanya. “Tapi saya tidak berpikir para pemimpin – dan tentu saja presiden – tidak akan membuat keputusan yang merupakan urusan hidup dan mati serta keamanan masa depan bangsa berdasarkan pemungutan suara.” (althaf/arrahmah.com)