JAKARTA (Arrahmah.com) – Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Ade Irawan, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa menyebutkan, hal itu terbukti dari banyaknya keluhan pasien miskin terutama kelompok perempuan terhadap pelayanan rumah sakit.
Keluhan tersebut antara lain terkait dengan buruknya pelayanan perawat, sedikitnya kunjungan dokter pada pasien rawat inap, dan lamanya pelayanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (apoteker dan petugas laboratorium).
Selain itu, menurut Ade, pasien juga mengeluhkan buruknya kualitas toilet, tempat tidur, makanan pasien dan rumitnya pengurusan administrasi serta mahalnya harga obat.
ICW menyimpulkan hal tersebut berdasarkan survei yang dilakukannya pada bulan November 2009, yang mengambil sampel 738 pasien miskin.
Sampel tersebut terdiri atas pasien yang melakukan baik rawat inap maupun rawat jalan, pemegang kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Keluarga Miskin (Gakin), dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Para pasien tersebut dirawat di 23 rumah sakit yang tersebar dan berada di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Hasil survei tersebut menunjukkan antara lain sebanyak 65,4 persen dari pasien perempuan yang menjalani rawat inap mengeluhkan sikap perawat yang kurang ramah dan simpatik terhadap mereka.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan tentang pengurusan administrasi yang dinilai rumit (28,4 persen) dan memiliki antrian yang panjang (46,9 persen). Rata-rata waktu pengurusan administrasi untuk satu orang pasien bisa menghabiskan waktu sebanyak 1 jam 45 menit.
Berdasarkan hasil survei tersebut, ICW merekomendasikan agar rumah sakit meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien miskin dengan meningkatkan kunjungan dokter, keramahan perawat, kecepatan pelayanan kesehatan, serta peningkatan kualitas sarana dan prasarana rumah sakit.
Selain itu, rumah sakit juga harus menyampaikan informasi tentang hak-hak pasien terkait standar pelayanan rumah sakit, dan membuka mekanisme keluhan/ pengaduan serta menindaklanjuti keluhan tersebut secara transparan dan bertanggung jawab sesuai pasal 36 dan 37 UU Pelayanan Publik No 25/2009.
LSM antikorupsi itu juga meminta Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih segera membentuk badan pengawas rumah sakit dan mengambil tindakan administratif terhadap rumah sakit yang memberikan pelayanan yang buruk terhadap pasien miskin. [ant/hdytlh/arrahmah.com]