SANA’A (Arrahmah.com) – Suriah mengatakan pada Sabtu (26/1/2019) bahwa pihaknya siap untuk menghidupkan kembali perjanjian keamanan penting dengan Turki yang menormalisasi hubungan selama dua dekade sebelum konflik 2011 jika Ankara menarik tentaranya keluar dari negara yang dilanda perang itu dan berhenti mendukung oposisi, Reuters melaporkan.
Dalam sebuah pernyataan kementerian luar negeri, Suriah mengatakan pihaknya berkomitmen pada perjanjian Adana 1998, yang memaksa Damaskus berhenti memendam Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah melancarkan pemberontakan bersenjata terhadap negara Turki selama beberapa dekade.
“Suriah tetap berkomitmen untuk perjanjian ini dan semua perjanjian yang berkaitan dengan memerangi teror dalam segala bentuknya oleh kedua negara,” kata pernyataan kementerian luar negeri yang dirilis di media pemerintah.
Damaskus, bagaimanapun, mengatakan menghidupkan kembali kesepakatan Adana, yang Presiden Rusia Vladimir Putin angkat selama pertemuan puncaknya dengan Presiden Turki Tayyip Erdogan pekan lalu, bergantung pada Ankara yang mengakhiri dukungan terhadap para pejuang oposisi yang berusaha untuk menggulingkan Presiden Suriah Bashar Asad dan menarik pasukannya keluar dari barat laut Suriah.
Turki telah mengukir lingkup pengaruh di daerah kantong yang dikuasai oposisi di Suriah barat laut di sekitar provinsi Idlib dengan bantuan pejuang Arab arus utama yang didukungnya. Pasukannya memantau zona penyangga di provinsi itu berdasarkan kesepakatan dengan Rusia dan Iran.
Sumber-sumber diplomatik Barat mengatakan bahwa waktu usulan Putin untuk menghidupkan kembali kesepakatan Adana mengisyaratkan suatu langkah melawan seruan Presiden AS Donald Trump baru-baru ini untuk mendirikan zona aman di sepanjang perbatasan di dalam wilayah Suriah dalam rangka mendukung orang Kurdi.
Suriah tidak menyebutkan bagaimana mereka akan berurusan dengan teroris YPG / PKK yang didukung AS.
Dalam sebuah pidato pada Jumat (25/1), Erdogan, yang telah lama menyerukan penggulingan Asad dan telah menampung jutaan warga Suriah yang melarikan diri dari perang, tidak menolak perjanjian Adana, dengan mengatakan hal itu memberi Turki hak untuk memasuki wilayah Suriah ketika itu menghadapi ancaman.
Turki, yang memiliki populasi besar Kurdi, melihat wilayah yang dikuasai Kurdi di Suriah sebagai ancaman bagi keamanan nasionalnya. Negara itu telah berulang kali menyatakan tidak akan menunggu untuk menghilangkan YPG dan hanya itu yang bisa membangun zona aman di sepanjang perbatasannya dengan Suriah. (Althaf/arrahmah.com)