DAMASKUS (Arrahmah.com) – Suriah sedang mempertimbangkan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir pertama pada tahun 2020 untuk memenuhi kebutuhan listrik yang terus tumbuh dengan pesat, dokumen dari Komisi Energi Atom Suriah melaporkan Selasa (15/2/2011).
Makalah yang dipasang di situs Badan Energi Atom Internasional memang tidak mengatakan apakah Suriah, yang berada di bawah penyelidikan IAEA karena dicurigai melakukan kegiatan nuklir rahasia, juga dapat mempertimbangkan untuk membuat bahan bakar sendiri melalui fasilitas tersebut. Setiap Suriah meminta untuk memulai pengayaan uranium, seperti sekutunya Iran, akan cenderung membuat Amerika Serikat dan sekutu Barat lainnya waspada terhadap kegiatan atom Damaskus. Barat menganggap bahwa bahan tersebut juga dapat digunakan untuk membuat bom jika terus diperbanyak lagi.
Rusia mengatakan pada bulan Mei tahun lalu, saat berkunjung ke Damaskus, melalui Presiden Dmitry Medvedev, bahwa pihaknya sedang belajar membangun pembangkit listrik atom di Suriah.
Sementara itu, para pejabat Suriah tidak memberikan rincian informasi mengenai kabar ini dan tidak ada yang bersedia untuk mengomentarinya.
“Pada prinsipnya, membangun pembangkit tenaga nuklir, selama Anda tidak menggunakannya sebagai alasan untuk mengembangkan seluruh siklus bahan bakar … tidak harus menjadi perhatian utama,” kata Pierre Goldschmidt, mantan kepala inspeksi global di IAEA.
Setiap negara memiliki hak untuk mengembangkan energi nuklir asalkan mereka memenuhi komitmen mereka di bawah Perjanjian Non-Proliferasi (NPT) dan fasilitas pengembangannya berada di bawah pengawasan IAEA.
Belum lama ini, laporan intelijen AS menyatakan fasilitas Dair Alzour adalah reaktor nuklir baru yang dirancang oleh Korea Utara dan dimaksudkan untuk menghasilkan senjata plutonium.
Seperti Iran, Suriah menyangkal pernah memiliki program bom atom dan mengatakan justru Israel yang harus diselidiki. Suriah mengklaim bahwa Dair Alzour adalah fasilitas militer non-nuklir. (althaf/arrahmah.com)