BEIRUT (Arrahmah.com) – Pemerintah Suriah menuduh Turki gagal memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam kesepakatan dengan Rusia untuk menciptakan zona bebas demiliterisasi dari para jihadis di barat laut, bertentangan dengan pandangan Rusia bahwa Ankara memenuhi kesepakatan itu, lansir Reuters, Selasa (30/10/2018).
Kesepakatan yang dibuat pada September antara Rusia, sekutu paling kuat Presiden Bashar al-Assad, dan Turki, yang mendukung pemberontak, menghentikan serangan besar pemerintah ke wilayah Idlib yang ditentang oposisi.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada Sabtu (27/10) bahwa Ankara memenuhi kewajibannya di Idlib.
Namun Menteri Luar Negeri Suriah Walid al-Moualem mengatakan dalam komentar yang dilaporkan Senin malam (29/10) bahwa Turki tampaknya tidak mau melaksanakan kesepakatan itu.
“Para teroris masih ada dengan senjata berat mereka di wilayah ini dan ini merupakan indikator keengganan Turki untuk memenuhi kewajibannya,” kata Moualem di Damaskus, menurut kantor berita resmi SANA.
Pemerintah Suriah telah berjanji untuk memulihkan “setiap inci” Suriah, termasuk wilayah Idlib.
Perjanjian Turki-Rusia membentuk zona penyangga yang seluas 15-20 km (9-13 mil) jauh ke wilayah pemberontak yang seharusnya bebas dari senjata berat dan jihadis pada pertengahan Oktober.
Kelompok Tahrir al-Sham mengangguk menyetujui perjanjian Turki tetapi tanpa secara eksplisit mengatakan akan menaatinya.
Daerah Idlib dan sekitarnya adalah benteng terakhir pemberontakan anti-Assad.
Turki telah membentuk 12 posisi militer di barat laut di bawah perjanjian sebelumnya dengan Rusia dan Iran, sekutu utama Assad lainnya.
PBB memperingatkan bahwa setiap serangan besar ke wilayah Idlib akan menyebabkan bencana kemanusiaan. Wilayah ini dihuni sekitar 3 juta orang. (Althaf/arrahmah.com)