Kaum Muslimin seharusnya tidak pernah membuat Jannah hanya sebagai satu-satunya tujuan hidupnya. Sungguh, kensekuensi dari hal yang demikian itu akan mengakibatkan seorang individu tidak lagi lebih mementingkan apakah Allah akan ridho atau tidak kepada mereka. Tentu saja, mereka akan selalu lebih memperhatikan tentang impian untuk masuk kedalam jannah daripada memikirkan tentang apakah mereka benar-benar memenuhi syarat-syaratnya atau tidak, dan apa yang mereka telah kerjakan agar mereka pantas untuk mendapatkannya.
Satu-satunya Ghayaah (keinginan dan target) bagi seorang Muslim seharusnya adalah untuk mencari keridhoan Allah, sambil berharap balasan dari Tuhannya (surga). Selanjutnya, surga adalah bukan satu-satunya objek dalam hidupnya; tetapi lebih baik untuk mencari keridoan Allah (swt). Namun, surga ini yang kita bicarakan membutuhkan sejumlah pengorbanan dan tekat yang sangat besar, serta ini telah dikonfirmasikan oleh Rasulullah (saw) yang berkata dalam sebuah hadits yang cukup terkenal:
Pada saat Allah menciptakan surga dan neraka, dia mengutus Jibril untuk masuk kedalam surga, Allah berkata : ‘pergi dan lihatlah berbagai hal yang telah Aku sediakan di tempat itu untuk para penghuninya.’ Maka Jibril pun pergi dan melihat-lihat pada apa yang Allah telah sediakan bagi para penghuninya. Dia kemudian datang kembali dan berkata: ‘demi kemuliaanmu, siapa saja yang akan mendengar tentangnya akan merindukan untuk memasukinya.’ Kemudian Dia memerintahkan untuk mengelilingi surga itu dengan berbagai kesukaran/ penderitaan, dan berkata pada Jibril: ‘pergilah kembali dan lihatlah apa yang telah aku siapkan di dalamnya bagi para penghuninya.’ Kemudian dia datang kembali dan berkata: ‘demi kemulianmu, aku takut bahwa tidak ada seorangpu yang akan memasukinya.’
Kemudian Dia mengutus Jibril untuk masuk kedalam neraka dengan berkata: ‘pergilah dan lihtlah apa yang telah aku siapkan bagi para penghuninya.’ Kemudian Jibril kembali dan berkata: ‘demi kemulianmua, siapa saja yang mendengarnya tidak akan pernah untuk mencoba memasukinya.’ Kemudia Dia memerintahkan Jibril untuk mengelilinginya dengan hasrat dan kesenangan, dan berkata: ‘pergi dan lihatlah apa yang telah Aku persiapkan di dalamnya bagi para penghuninya.’ Kemudian Jibril pun pergi dan melihatnya, kemudian datang dan berkata, ‘demi kemuliaanmu, aku takut bahwa tidak ada seorangpun bisa luput untuk memasukinya.” (HR Muslim, Abu Daud dan Imaam Ahmad)
Dan Rasulullah (saw) juga bersabda: “Neraka itu dikelilingi oleh kesenangan, dan surga itu dikelilingi oleh kesukaran.” (HR Bukhari dan Muslim)
Selanjutnya kepada saudara dan saudariku, setelah mengetahui Hadits-hadits ini bagaimana bisa kita mengharapkan jalan kepada surga dengan sederhana, mudah atau bahkan tanpa ujian? Kita mengetahui dengan baik bahwa satu-satunya jalan untuk mendapatkan keridhoan dan memasuki surga adalah dengan mengikuti Rasulullah (saw) dan para Shahabat-shahabatnya, namun apakah sudah sama perjuangan kita sekarang ini dengan perjuangan mereka telah lakukan untuk mendapatkan keridhoan Tuhan mereka? Rasulullah (saw) dan para Shahabat-shahabatnya telah menyerahkan tanah air mereka, kemudian diejek, disiksa, ditertawakan, diboikot, dibunuh, diserang dan di fitnah – berapa banyakkah dari penderitaan-penderitaan ini yang telah kita dapatkan? Pada waktu kita kehilangan sedikit harta, di caci oleh orangtua kita, dilabeli oleh kuffar atau menghadapi sedikit kritikan dari orang-orang yang disebut ‘Muslim’, kita dengan sepenuhnya memberikan dakwah kita, Aqidah dan semangat untuk berjuang demi Dien Allah, dan tetap tabah dalam menghadapi segala ujian yang menghadap.
Ini adalah sesuatu yang sangat penting bagi kita untuk memahami konsep ini secara benar dengan tujuan untuk mengingatkan kita agar tetap teguh dan memegang dien ini. Allah (swt) akan selalu menguji orang-orang yang beriman; kadang-kadang Dia mungkin menguji kita dengan keluarga kita atau kekayaan, dan di lain waktu Dia mungkin menguji kita dengan Kuffar, munafiqun, kaum Muslimin yang menyimpang tau bahkan dengan teman dekat kita. Ini adalah janji dari Allah (swt); selanjutnya, kita harus selalu berserah diri kepadaNya.
Kepada kaum Muslimin, kita tidak akan kehilangan harapan dari Allah. ingatlah selalu bahwa setiap ujian yang kita hadapai, para Shahabat telah menghadapi dengan scenario yang lebh buruk lagi. Ibnu Taimiyah, Abu Hanifah, Ahmad bin Hambal dan masih banyak lagi ulama terbaik yang telah menghadapi berbagai rintangan, tetapi mereka tidak pernah mau mengkompromikan seruannya. ‘Ammar bin Yasir (ra) yang telah menyaksikan dengan matanya sendiri siksaan dan pembunuhan yang dilakukan atas ibunya; Hamzah telah di bunuh; Bilal telah disiksa; Utsman telah dibunuh. Apakah macam-macam kesukaran yang dihadapai oleh para Shahabat pernah kita hadapi dalam hidup kita karena Allah semata?
Jika kita mendengar seorang munafiq atau pembuat kerusakan mereka berkata,”Ya tetapi itu adalah pada waktu mereka. Faktanya sekrang berbeda dan kita hidup dalam situasi yang berbeda saat ini”, sebaiknya jangan pernah mendengarkan perkataan mereka, karena mereka punya sebuah penyakit dalam hati mereka. Tidak ada seorangpun akan masuk kedalam surga tanpa berhadapan dengan ujian yang sangat hebat dari Allah (swt) di setiap lingkaran kehidupan, karena Allah akan menguji orang-orang yang mencintaiNya:
“Pada saat Allah ingin memberikan kebaikan kepada seseorang Dia akan mengujinya.” (HR Bukhari)
Kita telah mendengar banyak orang-orang yang memepunyai karakteristik dari munafiqun sering kali berkata untuk ‘menghargai’ mujahidien dan orang-orang mukhlis yang telah kehilangan anggota tubuhnya karena Allah atau kaum Muslimin yang ditangkap (dipenjara): ” Allah akan menghukum orang-orang ini.” Kita akan memperingati mereka tentang salah satu ayat Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang: “Kalau mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh.” Akibat (dari perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat di dalam hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan” (QS Ali Imran 3: 156)
Suatu saat mungkin kita tidak mempunyi makanan untuk dimakan, tidak mempunyai pakaian untuk digunakan, tidak ada rumah untuk ditempati, tidak ada keluarga yang dimintai pertolongan, dan tidak ada anggota tubuh untuk membantu pekerjaan kita. Jika kita pernah merasakan ujian dari Allah (swt) dan kita akan menemukan diri kita dalam situasi-situasi ini, maka hal terbaik yang hanya bisa katakana adalah,”al hamdulillah.” Seharusnya kita menjadi orang-orang yang bersyukur dalam keadaan susah dan senang. Sungguh, seseorang yang tidak bersyukur kepada Tuhannya akan mendapatkan kesengsaraan hidup di dunia, dan di hari akhir dia akan dipermalukan dan dihinakan.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS Al Baqarah 2: 214)
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS Al Ankabut 29: 2-3)
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al Baqarah 2: 155-157)
—-
wallahu a’lam biss showab..