Oleh Abu Husein At-Thuwailibi
(Arrahmah.com) – Bismillah. Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah yang tiada Tuhan yang berhak disembah secara benar kecuali Dia, yang menjadikan Islam sebagai agama yang paling benar di sisi-Nya.
Semoga Shalawat dan Salam senantiasa tercurahkan kepada baginda yang mulia Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam yang telah di abadikan dalam kitab injil sebagai penutup para Nabi.
Semoga Allah yang Maha Esa senantiasa menjaga dan melindungi kita dalam Naman-Nya…Aamiin.
Yang terhormat Bapak Presiden Joko Widodo dan Bapak Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang kami hormati, dengan segala kerendahan hati kami, kami hendak menyampaikan pesan dari Nabi Muhammad 1400 tahun yang lalu buat anda berdua dan kita semua ummat Islam.
Dalam Kitab Musnad dan Kitab Sunan diriwayatkan bahwasanya Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa shahbibi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ وَفِي لَفْظٍ: لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum (komunitas), maka dia termasuk bagian dari kaum (komunitas) tersebut.” (HR. Imam Abu Daud)
Artinya: Barangsiapa yang ikut merayakan natal (hari raya orang kafir Kristen), atau sekedar mengenakan atribut perayaan natal, maka ia bukan termasuk ummat Muhammad dan bisa menjadi murtad !
Karena Natal (yang berasal dari bahasa Portugis yang berarti “kelahiran”) adalah hari raya kaum kafir Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristen penyembah salib pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember dan juga kebaktian pagi tanggal 25 Desember.
Maka jelaslah, Natal adalah hari perayaan atas kelahiran Yesus Kristus. Pertanyaannya apakah perayaan tersebut atas dasar beliau sebagai seorang Nabi atau “Tuhan”?
Apabila atas dasar beliau sebagai seorang Nabi, maka sama dengan perayaan maulid Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam yang mana ini termasuk kategori bid’ah munkaroh yang artinya mengada-ada dalam agama yang tidak beliau contohkan dan mengandung tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dan berbagai kemungkaran lainnya.
Tidak diragukan lagi, mereka merayakannya atas dasar Yesus Kristus sebagai “Tuhan” mereka, bukan sebagai Nabi. dengan kata lain atas dasar kesyirikan yang berarti kekufuran.
Allah yang Maha Esa berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) dan orang-orang musyrik akan masuk neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluq.” [QS. Al-Bayyinah: 6]
Mereka adalah makhluk yang hina dan dimurkai Allah, apakah patut seorang yang beriman kepada Allah dan mengaku Muslim lalu memuliakan dan menghormati yang Allah hinakan dan murkai dengan mengucapkan “Selamat Natal”? Atau bahkan sampai kita turut dalam acara perayaan Natal? Na’udzubillah.
Allah yang Maha Esa berfirman,
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
“Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami!? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” [QS.Al-Furqon: 44]
Mereka (orang-orang kafir Kristen) lebih sesat dari binatang ternak karena menganggap Nabi yang manusia biasa sebagai “Tuhan”, bahkan mereka merayakan kelahirannya, mereka tahu dia lahir sama seperti manusia yang lainnya juga lahir dari rahim seorang ibu, lalu apakah kita mengucapkan Selamat atas kesesatan mereka ? Lalu kita membolehkan masyarakat muslimin indonesia untuk menggunakan atribut-atribut mereka ? Ini namanya keterpuruan berfikir seorang menteri agama.
Pernyataan tegas tentang kafirnya kristen Allah yang Maha Esa berfirman,
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
“Sungguh telah kafir orang-orang (Kristen) yang mengatakan bahwa Allah adalah ‘Isa Al-Masih bin Maryam.” [QS.Al-Maidah: 17]
Mereka kafir karena menganggap Yesus sebagai sesembahan mereka, bukankah yang mereka rayakan hari lahirnya?! Lalu Patutkah kita mengatakan Selamat atas kekafiran mereka ?
Bapak Presiden Jokowi yang kami hormati, sungguh ironis, negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia bukannya dihormati, justru seolah malah dipaksa untuk tunduk pada kepentingan orang-orang Kristen dalam hari raya mereka (yakni natal), dengan alasan “toleransi”.
Para pengusaha kafir Kristen, di gerai, toko, retail dan perusahaan, mereka pun tak segan-segan menyuruh para karyawan –termasuk muslim- yang bekerja di dalamnya untuk mengenakan atribut natal.
Parahnya lagi, demi ‘sesuap nasi’ para karyawan Muslim justru nurut bahkan sukarela mengenakan atribut natal, dengan baju dan topi merah seperti sinterklas.
Tak hanya itu, bahkan Kementerian Agama (Kemenag) yang dipimpin oleh Bapak Lukman Hakim Saifuddin melalui Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Dirjen Bimas Islam Kemenag), Bapak Machasin malah membolehkan pengunaan atribut natal bagi karyawan Muslim demi kepentingan bisnis.
Bahkan Bapak Presiden Jokowi pun konon katanya hendak merayakan hari Natal di Papua dengan dana 20 Miliar sebagaimana yang di beritakan sejumlah media, semoga saja Allah segera menurunkan Taufiq dan Hidayah-Nya kepada Bapak Presiden yang kami cintai sebelum tanggal 25 Desember sehingga yang terhormat bapak Jokowi membatalkan niatnya tersebut. Aamiin…
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Guru besar Imam Ibnu Katsir dan Ibnul Qayyim) berfatwa:
“Segala Puji Hanya Bagi Allah, Tidak halal bagi seorang Muslim untuk menyerupai mereka orang-orang kafir dalam segala hal yang menjadi yang ciri khas perayaan hari-hari besar mereka, tidak membantu mereka dengan makanan, pakaian, menyediakan penerangan, dan lain sebagainya. Kita juga tidak diperkenankan mengadakan perayaan, dukungan finansial, atau kegiatan perdagangan yang bertujuan memudahkan terselenggaranya acara tersebut.
Demikian juga tidak mengizinkan anak-anak berpartisipasi di tempat-tempat bermain dalam rangka memeriahkan hari raya mereka serta tidak berpenampilan perlente demi menyambut acara tersebut.
Secara umum, kita tidak diperkenankan mengkhususkan hari raya mereka dengan sesuatu yang terkait dengan syi’ar agama mereka. Umat Islam hendaknya menganggap hari raya tersebut sebagaimana hari-hari biasa saja, tidak ada kekhususan dan tidak ada sesuatu yang istimewa.
Apabila ada kaum Muslimin yang menyengaja menganggap (istimewa) hari raya orang kafir tersebut, maka sebagian ulama salaf dan khalaf membencinya.
Para ulama tidak berselisih terkait dengan menyikapi hari-hari tersebut sebagaimana penjelasan di atas. Sebagian di antara mereka bahkan mengatakan kufurnya seseorang yang menyokong dan berpartisipasi dalam perayaan hari raya mereka. Alasannya karena orang-orang tersebut turut mengagungkan syiar-syiar kekufuran.
Amirul Mukminin Umar bin Khathab, para sahabat Nabi, dan para ulama menyaratkan bagi orang-orang Nasrani untuk tidak menampakkan perayaan hari raya mereka di negeri-negeri Islam dan mereka diharuskan merayakannya secara sembunyi-sembunyi di rumah-rumah mereka.
Sampai-sampai Umar bin Khattab berkata; janganlah kalian mempelajari jargon-jargon orang ajam, dan janganlah kalian memasuki gereja-gereja orang musyrik pada hari raya mereka, karena sesungguhnya kemurkaan Allah turun pada mereka. lantas bagaimana orang akan melakukan apa-apa yang dimurkai Allah, termasuk diantaranya adalah syiar-syiar agama mereka?”
Didalam Kitab Thabaqatul hanabilah 1/12 dijelaskan:
كان الامام أحمد بن حنبل- رحمه الله – إمام أهل السنة إذا نظر إلى نصراني أغمض عينيه، فقيل له في ذلك، فقال- رحمه الله -: ” لا أقدرُ أن أنظر إلى من افترى على الله وكذب عليه !”
طبقات الحنابلة 1/12
Dahulu Imam Ahmad bin hambal,Imam Ahlus Sunnah, apabila beliau melihat seorang nashrani maka beliau menutup kedua matanya. kemudian ditanyakan hal itu kepada beliau,
Beliau menjawab, “Aku tidak sanggup untuk melihat orang-orang yang mengada-ada terhadap Allah dan berdusta kepada-Nya”.
Demikianlah yang dilakukan Imam Ahmad bin Hambal terhadap seorang kristen, karena begitu besar rasa Pengagungan beliau kepada Allah dan sangat faqihnya beliau Rahimahullah..
Lalu bagaimana dengan kita?
Apakah kita layak untuk mengikuti hari raya keagamaan mereka? Walau hanya sekedar mengucapkan “Selamat”
Toleransi dalam beragama bukanlah dengan mengikuti dan meniru segala kebudayaan dan hari-hari besar keagamaan mereka, meniru segala atribut natal adalah murtad.
Sedangkan toleransi adalah Lakum diinukum waliyadiin (bagi kalian agama syirik kalian bagiku agamaTauhidku.
Mohon maaf atas segala kekurangan, semoga Allah menjaga ummat ini dari pemurtadan terselubung dan dari segala keterpurukan rohani dan peran… Aamiin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
(*/arrahmah.com)