(Arrahmah.id) –
Kepada Ykh :
Jendral (Purn) Prabowo Subianto
Presiden terpilih periode 2024 – 2029
Di- Jakarta
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, segala ungkapan puji dan syukur hanyalah berhak ditujukan kepada Allah, Pengatur dan Penguasa alam semesta. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah memberikan pedoman beserta contoh tauladan, bagaimana membangun pola hidup yang benar dan berfaedah di dunia ini, baik dalam lingkup pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Maka Atas Berkat Rahmat Allah Yang Mahakuasa, dan dengan didorong keinginan luhur mewujudkan cita-cita Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Yaitu, menjadikan Indonesia bermartabat dan berbudaya mulia, Indonesia yang makmur, sejahtera dan bersaudara, Indonesia yang aman, bersatu, dan berdaulat, menuju “Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur,” negara yang adil, makmur dan mendapatkan ampunan dari Allah Swt, Pencipta dan Pemelihara alam semesta.
Dengan maksud dan tujuan tersebut, maka Kami dari Majelis Mujahidin, sebuah institusi yang mencita-citakan terlaksananya Syariat Islam di lembaga negara, menyampaikan Surat Aspirasi “DENGARLAH SUARA RAKYAT” ini, kepada Presiden terpilih Jendral (Purn) Prabowo Subianto, yang insya Allah akan dilantik pada 20 Oktober 2024.
Sepuluh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo ditandai dengan pembelokan konstitusi, falsafah negara Pancasila dan UUD 1945. Sejak menjadi Petugas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) dengan visi “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong (Ekasila)”, mengarusutamakan Pancasila 1 Juni 1945 yang diperas menjadi Ekasila (Gotong royong); yang diyakininya sebagai ideologi penuntun, penggerak, pemersatu perjuangan dan bintang pengarah yang meletakkan dasar dan sekaligus memberikan arah dalam membangun jiwa bangsa untuk menegakkan kembali kedaulatan, martabat dan kebanggaan sebagai sebuah bangsa. (Lihat visi misi Jokowi – JK dalam RPJMN 2015 – 2019).
Padahal Pancasila 1 Juni 1945 itu ahistoris, tidak pernah dikenal dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bahkan selama 21 tahun pemerintahan Bung Karno tidak pernah merekomendasikan Pancasila 1 Juni 1945, dan selalu menyatakan bahwa Pancasila falsafah dasar negara ada di dalam UUD 1945.
Akibatnya, salah kaprah pengamalan pancasila selama pemerintahan Presiden Jokowi, yang dipahami sebagai intisari dari Pancasila 1 Juni 1945, menyebabkan etika kehidupan berbangsa dan bernegara mengalami kemunduran, yang pada gilirannya mengundang krisis multidimensi. Ironisnya, salah paham pancasila ini, disadari atau tidak, telah mendegradasi, memarginalkan bahkan mendiskreditkan ajaran agama. Seakan-akan kemunduran, intoleransi, radikalisme dan terorisme yang terjadi di dalam negeri bersumber dari agama.
Ketua BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila), Prof. Drs. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D; secara gegabah menyatakan, bahwa agama adalah musuh terbesar Pancasila. “Pancasila adalah religius sekaligus sekuler,” katanya.
Patut diduga bahwa BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) sebuah badan yang kelahirannya diinisiasi oleh Presiden ke-5 RI dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri, sengaja menyusupkan Pancasila 1 Juni 1945 untuk menduplikasi falsafah dasar negara Pancasila yang rumusannya ada di dalam Pembukaan UUD 1945, sebagaimana dinyatakan dalam PERBPIP No.1 Tahun 2020 Tentang RENSTRA BPIP 2020 – 2024.
Impliklasi sosial-politiknya, terutama di masa-masa akhir kekuasaan Presiden Jokowi, Indonesia dilanda dekadensi moral yang sangat parah. Pasca dikeluarkannya PP No. 28 Tahun 2024 mengenai kesehatan, yaitu legalisasi aborsi bagi korban pemerkosaan, dan penyediaan alat kontrasepsi untuk anak usia sekolah dan remaja, telah menambah kerusakan moral di atas kerusakan yang sudah ada. Merajalelanya prostitusi online, perzinahan di kalangan remaja, mahasiswa, bahkan LGBT yang melanda lembaga pendidikan, termasuk Pesantren, sungguh meresahkan masyarakat.
Mengambil pelajaran dari perjalanan rezim Jokowi 2014 – 2024 yang telah melakukan kudeta konstitusional, dengan merubah berbagai aturan perundang-undangan, membiasakan berbohong dengan memberi kenyamanan sementara kepada rakyat, mengeksploitasi kekuasaan untuk kepentingan politik keluarga, kelompok dan kroninya. Maka kami mengingatkan Presiden Prabowo Subianto, bahwa sebagai Presiden RI yang akan memimpin 270 juta rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, supaya tidak melanjutkan paradigma serta kebijakan politik Presiden sebelumnya, yang represif terhadap lawan politik, dan terbukti banyak menyakiti serta meresahkan rakyat, dengan memperhatikan antara lain:
- Memilih para Menteri yang berintegritas, profesional, jujur, berakhlak mulia, dan tidak Islamophobia (Agamaphobia). Terutama, tidak melibatkan kroni-kroni Presiden sebelumnya, yang terindikasi kuat menjadi pendukung rezim oligarchi dan nepotisme.
- Menegakkan etika dan moral bernegara, melaksanakan kembali etika kehidupan berbangsa seperti termaktub dalam TAP MPR Nomor VI/MPR/2001.
- Membubarkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), yang terbukti meresahkan dan menjadi alat kekuasaan dengan menyimpangkan falsafah Pancasila yang sah. Kami berharap Presiden Prabowo dapat membangun jati diri bangsa dan negara (nation and character building) berbasis Ketuhanan Yang Maha Esa, menjadikan Syariah Islam sebagai pedoman utama dalam mengelola dan menata kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Memenuhi janji-janji kampanye, dengan mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia daripada kepentingan asing dan aseng dalam segala kebijakannya.
Demikian surat terbuka ini kami sampaikan sebagai tanggungjawab agama dan moral ikut membangun negeri. Semoga menjadi catatan dan masukan dalam mengelola bangsa dan negara ke depan menuju Indonesia Emas 2045.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
(ameera/arrahmah.id)