(Arrahmah.com) – Juru bicara kelompok “Daulah Islamiyah” atau Islamic State (IS) yang sebelumnya dikenal sebagai ISIS, Abu Muhammad Al-Adnani, pada Selasa (23/6/2015), telah kembali muncul dengan pidato audio terbarunya setelah lama tidak terdengar di media.
Dalam pidato yang diberi judul mengutip ayat Al-Qur’an, “Wahai kaum kami! Terimalah seruan orang (Muhammad) yang menyeru kepada Allah (Al-Ahqaf: 31)” itu, Al-Adnani menyampaikan ancaman dan pernyataan kontroversial hingga membuat dirinya termakan perkataannya sendiri yang sebelumnya.
Menanggapi kesesatan pidato Al-Adnani tersebut, Dr. Ibrahim As-Sakran menyampaikan surat terbuka dan bantahan telak untuk Al-Adnani dan pengikutnya. Dalam surat terbuka yang disampaikan bertepatan tanggal 5 Ramadhan 1436 Hijriah ini, Dr. Ibrahim menjelaskan bahwa Jamaah Daulah melalui jubirnya Al-Adnani telah mengumumkan dan menetapkan perkara aqidah yang tidak ada asasnya dalam Islam dan kini menjadi acuan resmi jamaahnya.
Dr. Ibrahim menyampaikan bahwa dahulu Al-Adnani telah sangat mengingkari bahwa Jamaah Daulah mengafirkan dan menghalalkan darah kaum muslimin yang memerangi mereka, dan bahwa dia juga berlepas diri dari klaim bahwa memerangi Daulah adalah pembatal keislaman, dia bahkan mendoakan laknat Allah ditimpakan atas dirinya jika dia berdusta.
Dr. Ibrahim pun menerangkan bagaimana hari ini Al-Adnani justru telah membuka dadanya sendiri agar dilihat oleh seluruh umat, dan mengakui bahwa dia dan jamaahnya memang beri’tikad seperti apa yang dia bantah dalam mubahalahnya dahulu. Bahwa dia akhirnya mengakui perkara yang setahun lalu coba dia sembunyikan.
Berikut terjemahan lengkap surat terbuka dan bantahan telak untuk jubir ISIS tersebut, yang dipublikasikan oleh Muqawamah Media pada Ahad (28/6/2015).
Surat Terbuka dan Bantahan Telak untuk Al-Adnani dan Pengikutnya
Oleh: Dr. Ibrahim As-Sakran
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla. Wa ba’du:
Saudaraku yang mulia, wahai pemuda jujur yang sedang berjihad di bumi Syam, wahai engkau simpatisan Daulah di dunia maya, dan wahai siapa saja yang memiliki ikatan hubungan dengan Jama’ah Daulah.
Saya paham bahwa dada Anda sedang dipenuhi dengan kerinduan yang besar terhadap kabar gembira dari Allah seperti firmanNya: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang beriman nyawa mereka…”
Saya sadar bahwa Anda sedang bersemangat dengan dalil-dalih tahkim seperti firmanNya: “Dan berhukumlah atas mereka dengan apa yang telah Allah turunkan..”
Saya tahu Anda sangat muak dan geram dengan pemerintah dunia Islam dan Arab. Saya tahu Anda sebenarnya terbebani dengan persoalan-persoalan yang tak kunjung selesai antara kelompok Anda dengan kelompok-kelompok jihad lain. Saya tahu Anda merindukan nasihat dari sebagian para ahlu ilmi yang senantiasa memberikan pencerahan dengan santun dan lembut.
Tapi ini semua tidak ada artinya!
Hal ini sama sekali tidak dapat menjadi pembenaran diri anda dalam syariat Allah atas perkara besar yang telah terjadi ini.
Semua hal diatas tidak akan bisa menjadi pembela dan hujjahmu dihadapan Allah kelak, sungguh Allah telah berfirman:
وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ
“Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan dimintai pertanggung jawaban”
Dan Allah Azza wa Jalla menceritakan keadaan hari itu:
يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“Pada hari itu manusia berdiri (menanti penghakiman) Rabb (penguasa) semesta alam”
Sungguh darah-darah suci yang telah dialirkan menjadi tragedi dan peristiwa yang bergulir panas dan sarat kontroversi. Telah memicu perang argumen antara yang pro dan kontra di ranah media sosial. Tapi keadaan pada hari ini, yaitu hari saya menulis surat ini (5 Ramadhan/24 Juni), sungguh perkara ini telah mencapai titik akhir yang nadir dan memilukan. Setiap kita yang selama ini terus mengikuti perkembangan berita dan kejadian di lapangan, maka hari ini kita sampai pada titik dimana kita tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi. Jama’ah Daulah melalui jubirnya Al-Adnani telah mengumumkan dan menetapkan perkara aqidah yang tidak ada asasnya dalam Islam dan kini menjadi acuan resmi jama’ahnya.
Malam ini saya baru saja mendengarkan penjelasan resmi terbaru Jama’ah Daulah, rilisan yang diproduksi oleh Yayasan Al-Furqan, tanggal publikasinya adalah 5 Ramadhan 1436 H. Si pembicara adalah seperti biasa, Abu Muhammad Al-Adnani selaku Jubir resmi Jama’ah Daulah. Demi Allah, rasa terkejut saya tidak pernah sedahsyat ini. Saya tidak pernah menyangka perkara ini akan sampai pada titik seterus terang ini dan tak tersembunyikan lagi, di mana mereka meletakkan perkara pembatal keislaman semaunya mereka. Padahal dahulu mereka selalu membantah tudingan berkaitan ushul aqidah yang mereka usung ini, dahulu mereka mencela siapapun yang menuduh mereka membawa paham ini.
Dahulu jama’ah-jama’ah jihad di Syam mengabarkan kepada umat Islam bahwa Jama’ah Daulah mengafirkan semua pihak yang bersebrangan dan memerangi mereka baik dari kalangan mujahidin maupun kaum muslimin. Mereka menghalalkan darah pihak yang mereka anggap musuh, mereka terapkan hukum ekstrim atas mereka dalam perkara riddah. Tapi selama itu pula Jama’ah Daulah senantiasa menutupi aqidah yang mereka usung ini dan tidak mereka tampakkan secara terang-terangan kepada umat.
Adapun para pendukung Daulah di internet mati-matian membela Daulah dan mengklaim bahwa hal semacam ini adalah fitnah dan tuduhan keji atas Daulah, tuduhan yang dimaksudkan untuk menakuti dan menjauhkan manusia dari Daulah, dan Daulah telah dizhalimi dengan fitnah-fitnah ini.
Kemudian muncul sang juru bicara resmi Jama’ah Daulah Abu Muhammad Al-Adnani pada bulan Jumadil Awal 1435 H. Ia mengeluarkan pernyataan resmi dengan judul “Mari bermubahalah dan saling berdoa agar Allah melaknat yang berdusta“, dalam pernyataan tersebut ia tidak hanya menyangkal tudingan bahwa mereka mengafirkan dan menghalalkan darah kaum muslimin yang memerangi mereka, bahkan ia mengajak bermubahalah untuk menafikan semua tudingan itu. Ia mendoakan laknat Allah agar ditimpakan atas dirinya jika ia berdusta dalam hal ini. Ia berkata dalam pernyataan tersebut:
“Dan ini aku sebutkan di antaranya dan mengajak dia untuk bermubahalah di atasnya. Maka bermubahalahlah dengan kami jika ia benar-benar jujur. Wahai kaum muslimin, aminkanlah, dan jadikanlah laknat Allah atas orang-orang yang dusta.”
Kemudia ia membantah segala yang ditudingkan atas jama’ahnya, ia berkata:
“Daulah menggunakan dusta dan pengaburan untuk membenarkan manhajnya… Kebiasaan Daulah adalah bersumpah di atas kedustaan… Daulah menganggap semua yang memeranginya telah memerangi Islam dan keluar dari Islam…”
Kemudian ia menutup doa mubahalahnya dengan:
“Ya Allah aku bersaksi pada-Mu bahwa apa yang aku sebutkan tadi adalah kebohongan dan kedustaan terhadap Daulah. Dan bahwasanya itu bukan dari manhaj Daulah dan bukan keyakinannya. Bahkan ia tidak pernah bermaksud seperti itu dan mengingkari siapa yang melakukannya. Ya Allah, siapa di antara kami yang berdusta, maka turunkanlah laknat-Mu padanya. Tunjukkanlah ayat-ayat-Mu dan jadikanlah pelajaran. Ya Allah, siapa di antara kami berdusta, maka turunkanlah laknat-Mu padanya. Tunjukkanlah ayat-ayat-Mu dan jadikanlah pelajaran. Ya Allah, siapa di antara kami berdusta, maka turunkanlah laknat-Mu padanya. Tunjukkanlah ayat-ayat-Mu dan jadikanlah pelajaran.”
Silahkan Anda perhatikan wahai saudaraku mujahid dan pendukung Daulah, dahulu Al-Adnani telah sangat mengingkari bahwa Jama’ah Daulah mengafirkan dan menghalalkan darah kaum muslimin yang memerangi mereka. Ia juga berlepas diri dari klaim bahwa memerangi Daulah adalah pembatal keislaman, bahkan ia mendoakan laknat atas dirinya jika ia berdusta.
Setelah kemunculan doa mubahalah Al-Adnani maka para pendukung Dualah menjadikan kalimat-kalimat doa itu mengucur deras dimana-mana, mereka senantiasa sisipkan doa mubahalah ini di setiap postingan mereka untuk ditujukan pada lawan mereka. Mereka selalu katakan bahwa ini adalah mubahalah yang hak efeknya akan terlihat dan menimpa para penentang Daulah.
Dan pada hari ini, 5 Ramadhan 1436 H: Jama’ah Daulah mengeluarkan rilisan resmi yang disampaikan juga oleh Al-Adnani. Kini ia terang-terangan mengumumkan perkara yang dahulu ia ingkari dan ia berlepas diri dari hal itu. Ia menyingkap dengan sangat jelas sekali bahwa Jama’ah Daulah ternyata benar membawa ushul i’tikad mengafirkan kaum muslimin, perkara yang dahulu ia telah doakan laknat atas dirinya jika ia benar demikian. Dalam pernyataan terbarunya yang berjudul “Wahai kaum kami, sambutlah sang penyeru kepada Allah” ia berkata:
“Berhati-hatilah engkau! Sesungguhnya dengan memerangi Daulah Islam maka engkau terjatuh dalam kekafiran; baik engkau sadari itu atau tidak!”
Beginilah Jama’ah Daulah berterus terang bahwa memerangi mereka adalah perkara pembatal keislaman.
Ya Allah, bagaimanakah cara mereka menetapkan hukum darah kaum muslimin dalam fiqih syariat? Apakah mereka sedang membuat hukum selain dengan apa yang telah Allah turunkan? Apakah mereka sedang membuat hukum baru dalam perkara tauhid, aqidah, dan bab pembatal keislaman?
Baru kemarin ia muncul dan mengajak bermubahalah bahwa ia dan Jama’ahnya tidak mengafirkan kaum muslimin yang memerangi mereka, dan ia doakan laknat atas dirinya jika ia beri’tikad seperti ini dalam hal pembatal keislaman. Dan hari ini ia muncul kembali dan berterus terang ternyata ia memang beri’tikad seperti ini dalam perkara pembatal keislaman. Dimana ia telah berkata “Berhati-hatilah engkau! Sesungguhnya dengan memerangi Daulah Islam maka engkau terjatuh dalam kekafiran; baik engkau sadari itu atau tidak!”
Jikapun ada yang berkata bahwa mungkin saja perkara ini menjadi pembatal keislaman karena sebab lain, mungkin si penyerang ingin menyerang penegakkan hukum Allah yang dijalankan oleh Jama’ah Daulah, atau si penyerang adalah orang yang berhukum dengan undang-undang positif yang menyelisih syariat. Jawaban atas perkara ini adalah; bukankah Al-Adnani dari dulu mengatakan bahwa ia dan jama’ahnya tidak mau menetapkan suatu perkara berdasarkan asumsi tidak pasti! Dalam mubahalahnya ia melaknat dirinya jika ia dan jama’ahnya mengafirkan kaum muslimin dengan asumsi tidak pasti.
Dalam mubahalahnya pula Anda bisa melihat bagaimana Al-Adnani dan jama’ahnya berlepas diri dari tudingan bahwa Jama’ah Daulah mengafirkan siapa saja yang memerangi mereka. Ia juga berlepas diri dari tudingan bahwa Jama’ah Daulah mengafirkan kaum muslimin dengan asumsi tidak pasti. Dia mendoakan laknat Allah ditimpakan atas dirinya jika ia berdusta. Hari ini ia membuka dadanya agar dilihat oleh seluruh umat, dan ia pun mengakui bahwa ia dan jama’ahnya memang beri’tikad seperti apa yang ia bantah dalam mubahalahnya dahulu. Ia akhirnya mengakui perkara yang setahun lalu coba ia sembunyikan!
Saudaraku mujahid yang jujur, dan saudaraku simpatisan Daulah; tahukah Anda bahwa perkara hukum baru yang disampaikan dalam penjelasan resmi Daulah melalui lisan Al-Adnani ini adalah merupakan perkara penetapan hukum buatan baru yang sangat menyelisihi syariat!? Tahukah Anda bahwa hal ini adalah perkara paling dahsyat dalam hal berhukum dengan selain yang Allah turunkan!?
Jika berhukum dengan selain hukum Allah dalam perkara harta saja hukumnya amatlah besar, seperti orang yang menghalalkan riba misalnya. Maka bagaimana perkara berhukum dengan selain yang telah Allah turunkan dalam perkara yang paling agung dalam persoalan fiqih yakni persoalan darah?
Saudaraku, Anda harus mengingat kembali bahwa perkara berhukum dengan selain yang Allah turunkan adalah perkara besar dalam tauhid dan dalam mengesakan Allah dengan menaatiNya, tunduk padaNya dan berserah diri atas semua yang Ia tetapkan serta dalam menjadikan Rasulullah satu-satunya yang diteladani. Perkara mengafirkan tanpa dasar syar’i yang disampaikan Al-Adnani dalam rilis resmi Daulah adalah perkara yang terlampau meretakkan tauhid.
Sebelumnya saya berkeinginan untuk mengkaji perkataan para ahlul ilmi yang menyatakan bahwa memerangi suatu kelompok muslim adalah perkara yang membatalkan keislaman. Namun kemudian saya malu pada diri saya sendiri dan kepada para pembaca. Apakah sudah seasing inikah agama ini hari ini? Apakah semudah ini seseorang membuat hukum pembatal Islam pada hari ini kemudian disetujui dan diikuti oleh banyak kaum muslimin?
Dalam kitab ‘As-Sharim Al-Maslul:2/15′ yang ditulis oleh Imam Ibnu Taimiyah terdapat perkataan dan menjadi ijma’ para ahlul ilmi yang menyatakan bahwa:
أن من قتل نبياً كفر
“Barangsiapa memerangi Nabi maka ia telah kafir”
Demi Allah, masih perlukah kita mengkaji bahwa Jama’ah Daulah bukanlah “Nabi” yang mana siapa saja yang memeranginya maka ia kafir dan murtad dari Islam!
Atau apakah Jama’ah ini telah sampai pada kondisi dimana mereka melihat diri mereka mendapatkan maqam khusus dan mereka berada diatas manzilah seperti para nabi. Sehingga jika ada yang memerangi mereka, maka ia kafir sebagaimana hukum memerangi Nabi!?
Sesungguhnya kita milik Allah dan kepadaNya-lah kita kembali. Bagaimana bisa penyimpangan dalam tauhid bisa mencapai titik separah ini?
Apakah kita perlu menepuk bahu para pemuda ini, dan kita berusaha untuk berkata dengan lembut pada mereka bahwasanya jihad mereka telah sangat membantu umat, tetapi kalian bukanlah para Nabi yang mana jika ada yang memerangi kalian maka menjadi kafir dan murtad!
Bahkan yang lebih mencengangkan lagi Anda mendapati banyak pihak yang hanya diam dengan bencana ini dalam tauhid dan syariat. Semua itu disebabkan lemahnya Al-Wala’ dan Al-Bara’ dalam hati mereka, Al-Wala’dan Al-Bara’ mereka adalah berdasarkan kelompok, bukan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sungguh Allah telah menceritakan pada kita bagaimana Al-Wala’dan Al-Bara’ Nabi Ibrahim dalam Al-Qur’an:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ
“Ketika Ibrahim berkata kepada ayah dan kaumnya sesungguhnya aku berlepas diri dari segala yang kalian sembah”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa seseorang yang berperang atas dasar kelompoknya, di mana ia memerangi dan berwala’ atas nama kelompoknya maka ia sedang berjihad di jalan syaitan. Sebagaimana kaum Tartar mereka berperang bukanlah karena Allah, tapi karena kepentingan kelompok mereka. Berkata Syaikhul Islam:
“Barangsiapa memobilisasi orang-orang untuk berwala’ dan Bara’ kepada yang ia inginkan (berdasarkan kepentingan pribadinya bukan sebab aqidah), maka ia sama dengan kaum Tartar, mereka adalah mujahidin fi sabilis syaitan. Orang seperti ini bukanlah mujahidin fi sabilillah, bukan bagian dari tentara kaum muslimin, tidak boleh pasukan kaum muslimin menjadi seperti mereka, karena mereka adalah tentara syaitan.” Al-Fatawa:28/19
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menggambarkan orang yang berperang karena kepentingan kelompok dan jama’ahnya adalah sama dengan pasukan Tartar, dan ia berjihad di jalan syaitan. Bagaimana jika Ibnu Taimiyah melihat keadaan Jama’ah Daulah di hari ini, di mana jika ada yang memerangi mereka maka ia kafir dan murtad dari Islam? Apa yang akan Ibnu Taimiyah katakan tentang ini?
Saya harapkan anda mau memikirkan dengan seksama hal ini, kalimat-kalimat ini bukanlah kicauan semata, bukan pula prolog kosong yang disampaikan di televisi. Tapi ini adalah sebuah refleksi atas penjelasan resmi Jama’ah Daulah.
Jika ada yang datang kepada kita dari kalangan fanatikus buta Jama’ah Daulah dan membela mati-matian bahwa hukum mengafirkan kaum muslimin yang memerangi Daulah adalah sudah benar dan sesuai dengan nash Al-Qur’an dan Sunnah, maka terlebih dahulu ia harus menjelaskan nash atas sumpah dalam mubahalah Tanzhim Daulah yang mana mereka dahulu mengingkari ini!
Seandainya siapa saja yang masih berjuang dan bersimpati dengan Daulah mau bersikap jujur dengan fakta mubahalah yang disampaikan oleh Jama’ah mereka. Dan jika ada yang berlepas diri dari fakta mubahalah itu, maka hendaknya ia takut kepada Allah atas ketidakjujurannya dan pengingkarannya atas kebenaran. Karena ia telah membenarkan perkara hukum baru dalam syari’at Allah dan ia ikut menerapkan hukum pembatal keislaman yang ke-11 yang berbunyi:
فاحذر فإنك بقتال الدولة الإسلامية تقع بالكفر، من حيث تدري أو لا تدري
“Berhati-hatilah engkau! Sesungguhnya dengan memerangi Daulah Islam maka engkau terjatuh dalam kekafiran; baik engkau sadari itu atau tidak!”
Mungkin ada penanya yang jujur dan ingin tahu bagaimana bisa Jama’ah Daulah bisa terjatuh dalam lubang ini dan berterus terang serta mengumumkan perkara pembatal keislaman tanpa dasar syar’i seperti ini?
Jawabnya adalah: Karena jika kita melihat keadaan hakiki Jama’ah ini maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa mereka bukanlah Daulah Khilafah yang syar’i, mereka bukan pula Daulah khawarij mubtadi’ah, kedua tudingan itu tidak sesuai dan saling berlawanan dengan realita mereka. Saya akan jelaskan di sini perkara yang sebenarnya tentang hal ini:
Daulah Khilafah yang syar’i adalah Daulah yang dibentuk dengan syura, di mana seorang Imam dipilih dengan keridhaan umat. Sebagaimana perintah Allah:
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
“Dan perkara mereka (diputuskan) dengan bermusyawarah di antara mereka”
Dan sebagaimana perintah Allah kepada utusanNya Nabi Muhammad:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam (menentukan) keputusan”
Berkata Ibnu Taimiyah bahwa dalil-dalil di atas menunjukkan kewajiban bermusyawarah dalam perkara umat [Al-Fatawa:28/387].
Berkata pula Ibnu Taimiyah berkaitan bai’at terhadap khalifah pertama Abu Bakar As-Siddiq:
“Seandainya ditakdirkan ketika Umar dan beberapa sahabat yang bersamanya membaiat Abu Bakar, dan sisa sahabat lainya tidak mau membaiat Abu Bakar, maka Abu Bakar tidak akan menjadi Imam. Karena sesungguhnya Abu Bakar menjadi Imam dengan baiat jumhur sahabat yang memiliki pengaruh dan kedudukan.” Minhajus Sunnah:1/530
Dan berkata Ibnu Taimiyah tentang pembaiatan Umar bin Khattab:
“Begitu pula dengan Umar ketika ia ditunjuk oleh Abu Bakar. Umar menjadi Imam setelah para sahabat lain membaiatnya dan mentaatinya. Jika seandainya ditakdirkan para sahabat tidak menerima penunjukkan Umar oleh Abu Bakar dan mereka tidak membaitnya, maka Umar tidak akan menjadi Imam, terlepas dari perkara itu boleh atau tidak.” Minhajus Sunnah:1/520
Dalam Shahih Bukhari diriwayatkan bahwasanya khalifah Umar telah berkata:
“Barangsiapa membaiat seseorang tanpa bermusyawarah dengan kaum muslimin, maka ia dan yang membai’atnya tidak boleh diikuti, dikhawatirkan keduanya terbunuh.” Al-Bukhari:6830
Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
“Tahukah kamu siapa itu Imam? Imam adalah seseorang yang mampu mengumpulkan kaum muslimin bersamanya. Lalu semua mereka berkata ‘Ini adalah Imam kami’, maka dia benar seorang Imam.” Minhajus Sunnah:1/529
Kesimpulannya adalah bahwa Khilafah Syar’iyyah adalah penyifatan sistematis dilihat pada tujuan dan hasilnya, dan ia dipilih oleh kaum muslimin dan dengan keridhaan mereka. Bukan semata-mata penamaan kosong dengan menunjuk seseorang untuk menjadikannya khalifah dan umat tidak pernah menunjuknya. Kemudian ia menuntut manusia untuk membaiatnya dengan memandang dirinya benar seorang khalifah, jika demikian caranya maka ini adalah Khilafah Taghallub (menguasai dengan paksa) bukan Khilafah dan Imamah syar’iyyah.
Ciri utama sebuah khilafah dan imamah syar’iyyah adalah upaya totalitas menerapkan hukum syariat secara kaffah tanpa ada pembedaan, dengan sarana-sarana yang syar’i bukan dengan nafsu dan kepentingan pribadi dan kelompok.
Ciri utama khilafah dan imamah syar’iyyah juga ialah memiliki kasih sayang terhadap kaum muslimin dan bersikap lembut pada mereka, bahkan para Imam madzhab dan fuqaha menetapkan sifat ini sebagai syarat yang harus dimiliki para panglima perang. Sebagaimana Imam Ahmad berkata berkaitan Imarah Qital:
“Hendaknya umat dipimpin berperang oleh seseorang yang mengasihani dan berhati-hati atas kaum muslimin.” Al-Mughni:13/14
Berkata Ibnu Qudamah:
“Hendaknya ia adalah seorang yang amanah, mengasihi dan menyayangi kaum muslimin. Dan mengutamakan kaum yang ia pimpin, dan tidak membawa kaum muslimin ke kebinasaan.” Al-Mughni:13/16
Jika kita bandingkan penjelasan di atas maka kita dapatkan fakta bahwa Jama’ah Daulah adalah Jama’ah yang ditegakkan dengan paksa dan sepihak bukan dengan syura umat, mereka juga memilah-milih dalam penerapan syariat Allah, membuat perkara bid’ah baru dalam ushul tauhid dan syariat, dan membinasakan kaum muslimin dengan siksa dan azab yang keji.
Adapun pelabelan Jama’ah Daulah sebagai ‘Daulah Khawarij’ juga merupakan perkara yang jauh dari kebenaran. Karena jika kita mengkaji tentang kelompok-kelompok khawarij di dalam nash, ia dinamakan sebagai Khawarij atau Haruriyah sebagai suatu jama’ah aqidah yang mana jama’ah itu dan i’tikadnya adalah satu. Mereka terapkan aqidah tersebut dari atasan hingga bawahan.
Adalah lebih tepat untuk melabeli keadaan Jama’ah ini sebagaimana perkataan “Bahwasanya para ghulat di masa ini lebih ekstrim dan lebih ghuluw daripada para ghulat di masa lampau” berdasarkan beberapa hal:
- Sesungguhnya khawarij di masa lalu sangat berprinsip tinggi dan menerapkan aqidah bid’ah mereka pada seluruh elemen jama’ah. Sedangkan Jama’ah Daulah menerapkan aqidah mereka berdasarkan kepemimpinan dan pengaruh.
- Sebagian besar khawarij di masalalu mengafirkan pelaku dosa besar, adapun ghulat di zaman kita ini mereka tidak mengafirkan perbuatan dosa besar melainkan mengafirkan perbuatan amal shalih yang disyariatkan pada dasarnya.
- Khawarij di masa lalu dikenal dengan ibadah shalat dan bacaan Al-Qur’an mereka, adapun para ghulat di zaman ini mereka jauh dari ibadah ini, mereka disibukkan dengan nasyid-nasyid penyemangat dan menghabiskan waktu di media social untuk menghujat dan memaki dengan tujuan membela Jama’ahnya.
- Khawarij di masa lalu dikenal dengan kejujuran mereka, sedangkan para ghulat di masa ini dikenal dengan banyaknya dusta mereka. Mereka menghalalkan dusta demi menolong kelompoknya.
Bahkan dapat dikatakan bahwa dengan menisbatkan Jama’ah Daulah kepada khawarij, hal ini merusak citra khawarij itu sendiri.
Perlu diperhatikan hati-hati ketika mengambil sifat-sifat kaum khawarij dari nash Al-Qur’an dan Sunnah, hendaknya kita melihat sejarah dalam mengambil sifat kaum khawarij dengan kejadian sejarah yang telah berlaku. Sesungguhnya Nabi ﷺ mengabarkan kita tentang kemunculan banyak kelompok dan firqah, dan beliau mengkhususkan kaum khawarij agar diperangi karena sebagaimana hadits Nabi ﷺ “mereka membunuh ahlu Islam” Muttafaq alaih. Yang dimaksud dalam hadits itu adalah mereka membunuh ahlu Islam karena keyakinan dien mereka. Namun dalam sejarah juga telah muncul kaum khawarij dalam pemikiran, seperti mengingkari Sunnah dan beri’tikad bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Sebagaimana Imam Asy’ari berkata: “Semua khawarij mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah mahluk.” Maqalat Al-Islamiyin:108.
Ada pula yang menyifati sifat dasar khawarij adalah mereka yang mengafirkan dosa besar secara mutlak. Itu salah, karena tidak sesuai nash dan tidak sesuai fakta sejarah. Nash syar’i menyifati mereka sebagai kaum yang membunuh kaum muslimin, jadi membunuh kaum muslimin dengan sebab yang tidak diterima syari’at adalah sifat khawarij. Sedangkan berdasarkan fakta sejarah, maka tidak semua kelompok khawarij mengafirkan dosa besar secara mutlak. Bahkan semua kelompok khawarij yang pernah ada dalam sejarah tidak ada yang mengafirkan dosa besar secara mutlak, yang ada mereka mengafirkan sebagian yang menurut aqidah mereka adalah perbuatan kufur. Jadi, setiap orang atau kelompok yang menghalalkan darah kaum muslimin adalah khawarij sebagaimana yang Rasulullah ﷺ kabarkan.
Jadi penyifatan khawarij dengan pengafiran karena dosa besar adalah makna yang perlu dirinci, sebagaimana keadaan Jama’ah ghulat hari ini. Jika ada yang mengafirkan bukan karena dosa besar, artinya ia mengafirkan karena perkara mubah, atau mustahab, atau makruh, atau dosa kecil. Ini artinya mereka lebih dahsyat dari khawarij! Karena perkara yang bukan dosa besar dan bukan pembatal keislaman maka ia adalah perkara yang lebih kecil dari kedua itu.
Jadi Jama’ah Daulah kenyataannya sangat jauh sekali dari kepantasan untuk disebut sebagai khilafah syar’iyyah, dan bahkan tidak layak dikaitkan dengan khawarij karena mereka lebih buruk dari itu. Maka nama apa yang paling cocok dinisbatkan pada Jama’ah ini?
Sebelumnya, mari kita kembali tegaskan berdasarkan apa yang telah kita kaji, bahwa Jama’ah ini bukanlah Daulah Khilafah, juga bukan Daulah khawarij. Ia hanyalah sebuah Daulah “Malik dan Sulthan”, yang mengusung pemikiran ghuluw karena tujuan kepemimpinan, dan mengusung visi penguasa tiran, serta menerapkan hukum layaknya penguasa dan raja yang angkuh.
Berdasarkan gambaran dari keadaan Daulah, maka disimpulkan sebagai berikut:
Ditengarai bahwa jajaran utama mereka dipimpin oleh kumpulan pemimpin korup yang mendapatkan hak-hak istimewa dan perlakuan khusus, yang tidak bisa disentuh hukum dan qadha’ sebagaimana umumnya manusia. Tidak dibenarkan seorangpun berbicara sesuatu tentang pemimpin mereka, ini adalah pola pemerintahan zhalim dan penguasa sombong atas syariat, mereka bukanlah khilafah syar’iyyah yang menegakkan syariat.
Diriyawatkan bahwa Nabi ﷺ berdiri dan berkhutbah di hadapan para sahabat:
“Sesungguhnya kaum sebelum kalian telah celaka karena ketika golongan terpandang di antara mereka mencuri, maka dibiarkan. Dan jika yang mencuri adalah golongan yang lemah, maka hukuman ditegakkan atasnya. Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri maka aku pasti potong tangannya.” Muttafaqun alaihi.
Gambaran bahwa Daulah menegakkan syari’at sesuai kepentingan kelompok terlihat dalam banyak realita, mereka juga tidak menerapkan syariat sebagaimana cara Nabi ﷺ meletakkan hukum dengan konteks dan keadaan yang sesuai dan menghindari gunjingan manusia. Misalnya tatkala Abdullah bin Ubay berkata pada kelompoknya,“Seandainya kita kembali ke Madinah, niscaya orang yang paling mulia akan keluar (terusir) dari Madinah dan menjadi orang yang paling hina.”
Berkata Umar bin Khattab kepada Nabi ﷺ: “Izinkan aku memenggal lehernya wahai Rasulullah!”
Nabi ﷺ menjawab: “Biarkan saja dia, jangan sampai manusia berkata bahwa Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya.” Muttafaqun alaihi
Juga kisah tatkala nenek moyang khawarij berkata lancang kepada Rasulullah ﷺ: “Berlaku adillah wahai Muhammad!”
Umar bin Khattab yang sedang bersama Nabi sontak berkata: “Izinkan aku memenggal lehernya wahai Rasulullah!”
Maka Nabi ﷺ berkata: “Aku memohon perlindungan pada Allah dari manusia membicarakan bahwa Muhammad membunuh para sahabatnya.” Muslim:1063
Kesimpulannya adalah bahwa “menghindari gunjingan manusia” adalah perkara ushul syariat yang wajib dijaga dalam menegakkan hukum Allah. Persoalan gunjingan manusia adalah untuk menghindari berita buruk tentang Islam, gambaran yang menakutkan dan fitnah terhadap hukum syariat .
Jika orang yang jujur mau melihat sejauh mana Jama’ah Daulah menjaga kaidah ini, maka akan didapati bahwa mereka telah mengobok-obok perkara ini. Dan jika mereka mendapati fakta bahwa ternyata terdapat jama’ah-jama’ah jihad lain ataupun jama’ah dakwah yang menjaga kaidah ini, maka mereka akan dicap sebagai antek dan budak kaum salib atau pengikut para thagut arab. Namun terkadang mereka juga sangat mengutamakan kaidah ini jika berkaitan dengan kepentingan Daulah mereka, sehingga mereka berani berbohong atas perkara-perkara buruk yang telah mereka kerjakan agar menjaga nama baik Daulah.
Sifat seperti ini bukanlah sifat seorang muslim yang jujur yang berjuang menegakkah syariat. Di antara para ghulat ada yang tidak mempedulikan gunjingan manusia yang menuduh dan memfitnah Islam, tetapi sangat menjaga nama baik Daulah mereka, dengan berbagai propaganda dan tipuan. Sehingga unsur bawahan dan pendukung mereka tetap bersama mereka.
Jama’ah Daulah juga telah menuduh jama’ah jihad atau jama’ah dakwah yang menerapkan kaidah ini telah melakukan perkara yang membatalkan keislaman versi mereka. Hal ini sangat berbahaya, karena hakikatnya mereka juga sedang mengecam Rasulullah ﷺ yang telah menerapkan dan menjadikan kaidah ini sebagai sunnahnya dalam berdakwah. Tentu saja penerapan kaidah ini sesuai dengan konteks penerapan syariat yang bertahap, menerapkan skala prioritas dengan pertimbangan kemampuan dan kesanggupan, bukan untuk menyelewengkan hukum syariat yang baku.
Mereka juga telah mengobok-obok kaidah “menjaga maslahat syariat” di dalam jihad. Mereka mengecam pihak yang mempertimbangkan maslahat dan menuding mereka sebagai berhala, tapi anehnya mereka membuka selebar-selebarnya pintu maslahat jika berkaitan dengan jama’ah mereka. Maslahat yang mereka kedepankan bukanlah maslahat Islam dan kaum muslimin, melainkan maslahat kelompok mereka sendiri.
Fakta terbesar di mana putusan dan ketetapan yang diputuskan oleh Qadhi mereka sarat dengan kepentingan kelompok adalah qadhi mereka terikat dengan pimpinan jama’ah dan militer. Para qadhi tidak independen dalam bekerja. Hal ini telah meruntuhkan pondasi paling dasar dalam fiqih yakni indepedensi qadhi dalam menerapkan hukum. Hal semacam ini lebih tepat dinamakan pengadilan penguasa atau tiran, bukan pengadilan sebuah daulah khilafah. Bahkan bukanlah seperti ini sifat para khawarij yang hakiki, karena sesungguhnya khawarij lebih berprinsip dan jauh dari kepentingan nafsu.
Mereka juga tidak menerapkan perintah Allah dalam Al-Qur’an untuk mengembalikan perkara yang mereka tidak mampu kepada ahlu dzikir (para Ulama), melainkan mereka mengembalikan perkara kepada para pimpinan militer jama’ah mereka.
Inilah dia asal-usul masalah jama’ah-jama’ah jihad yang melenceng, yaitu militer melampaui batas mencaplok urusan fiqih dan siyasah.
Dari gambaran dahsyatnya kepentingan kekuasan yang diinginkan oleh jama’ah ini adalah keserakahan mereka dalam bai’at. Hal ini menyebabkan kurangnya keikhlasan dalam berjihad, jihad bukan lagi untuk meninggikan kalimat Allah, tapi untuk meninggikan kalimat Jama’ah. Di mana Anda akan dapati mereka sangat begembira sekali ketika ada kelompok yang berbaiat kepada mereka, dan mereka tidak segembira itu ketika ada jama’ah jihad lain memenangkan pertempuran dengan musuh kafir penjajah. Bahkan sebagian mereka tidak bahagia sama sekali dengan kemenangan jama’ah lain.
Dan perkara menyedihkan yang menjadi asal-usul masalah: mereka mengumpulkan sebanyak-banyaknya orang bersama mereka. Sebenarnya jihad adalah amal yang kompleks, di satu sisi jihad membutuhkan personel tentara, dan di sisi lainnya ia membutuhkan dana. Di satu sisi jihad membutuhkan para ulama, dan di sisi lainnya ia membutuhkan para ahli. Di satu sisi jihad membutuhkan persenjataan, dan di sisi lainnya ia membutuhkan media.
Maka mereka yang berangkat berjihad fi sabilillah mengabdikan dirinya sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Tapi jama’ah tiran haus kekuasan tidak mempedulikan ini dan hanya mementingkan jumlah mereka. Oleh karena itulah mereka lebih gembira dengan berita baiat atas mereka daripada berita kemenangan jama’ah jihad lain.
Penyelewengan mereka selanjutnya ialah dalam memandang khilafiyah, mereka menyesuaikan khilaf dengan kepentingan jama’ahnya. Jika yang berselisih pendapat adalah dari musuh mereka, maka mereka sempitkan keluasan khilafiyah fiqih atas lawannya. Sedangkan jika yang berbeda pendapat dengan mereka adalah pimpinannya, atau pihak yang membaiatnya, maka mereka sangat berlapang dada menerima khilaf.
Penyelewengan mereka lainya yang menyelisihi syariat ialah dalam hal sempitnya melihat sebab penetapan hukum. Di mana mereka menetapkan perkara berunding dan berdialog dengan musuh sebagai tawaliy (sikap tunduk) kepada musuh, bahkan walau sekedar bertemu, makan bersama, atau hanya senyum. Tapi jika disitu ada kepentingan jama’ah mereka, maka mereka kembali obok-obok apa yang mereka terapkan kepada yang lain agar mereka boleh melakukannya.
Penyimpangan mereka lainnya yang menyelisihi syariat adalah mengafirkan dengan sebab istilah kata, seperti kata shahawat, kata demokrasi, dan lain-lain. Semua kata-kata ini hanyalah sebatas kata yang si pemiliknya tidak bisa dikafirkan sehingga jelas maksudnya. Betapa banyak yang masuk ke parlemen demokrasi tetapi mereka meyakini bahwasanya tidak ada hukum melainkan hukum Allah, dan yang wajib diterapkan hanya syariat Allah, tetapi syariat tidak bisa diterapkan kepada masyarakat, oleh karena itulah mereka masuk ke dalam perlemen karena mereka mampu dan memiliki kapasitas untuk membela kepentingan umat dan Islam di dalam sana. Di sana mereka mengupayakan untuk meminimalkan keburukan dan memaksimalkan kebaikan dalam regulasi peraturan yang dibuat dalam parlemen sekuat tenaga mereka. Ini adalah pendapat jumhur kibar Ulama di masa ini seperti: Syaikh As-Sa’di, Syaikh Ahmad Syakir, Syaikh Bin Baz, Syaikh Al-Utsaimin dan lain-lain.
Penyelewengan lain Jama’ah ini adalah mereka mengafirkan mujahidin karena mereka tidak menerapkan hudud di wilayah yang telah dibebaskan dari musuh. Padahal perkara ini adalah perkara khilafiyah yang ma’ruf, dan tidak memungkinkan untuk kita kaji di sini.
Inilah yang ingin saya sampaikan padamu wahai mujahid yang jujur, dan kepadamu wahai simpatisan Daulah. Demikianlah sebagian sifat dan karakter yang dimiliki Jama’ah ini. Cara mereka menerapkan hukum syariat sama seperti penguasa tiran yang ketika memasuki suatu daerah, maka ia menjadikan para penduduk yang mulia menjadi hina. Mereka menumpahkan darah kaum muslimin dan mengarahkan manusia lain agar setuju dan mendukung aksi mereka, dan mereka tidak mempertimbangkan pandangan Allah dan RasululNya. Telah sangat jelas terlihat bahwa mereka menerapkan hukum sesuai dengan kepentingan nafsu, karena mereka berperang untuk jama’ah bukan untuk syariat. Hendaknya setiap imamah itu harus ditegakkan dengan syariat Allah.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ
“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin agar memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah” QS Al-Anbiyaa : 73
Merupakan tipuan besar ketika ada yang mengatakan bahwa Jama’ah ini sedang menerapkan hukum syariat di muka bumi. Faktanya mereka menerapkannya penuh dengan kepentingan dan hawa nafsu baik dalamjinayah, hudud serta dalam persoalan Imamah dan jihad.
Telah banyak sekali tragedI menyedihkan dan menyesakkan dada yang dilakukan oleh Jama’ah ini, baik di Syam, Libia atau di Afghanistan dan lainnya. Darah suci yang mereka tumpahkan kebanyakannya adalah para mujahidin pilihan, para ulama dan para qadhi.
Penutup:
- Perkara yang paling berbahaya yang saya perhatikan terdapat pada simpatisan Jama’ah ini adalah ‘sikap taklid (fanatik buta) dalam hal takfir’. Mereka bertaklid bukan pada para Ulama dalam hal mengafirkan individu-individu tertentu dan menghukumi mereka murtad. Jika ia mendengar atau mendapati tokoh atau petinggi Jama’ah ini mengafirkan lawan-lawan mereka, maka para simpatisan akan secara membabi buta ikut mengafirkan mereka.
- Perkara bid’ah yang tidak ada dasarnya yang selalu jama’ah ini dengungkan adalah “Orang yang duduk tidak berhak memberikan fatwa kepada mujahid yang berperang”. Anehnya jika fatwa itu menguntungkan kepentingan jama’ahnya, maka akan digunakan dan diekspos sedemikian rupa, dan dipuji tanpa mempedulikan lagi walau yang berfatwa adalah seseorang yang tidak berjihad! Pada hakekatnya perkara tahqiq (meluruskan) dan menasehati tidak melihat faktor jihad atau tidak, yang dilihat adalah kemapanan ilmu syariat dan pemahamannya terhadap realita lapangan (fiqhul wahyu dan fiqhul waqi’). Sungguh betapa banyak para mujahid yang bahkan tidak memahami realita lapangan di mana ia berjihad, dan betapa banyak orang yang hanya duduk dan tidak ikut berjihad tetapi mengetahui detail perkembangan lapangan dan bahkan mendapat informasi langsung dari dalam.
- Bukti akan bid’ahnya aqidah Jama’ah ini adalah tatkala mereka mengubah fatwa mereka terdahulu bahwa yang memerangi mereka tidak kafir dan hari ini menjadi kafir. Semua itu terjadi karena mereka dapati perlawanan umat islam bersama para mujahidin atas mereka semakin besar dan meluas. Semua dapat berubah demi kepentingan Jama’ah.
- Saya ingin menasehati para simpatisan Daulah secara khusus, saya melihat sebab utama sikap fanatik berlebihan dalam mendukung Jama’ah ini adalah karena adanya hubungan emosional dengannya. Baik dikarenanakan adanya kerabat yang kita cintai dalam Jama’ah ini, atau teman yang berpengaruh dalam diri kita. Berhati-hatilah engkau membela kesalahan suatu jama’ah dan menutup matamu dari kesalahan itu karena orang yang kau cintai ada di tengah mereka, sungguh mereka tidak akan mampu memberikanmu syafaat kelak di hadapan mahkamah Allah. Allah Azza wa Jalla berfirman: “Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya , seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan Si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” QS Al-Furqan: 27-29
- Saya juga melihat banyak di antara para simpatisan Jama’ah ini terjebak dalam semangatnya untuk membela “mujahidin”. Sehingga ia lupa bahwasanya ia sedang membela sebuah jama’ah, bukan mujahidin. Akhirnya mereka terjebak dan menjadi anshar bendera hizbiyah bukan bendera tauhid.
- Kalimat aneh lainnya yang sering mereka lontarkan adalah “Jangan berani-beraninya kau berbicara atas mujahidin!” Ini adalah hujjah teraneh yang pernah saya dengar. Jikapun seandainya ada yang berbicara atas mujahidin tidak dengan ilmu dan bijak, maka saya tanya kalian karena Allah: Apakah sama perkara itu di sisi Allah dengan dosa menebas kepala mujahidin dan membantai mereka?
Sampai di sini yang dapat saya sampaikan dari isi hati saya. Saya memohon pada Allah agar membalas dengan kebaikan yang terbaik kepada para ahlu ilmi yang berjuang dalam menyampaikan kebenaran berkenaan dengan jama’ah ini.
Shalawat dan salam atas Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Abu Umar
5 Ramadhan 1436 H
(aliakram/arrahmah.com)