JAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerima surat dari mantan pemilik lisensi Miss World yang mengaku telah bertobat karena terlibat dalam ajang pamer aurat tersebut, dalam suratnya terungkap bahwa Miss World adalah bisnis yang menjual keindahan tubuh wanita untuk kepentingan sejumlah kalangan. Berikut isi lengkap surat tersebut yang diterima Suara Islam Online :
Jakarta, 03 September 2013
Kepada Yth.
Ketua MUI
di- Jakarta.
Dengan Hormat,
Sebagai mantan Franchise Holder Miss World, Miss Universe, Miss Asia, Miss Internasional yang ditunjuk untuk pertama kali di Indonesia dari Badan Miss World Ltd. London sejak tahun 1976 hingga 1992, ingin berbagi apa yang kami ketahui mungkin bisa bermanfaat bagi Bapak dan jajaran di Kementerian Agama.
Sebagai pemegang hak untuk Indonesia yang diberi kepercayaan untuk mengadakan dan mengikuti pemilihan di ajang Internasional, sepanjang yang kami ikuti dan ketahui bahwa kontrak Official Entry From Peserta Miss World atau ajang pemilihan Ratu Internasional sejak berdiri pertama kali tahun 1951 adalah baku dan tidak pernah berubah yaitu penilaian dan penjurian (terlampir kontrak dan Handbook) :
1. Yang pertama adalah harus bagus figure/badan (dijuri dengan menggunakan swimsuit/bikini).
2. Ditunjang dengan beauty of face, grace, charm, deportment dan good personality (dengan menggunakan national costum dan evening gown).
Untuk merebut gelar Miss World/Miss Universe terdiri dari 3 Kategori Penjurian Utama adalah :
– Swimsuit (Bikini) Competition.
– Evening Gown Competition.
– National Costum.
Untuk Kategori tambahan, umumnya : Miss Photogenic, Miss Persahabatan, dan lain-lain.
Pengumuman Pemenang pada saat menggunakan PAKAIAN RENANG.
Adapun pengumuman Beauty with purpose dan Talent serta yang lainnya pada saat pemakaian Evening Gown.
Pengalaman Peserta yang kami kirim adalah sebagai berikut :
1. Pada ajang Miss Asia Quest 1982 yang jatuh di Negara Malaysia, maka untuk Open Completion (on stage) dan Broadcast di televisi, peserta tidak menggunakan pakaian renang, akan tetapi karena penjurian tetap ada swimsuit competition, maka peserta tetap ada penjurian pakaian renang secara tertutup.
2. Pada ajang Miss World 1983, peserta Negara, Room Mate dari Miss Indonesia, khusus untuk peserta tersebut menggunakan kain untuk menutupi swimsuit yang dipakai pada saat broadcast di televisi, akan tetapi penjurian swimsuit tetap dilakukan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, apakah mungkin ada perbedaan/perubahan khususnya dalam penjurian pakaian renang pada tahun 2013, dimana sejarah berdirinya Miss Beauty Contest adalah cikal bakal dari KONTES BIKINI pada tahun 1951 dan sejarah bikini ini muncul juga dalam ajang Miss Universe Beauty Pageant, dimana sebuah perusahaan renang (bikini) Catalina menggagas kembali kontes tersebut.
Oleh karena disponsori oleh perusahaan bikini, pemenang pada saat itu kemudian diminta menjalani sesi pemotretan dengan mengenakan bikini dan untuk PERTAMA kalinya Miss Universe Beauty Pageant digelar di Long Beach, California tahun 1952. TRADISI berbikini terus dipelihara sebagai bagian PENTING dalam kontes tersebut.
Sesungguhnya kami terlibat dalam BISNIS KERATUAN ini, karena keinginan besar kami dalam membantu dan mensukseskan PROGRAM PEMERINTAH pada saat itu menjadi cita-cita Bang Ali Sadikin ingin menjadikan Jakarta sebagai Kota Metropolitan.
Sejak tahun 1969 Indonesia telah mengadakan pemilihan Miss Indonesia yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan dinobatkan oleh Ibu Tien Suharto serta mengirim Irma Hadi Surya ke ajang Keratuan Dunia (terlampir) melalui Franchise negara lain yang memegang Franchise Indonesia.
Pada tahun 1974 Indonesia ada permasalahan sehingga Miss Indonesia tidak dapat dikirim dan Negara dirugikan bermilyard-milyard (terlampir). Setelah hal tersebut Bapak Wim Tomasoa selaku Kepala Dinas Pariwisata, memohon kepada kami untuk mendapatkan Franchise Holder untuk Indonesia agar Indonesia tidak tergantung lagi kepada Negara lain untuk mengikuti ajang Ratu Kecantikan Internasional.
Setelah Franchise Holder ditangan kami, alih-alih mendapatkan penghargaan seperti yang dijanjikan, sebaliknya kami mendapat caci-maki dan larangan baik berupa lisan dan larangan resmi (terlampir).
Akhirnya kami mengambil hikmah dari semua kejadian tersebut dan mengintrospeksi diri kami menyadarai atas segala kesalahan yang kami lakukan dahulu bahwa kegiatan kami sebelumnya tidak sesuai SYAR’I, agama yang kami anut yaitu Islam, sehingga kami meletakkan/mengembalikan jabatan kami yang penunjukannya berupa private to private bukan G to G.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, Kami SIAP setiap saat untuk memberikan segala yang kami ketahui kepada Bapak. Kami sangat berterima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami.
Salam,
Andi Nurhayati
(SI Online/arrahmah.com)