SOLO (Arrahmah.com) – Pemerintah Kota (Pemkot) Solo melarang satuan kerja perangkat daerah (SKPD) menggelar acara buka puasa bersama (bukber) dan halalbihalal dengan mengatasnamakan SKPD. Larangan tersebut diberlakukan mulai tahun ini dengan alasan untuk mengantisipasi penyelewengan anggaran SKPD.
Sekretaris Daerah (Sekda) Solo Budi Suharto mengeluarkan surat edaran (SE) perihal larangan bukber dan halalbihalal mengatasnamakan SKPD. Sekda menilai kegiatan bukber dan halalbihalal yang digelar SKPD rawan penyimpangan anggaran. Sebab tidak ada anggaran untuk kegiatan bukber dan halalbihalal di pos masing-masing SKPD.
“Jadi kalau SKPD menggelar bukber atau halalbihalal, itu kemungkinan menggunakan anggaran kegiatan lain. Nah ini yang rawan penyimpangan,” kata Sekda seperti dikutip solopos, Selasa (30/6/2015).
Larangan bukber dan halalbihalal ini menimbulkan reaksi. Sebanyak sembilan elemen Muslim di Kota Bengawan mendatangi DPRD Solo untuk menyampaikan sikap atas adanya SE Sekda tentang larangan buka bersama (bukber) dan halabihalal yang mengatasnamakan satuan kerja perangkat daerah (SKPD), Kamis (2/7/2015).
Mereka mendesak Pemkot agar mencabut SE tersebut bila sudah dikeluarkan. Informasi yang diterima, seperti dilansir solopos.com, Sekda belum menerbitkan SE tersebut. Namun ada imbauan yang beredar lewat sort message service (SMS). Pesan singkat itu ditujukan kepada lurah, kepala unit pelaksana teknis daerah (UPTD), kepala sekolah untuk SMP dan SMA/SMK.
Sembilan elemen muslim itu di antaranya Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS), Elemen Muslim Surakarta (Elmusa), dan Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS). Kedatangan mereka diterima Wakil Ketua DPRD Solo, Umar Hasyim, didampingi Wakil Ketua Komisi I DPRD Solo, Achmad Sapari, di aula lantai II DPRD Solo.
“Kami dari sembilan elemen Muslim di Solo. Namun juru bicaranya dari LUIS,” kata Nurhadi, salah satu anggota DSKS, kepada solopos.com,Kamis (2/7/2015).
Ketua II LUIS, Salman Al Farizi, dalam kesempatan itu menyampaikan SE larangan kegiatan bukber dan halalbihalal di setiap SKPD sangat meresahkan umat Islam secara umum, khususnya di Solo. “Kami pengurus DPP LUIS dan elemen-elemen Muslim Surakarta yang didukung alim ulama dan tokoh umat Islam sangat menyayangkan adanya kebijakan yang merugikan umat Islam,” ujarnya.
LUIS juga mengajukan tujuh pertanyaan yang ditujukan kepada Pemkot tentang latar belakang dan dasar pengeluaran SE tersebut. Dia menilai tradisi bukber dan halalbihalal merupakan kegiatan rutin dan menjadi ajang silaturahmi, pembinaan ukuwah, mental spiritual bagi pegawai negeri sipil (PNS) maupun non-PNS yang ada di SKPD. Sampai sekarang, kata dia, kegiatan itu berjalan dengan baik, belum ada indikasi penyimpangan, dan tidak menimbulkan masalah.
“Baru saja, Rabu (1/7/2015), Kapolresta juga mengadakan bukber di Gedung Bhayangkara dengan staf dan jajarannya dan mengundang muspida, tokoh agama, dan tokoh masyarakat se-Soloraya. Anak yatim piatu, dhuafa, dan paguyuban becak juga diundang dan dihadiri Wakil Wali Kota,” kata dia.
Atas dasar itulah, Salman mengatakan elemen Muslim meminta SE dicabut atau dibatalkan karena sudah mengarah pada persoalan SARA. Bila terbukti ada penyimpangan anggaran oleh oknum PNS dalam kegiatan itu, sambung dia, Pemkot wajib menegur atau diproses hukum.
Wakil Ketua DPRD Solo, Umar Hasyim, mengatakan SE itu memang membuat keresahan umat Islam. Dia menyampaikan bukber dan halalbihalal tidak sekadar datang tetapi juga sebagai ajang silaturahmi dan pencerahan. “Perwakilan elemen masyarakat itu memang mendesak supaya SE itu dicabut. Mereka juga meminta Pemkot mengalokasikan anggaran bukber dan halalbihalal untuk mengantisipasi adanya pelanggaran hukum,” tuturnya kepada solopos.com usai pertemuan.
Umar meminta kepada masing-masing SKPD supaya mengalokasikan anggaran untuk kegiatan bukber dan halalbihalal. (azm/solopos/arrahmah.com)