Di Suriah, kota yang terkepung di Douma, sekitar 10 km dari timur laut Damaskus, telah berada di bawah serangan intensif oleh pasukan rezim Nushairiyah dan Rusia selama beberapa minggu terakhir.
Seorang warga bernama Osama Nasser menggambarkan seperti apa kehidupan di sana kepada Al Jazeera:
Biasanya dimulai pada pagi hari, sekitar pukul 8.00, dan berlangsung sepanjang hari. Namun baru-baru ini telah ada perkembangan baru, sekarang kami kadang-kadang menghadapi serangan udara di malam hari juga.
Kami bangun ketika kami mendengar bom pertama dan mengucapkan “Alhamdulillah kami masih hidup”.
Kadang-kadang kita pergi ke ruang bawah tanah yang telah kami sewa sehingga kami memiliki tempat untuk bersembunyi. Tapi kadang-kadang kami begitu bosan dengan bersembunyi di sana dan memutuskan lebih baik tinggal di rumah kami dan mencoba untuk mengabaikan penembakan.
Saya belum memberitahu istri atau anak saya mengenai ini, tapi saya bosan dengan hal itu. Saya muak dengan tindakan “aman” ini, karena bahkan banyak orang telah tewas saat di ruang bawah tanah.
Setelah sarapan, saya pergi ke kantor yang gedungnya berlokasi sama di mana saya tinggal, itu membantu saya untuk meminimalkan berapa banyak waktu yang harus saya habiskan keluar ke jalan.
Saya bekerja untuk Gerakan Suriah Tanpa Kekerasan, sebuah LSM yang didirikan pada tahun 2011 pada hari-hari awal revolusi.
Dalam hal makanan, keluarga saya adalah salah satu yang beruntung, karena saya dan istri saya sama-sama bekerja. Untuk sarapan, kami memiliki labneh (yoghurt) atau keju dan kadang-kadang selai. Dan kemudian kami memiliki makan kedua, hari ini kami memiliki beras dan tomat. Kadang-kadang kami juga menyantap daging.
Kami berterima kasih atas apa yang kami miliki sekarang. Sebagian besar waktu, kami memiliki susu untuk anak perempuan kami. Namun kami telah menghabiskan berbulan-bulan bahkan tanpa kopi atau teh.
Saya pindah ke Douma dari Damaskus pada pertengahan 2013. Saya sudah ditahan dua kali selama revolusi, sekali pada bulan Mei 2011 dan melewatkan kelahiran putri saya pada 10 Juni, ia berusia 17 hari ketika saya dibebaskan. Namanya adalah Emar, dia berusia 4 tahun sekarang.
Ketika saya tiba, kota itu baru dibebaskan dan ada suasana harapan. Sekolah alternatif, yang tidak menjalankan kurikulum negara dan organisasi baru seperti pasukan pertahanansipil dan dewan kota Douma baru didirikan.
Ada juga pusat kebudayaan baru, surat kabar, majalan dan stasiun radio FM. Rasanya seperti rezim akan segera jatuh.
Saat itu, jalan ke Damaskus masih terbuka, sehingga orang-orang yang tidak diinginkan oleh rezim bisa masuk dan keluar dengan menggunakan transportasi biasa. Tapi sudah ada penembakan dan kekuarangan listrik.
Pada Oktober tahun ini, pengepungan telah diperketat. Benar-benar sulit. Tidak ada makanan di pasar, tidak ada bahan bakar, hampir tidak ada sama sekali, dan tidak ada penyelundup yang membawa apa-apa. Tidak ada roti, dan tidak ada tepung untuk membuatnya, tidak ada beras atau kentang.
Penderitaan kami dua kali lipat kemudian, karena kami memiliki seorang putri yang menderita juga. Dapatkah Anda bayangkan seorang anak kecil yang tidak memiliki biskuti atau sepotong coklat sepanjang minggu?
Hanya terdapat beberapa sayuran yang tersedia, jadi saya mencoba untuk menanamnya sendiri. Ada daging pada awalnya dan itu lebih murah daripada beras dan gandum, karena peternak tidak punya makanan yang dapat digunakan untuk memberi makan ternak mereka, sehingga mereka menyembelih ternaknya. Mereka bahkan menyembelih unta.
Hari ini ada beberapa daging yang dihasilkan dari dalam Douma, namun harganya sangat mahal, sama seperti produk susu. Ayam dan telur kadang-kadang diselundupkan.
Sebuah roti seharga 800 pound Suriah atau sekitar lebih dari 3 USD dan rata-rata keluarga membutuhkan setidaknya satu dalam sehari.
Tapi situasi makanan kami sedikit lebih baik hari ini, berbicara relatif, tentu saja. Selama periode terburuk, makanan di Douma seharga 20 kali lipat dari harga di Damaskus, hari ini adalah sekitar tujuh kali lipat. Mungkin karena ada lebih banyak rute penyelundupan sekarang.
Tidak ada listrik, jadi kami memiliki panel surya di atap kami. Kami menggunakannya untuk memiliki sistem pemanas air dan itu dihancurkan oleh rudal. Dan musim dingin akan segera tiba, yang berarti kami harus membakar kayu untuk tetap hangat.
Situasi secara keseluruhan menjadi lebih buruk akhir-akhir ini, dan terus memburuk. Kami merasa bahwa tak ada yang pedulu tentang pembantaian terhadap kami setiap harinya. Tidak ada daerah seluas dua meter persegi di seluruh Douma yang belum terkena serangan.
Bangunan yang menjadi tempat saya tinggal telah dihantam oleh serangan berkali-kali, terima kasih ya Allah, itu hanya menyebabkan kerusakan material. Jendela plastik kami rusak oleh pecahan peluru, atau dari tekanan yang disebabkan oleh ledakan dan kami harus menggantinya dua kali dalam 10 hari terakhir.
Tak ada seorang pun di Ghautah, daerah sebelah timur Damaskus di mana Douma terletak, memiliki jendela kaca lagi, mereka semuanya telah rusak.
Pada 2 November lalu, ada serangan udara di sebuah rumah sakit lapangan di Douma. Ini adalah satu-satunya rumah sakit darurat yang tersisa di kota. Beberapa staf medis tewas dan puluhan cedera.
Sekarang kasus darurat harus dibawa ke tempat lain di Ghautah.
Ketika saya melihat sebuah bangunan yang telah hancur, saya selalu berpikir, kenapa bukan saya? Saya berjalan di jalan-jalan itu. Mungkin mereka ingin mendorong kami lebih jauh lagi. Mereka telah mendorong orang-orang di Douma ke batas tertinggi, namun mereka selalu dapat membunuh lebih banyak.
Mereka ingin membuat kami lebih sulit lagi untuk bertahan hidup, dengan memberikan kami lebih banyak kesulitan untuk bertahan, dengan membunuh anak-anak kami. Saya berada di sini ketika rezim menggunakan senjata kimia untuk menyerang Ghautah timur pada Agustus 2013, dan kami benar-benar berpikir bahwa sesuatu akan terjadi setelah itu untuk menghentikan hal-hal ini.
Jika serangan kimia terhadap anak-anak bukanlah “garis merah”, lalu apa? Masyarakat internasional telah memberikan Bashar Asad lisensi untuk membunuh. Mereka pada dasarnya mengatakan: “Anda bisa membunuh lebih banyak, dan Anda bahkan dapat membawa tentara lainnya untuk membunuh orang jika Anda kekurangan senjata dan tentara”.
Seluruh dunia sedang menyaksikan anak-anak Suriah dan perempuan dibunuh oleh bom barel dan serangan udara, namun tidak ada yang mengambil tindakan apapun untuk menghentikan pembantaian ini. Satu-satunya cara yang saya temukan untuk tetap positif adalah dengan membawanya. Setelah kehilangan orang-orang yang dicintai, rumah, pekerjaan, tabungan…..orang-orang tidak ada pilihan lain selain pergi.
Saya pikir masyarakat internasional tahu apa yang bisa menghentikan pembunuhan di Suriah, tetapi mereka tampaknya tidak peduli tentang kehidupan warga Suriah. (haninmazaya/arrahmah.com)