JAKARTA (Arrahmah.com) – Pembaca, seperti diberitakan sebelumnya, Andhika Purbo Swasono memimpin Tim Sympathy of Solidarity (SOS) Rohingya. Setelah berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Bangladesh di Dhaka, meluncur ke Cox Bazaar. Mengawali bulan Agustus, Andhika dipandu mitra lokal ACT, SAWAB (Social Agency for Welfare and Advancement in Bangladesh), menyalurkan bantuan untuk pengungsi di Teknaf. Berikut ini sebagian kisahnya, kami muat serial.
Tanggal 31 Juli, siang hingga malam saya bersama teman-teman dari SAWAB. Agenda meeting dimulai sekitar pukul 13.00, setelah sebelumnya sekitar jam 12.00 (agak meleset dari target jam 10 atau jam 11) berangkat dari hotel. Karena kemacetan lalu lintas yang sangat luar biasa, jarak dekat ditempuh dalam satu jam. Saya pikir Jakarta dan Nairobi jauh lebih baik untuk urusan lalulintas. Saya dijemput Mr. Altat, 29 tahun, lulusan S2 Marketing University of Dhaka yang gagal ke Amerika cuma gara-gara salah penulisan nama di ijasahnya. Drivernya Mr. Shuvo yang sangat ahli menghadapi lalu-lintas Dhaka yang luar biasanya ruwetnya.
Kantor SAWAB terletak di daerah Lalmatia, yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Red Soil dan jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Tanah Abang. Terletak di wilayah Mohammadpur, sekitar satu jam dari wilayah bisnis Gulshan, di mana Hotel Washington dan KBRI berada.
Sejauh ini, kalau ada yang menyapa “Tumi kmon acho?” dari komunitas Rohingya, maka saya akan menjawab, “Ami valo achi” yang artinya “Saya baik-baik saja.” Alhamdulillah. Perkenankan saya memperkenalkan mitra ACT di negeri Bangladesh.
SAWAB berdiri dari tahun 1995. Pendirinya Mr. SM. Rasheduzzaman bersama teman-temannya, antara lain Mr. Barkatullah dan Mr. Kazi Shahidul Islam. Mr. Rasheduzzaman sebelumnya adalah Country Director Bangladesh of Muslim Aid yang berpusat di London, United Kingdom (Inggris) selama 17 tahun. Mr. Barkatullah sendiri mantan pegawai Unicef selama kurang lebih tujuh tahun. Sedangkan Mr. Kazi seorang pengusaha dan juga dosen yang sering diundang mengajar dan memberikan ceramah di institusi pemerintah juga militer. Mengenal para pendirinya, tak salah menjadikan SAWAB mitra aksi kemanusiaan di Bangladesh ini.
Ba’da shalat dhuhur, kami bersama-sama menonton video profil SAWAB. Dari video itu saya menjadi tahu, SAWAB bergerak di seluruh distrik di Bangladesh, terutama di daerah Bangladesh bagian Utara. Berbagai program mereka jalankan, antara lain pendidikan, qurban, pemberdayaan masyarakat melalui microfinance, kesehatan, water sanitation, emergency dan relief.
Untuk Qurban, mereka pernah bekerja sama dengan banyak lembaga lintasbangsa. Antara lain Hayrat Foundation (Turki), Muslim Aid Australia, Muslim Aid UK, WAMYl. Usai pemutaran video profil SAWAB, giliran mereka menyaksikan video profil ACT. Mr. Rasheduzzaman sempat memberikan sejumlah masukan untuk memudahkan publik internasional memahami lebih dekat sosok ACT.
Mr. Rasheduzzaman sangat senang dengan kerjasama yang akan dilakukan. Beliau memberikan agenda acara selama kunjungan ACT di Dhaka. Salah satunya, beliau mengundang ACT pada Seminar Zakat yang akan diselenggarakan SAWAB tanggal 4 Agustus 2012. Event lainnya, ACT dibawa ke Cox’s Bazaar, menyaksikan langsung sejumlah ‘monumen sosial’ buah kiprah SAWAB berupa sejumlah sekolah. Di Cox’s Bazaar ini pula, ACT akan difasilitasi berkenalan dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang beroperasi di Dhaka.
Pada kesempatan perkenalan awal, saya sudah menjelaskan, urusan membantu muslim Rohingya, menjadi prioritas.
“Bantu ACT secepatnya ke Teknaf. Kalau bisa besok (berarti 1 Agustus),” kata saya kepada teman-teman dari SAWAB. Meski mereka mengakui permintaan ini bukan sesuatu yang “ringan”, mereka menyatakan kesanggupannya untuk memfasilitasi. Atas saran mereka juga, saya menggunakan Luxury Bus ke Teknaf. Alasannnya, itu tarifnya lebih murah dibanding menyewa mobil dari Dhaka atau naik pesawat. Di Cox’s Bazaar, ACT bisa menyewa mobil. SAWAB mengatur semuanya dan menyertakan seorang relawan menemani saya. Awalnya saya akan berangkat pagi, ternyata tiket yang tersedia, untuk berangkat malam. Sedikit penundaan ini, memberi saya kesempatan check out dari hotel dan menitipkan barang-barang di KBRI.
Suasana Ramadhan menjawab beberapa pertanyaan saya yang ingin mengenal lebih dalam tentang SAWAB. Hal itu terjawab ketika saya diundang menghadiri ifthar party, buka puasa yang dilakukan Bangladesh Jama’at Islamy. Saat itu hadir mantan Perdana Menteri Bangladesh, Begum Khaleda Zia. Jama’at Islamy sendiri, didirikan pemikir Islam terkenal yang sejumlah bukunya juga bredar terjemahannya di Indonesia, yakni Abu A’la al-Maududi. Maududi menurut yang saya baca, bersahabat dengan As-Syahid Hasan al-Bana, pejuang inspiratif pergerakan Ikhwanul Muslimin. Bahkan, Ikhwanul Muslimin yang mendunia, sengaja tidak membuka cabang di Bangladesh dan Pakistan, karena menghormati kehadiran Jama’at Islamy. Mr. Barkat, sahabat baru saya dari SAWAB memberi penjelasan tambahan soal Jama’at Islamy. Katanya,”Jama’at Islamy berkoalisi dalam Bangladesh National Party yang kebanyakan partai Islam, untuk menyeimbangkan Liga Awami yang saat ini berkuasa di Bangladesh.”
Mengenai rencana aksi di Teknaf, SAWAB menjelaskan, kehadiran saya kendati mewakili ACT, tidak seberapa leluasa. Melakukan pengambilan gambar dan sekadar wawancara pengungsi, masih bisa, tetapi tidak diperkenankan memberikan bantuan. Ini yang repot. Misi utama saya menyampaikan bantuan. Perlu putar akal agar bisa menjalankan peran ini. Sahabat dari SAWAB menjelaskan, Pemerintah Bangladesh melarang segala bentuk bantuan untuk pengungsi Rohingya karena meyakini, segala bentuk bantuan akan dianggap “gula” bagi pengungsi Rohingya dan membuat pengungsi yang datang semakin banyak. Padahal pemerintah saat ini sudah kewalahan untuk menghidupi rakyatnya yang overpopulated. Harus ada kebersamaan lembaga swadaya masyarakat lintasbangsa yang peduli Rohingya, kehadiran lembaga kemanusiaan, bukan mau merepotkan sebuah negeri, melainkan meringankan kewajiban mereka mengurus masalah kemanusiaan yang suka atau tidak sedang mereka hadapi.
Tentu, jika menyaksikan ada yang menderita, baik warga asli Bangladesh maupun pengungsi Rohingya, perlu juga berbagi agar meminimalisasi masalah pendistribusian. Saat ini bersama SAWAB kami berikhtiar menunaikan amanah dengan cara terbaik. Tidak menambah kerepotan Bangladesh pengungsi menerima haknya. Harap maklum kalau aktivitas pendistribusian ini tidak bisa “gagah-berani” memajang atribut lembaga. Kepada para donatur ACT dan para mitra, mohon dimaklumi.
Seperti halnya saat saya dan kawan-kawan relawan ACT mendistribusikan hewan qurban di Garissa, karena masalah teknis di lapangan, tidak semua atribut dan prosedur standar terlaksana. Bagaimana pun pengungsi Rohingya, juga Somalia di Garissa (Kenya), dalam kondisi abnormal. Intinya, bantuan bisa diterima yang berhak, meski pendokumentasiannya tidak sesuai harapan.
Untuk sahabat jurnalis di Tanah Air, mohon dimaklumi juga jika upaya mewawancarai saya tidak selancar yang diharapkan. Saya musti mencari fix line atau kawasan yang relatif lancar menerima sinyal telepon agar komunikasi tidak terganggu. Seperti dilakukan TV-One dan Radio Australia kemarin, semua saya lakukan di Dhaka. Selain sinyal lebih kuat, situasi kesekitarannya lebih mendukung. Demikian laporan saya dari Bangladesh. Mohon do’a sahabat semua, semoga amanah tertunaikan dengan baik sesuai harapan. (bilal/act/arrahmah.com)