JAKARTA (Arrahmah.com) – Andhika Purbowo salah satu relawan ACT for Rohingya kembali mengabarkan aktifitasnya dalam rangka menyampaikan amanah bantuan kemanusiaan bagi Muslim rohingya yang terzholimi. Kali ini, melalui suratnya Andhika menceritakan perjalanannya ketika menuju dan berada di kamp pengungsian warga Rohingya, berikut surat tersebut yang dikirmkan ke redaksi arrahmah.com.
Alhamdulillah, setelah mengarungi perjalanan selama 10 jam dari Dhaka, akhirnya saya dan seorang relawan bernama Arif Rahman Saky (biasa dipanggil Saky) tiba di Cox’s Bazaar pada pukul 8 pagi, yang jarak dari Dhaka diperkirakan lebih dari 300 km. Sampai di Cox’s Bazaar, kami menyewa kamar disebuah hotel melati bernama Hotel Coral Reef.
Setelah istirahat sebentar, kami mencari mobil dengan berkeliling kota Cox’s Bazaar bersama relawan lokal di Cox’s Bazaar bernama Mostak Ahamad Khondakar (Mostak). Setelah mendapatkan mobil dengan harga sewa yang lumayan miring, kami segera berangkat ke Teknaf. Perjalanan ke Teknaf diperkirakan menempuh jarak 75 km, dengan perkiraan waktu 2 jam.
Namun baru setengah jalan menuju Teknaf, kami melintasi Kutupalong dan menemukan satu kamp penuh pengungsi. Menurut informasi dari Saiful Islam, driver kami, di kamp itulah pengungsi Rohingya tinggal. Akhirnya kami berhenti untuk singgah di Kamp tersebut. Kamp itu bertempat di Kutupalong, sub distrik/Upazila Ukhia, Distrik Cox’s Bazaar, Chittagong Division, Bangladesh
Di kamp tersebut kami bertanya kepada seorang Bapak Nur Muhammad, 42 tahun dengan 8 anak. Beliau terpaksa pergi dari kampung halamannya di Myanmar karena rumahnya dibakar oleh mafia. Ia berhasil melarikan diri ke Bangladesh namun bantuan yang ia terima sangat minim. Begitu juga dengan pengungsi lainnya, yang rata-rata sudah mendiami kamp tersebut lebih dari 20 tahun.
Seorang pemuda berusia 18 tahun, Muhammad Kasham mengatakan bahwa ia lahir di kamp ini. Dan anak-anak di kamp tidak mendapatkan pendidikan semestinya. Pendidikan hanya diberikan kepada anak2 yang telah terdaftar di UNHCR. Kasham juga menunjukkan rumah2 yang ada di kamp. Tim sempat memasuki satu rumah yang sangat tidak layak. Pemilik rumah, Bapak Abul Alam, 55 tahun sakit2an. Ia mengaku tidur di rumah itu bersama anak-anaknya yang berjumlah. Ia sempat dirawat oleh klinik yang diselenggarakan MSF namun hanya untuk perawatan primer.
Lalu ada seorang Ibu yang menceritakan kondisi kampungnya. Anak muda ditangkapi semuanya, akhirnya ia mengungsi ke Bangladesh dan ditempatkan di Kutupalong.
Kehidupan pengungsi di Kutupalong jauh dari layak. Ketersediaan fasilitas air bersih dan sanitasi sangat kurang. Jumlah pengungsi sekitar 50 ribu orang dan 35 ribu di antaranya anak-anak yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk. Karena anak-anak tersebut tidak sekolah, akhirnya anak2 menjadi pengemis di sekitar kamp.
Sementara itu, berita di bawah ini menyatakan 25 orang yang berusaha masuk ke Bangladesh tertangkap dan ditahan polisi perbatasan Bangladesh (Border Guard Bangladesh)
http://bdnews24.com/details.php?id=229459&cid=2&aoth=1
Dan pagi ini saya menerima berita dari seorang rekan relawan bahwa 3 NGO dunia dihentikan operasinya karena membantu pengungsi ROhingya, antara lain : Muslim Aid UK, MSF Netherland dan ACF. (bilal/act/arrahmah.com)