JAKARTA (Arrahmah.com) – Indonesia negeri dengan mayoritas penduduknya Muslim terbesar sedunia, kondisinya sangat sumpek tatkala bulan Desember tiba, yakni saat kepungan atribut Kristen untuk rayakan Natal di sekitar kaum Muslimin. Ini tampak jelas di pertokoan, pasar, jalanan, hingga stasiun televisi. Para pekerja Muslim pun ikut-ikutan memakai atribut event kaum kafir tersebut.
Hal ini menjadi kepedulian dari sekelompok anak muda yang tergabung di Alim (Anti Liberal Movement), pada rilisnya yang diterima redaksi Senin (16/12/2013).
“Semakin maraknya penggunaan simbol-simbol perayaan Natal dan Tahun Baru oleh pekerja-pekerja Muslim, atribut tambahan dari pakaian kerja mereka selama Natal dan Tahun Baru. Bukan hanya itu, pusat perbelanjaan di kota-kota besar hingga stasiun televisi juga sangat marak menggunakan atribut-atribut perayaan Natal dan Tahun Baru yang merupakan bentuk perayaan dari agama Kristen. Padahal seperti kita ketahui, penduduk Indonesia mayoritasnya beragama Islam yang setara dengan kurang lebih 87%, namun perayaan dan atribut agama minoritas sangat marak dalam hal ini.”
Kondisi ini, lanjut Alim bertolak-belakang dengan negara yang masyarakatnya mayoritas bergama Kristen. Perayaan hari raya kaum Muslimin yang minoritas sangat terbatas bahkan “sepertinya” dibatasi. Realitas yang ditemukan di negara-negara Barat seperti Eropa dan Amerika, umat Islam tidak bisa merayakan hari-hari rayanya sebagaimana mereka yang beragama Kristen di Indonesia. Meski demikian kesan yang beredar di Barat terhadap Muslim Indonesia tetap saja intoleran, pelanggar hak-hak asasi manusia dan propaganda negatif lainnya. Tidakkah lontaran intoleran seharusnya dialamatkan kepada negara Barat?
Perihal para pekerja Muslim yang menggunakan atribut Natal dan tahun baru tentunya ini melanggar hak asasi manusia, lantaran mereka tidak mempunyai pilihan lain kecuali ikut mematuhi program pemasaran perusahaannya, yang didalamnya terdapat penggunaan atribut-atribut agama yang membahayakan aqidah seorang Muslim. Jika mengucapkan selamat natal dan tahun baru saja dilarang serta diharamkan oleh Majelis Ulama Indonesia, apalagi menggunakan atribut Natal dan tahun baru yang merupakan simbol-simbol kekafiran.
Lebih jauh Alim sangat mengkhawatirkan kalangan remaja yang secara tidak sadar sering kita lihat menggunakan atribut-atribut perhiasan seperti kalung, giwang, gelang ataupun hiasan-hiasan lainnya yang berbentuk salib, bangunan gereja, pohon natal, telur paskah, dewa-dewa, cakra yang sebenarnya merupakan simbol-simbol agama Kristen dan kaum kafir lainnya, padahal mayoritas dari mereka itu bergama Islam.
“Itu sebabnya Alim merasa sangat perlu untuk mengangkat permasalahan di atas ke permukaan agar menjadi pemicu kesadaran bagi Generasi Muda Islam untuk tidak sembarangan menggunakan simbol-simbol sebagai perhiasan yang tanpa disadari telah mereka anggap sebagai satu hal yang biasa.”
Dari realitas yang dipaparkan di atas apakah para pekerja Muslim dapat menolak jika kebijakan perusahaan meminta mereka untuk menggunakan atribut-atribut Natal dan tahun baru? Adakah hal itu akan berakibat kepada diputusnya hubungan kerja mereka atau PHK? Dari sisi aqidah kita akan mengetahui apakah penggunaan simbol-simbol agama lain itu dibolehkan? Apa resikonya dari sisi agama Islam?
Untuk itu Alim akan menggelar kajian yang dapat membantu kaum Muslimin menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Selain itu memahami kenapa hal itu dilarang dalam Islam serta menguatkan diri mereka untuk lebih tangguh dan tegar dalam mempertahankan keimanan di dada generasi muda Islam maupun kaum Muslimin seluruhnya sehingga tidak terjebak dalam jargon “toleransi” yang salah kaprah.
Adapun jadwal selengkapnya kajian Alim dapat dilihat pada rubrik event di situs ini. (azm/arrahmah.com)