(Arrahmah.com) – Di masa awal Islam, mengucapkan dua kalimat syahadat bukanlah hal mudah. Seseorang harus siap kehilangan dunianya. Kehilangan ayah atau ibu, saudara, kerabat, dan mata pencarian. Mereka tak hanya dikucilkan masyarakat, tapi mengalami juga penyiksaan. Jangankan mereka yang berstatus sosial rendah, bangsawan pun mengalami hal yang mengerikan. Abu Bakar ash-Shiddiq, seorang bangsawan pernah dipukuli sampai pingsan. Oleh karena itu, mereka yang memeluk Islam di zaman itu adalah orang pilihan. Mereka adalah orang yang siap bertaruh nyawa. Kalau mereka orang-orang lemah seperti kita, pastilah Rasulullah tak punya pembela dan teman setia.
Di antara mereka yang memeluk Islam di awal kedatangannya adalah Sumayyah binti Khayyath. Seorang wanita mulia yang memiliki keimanan yang kuat. Ia termasuk orang yang pertama-tama memeluk Islam. Bahkan orang ketujuh yang menyambut seruan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. status sosialnya yang rendah membuatnya mengalami penyiksaan yang parah. Sampai ia wafat karena disiksa.
Siapakah Sumayyah?
Sumayyah binti Khayyath radhiallahu ‘anha adalah ibu dari Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhuma. Ia memeluk Islam di Mekah. Dan menjadi orang ketujuh yang menyambut seruan tauhid. Ia disiksa. Dipaksa agar kembali ke agama semua. Namun ia tak peduli dengan siksaan itu. Ia bersabar. Hingga Abu Jahal melemparkan tombak yang menembus perutnya.
Memeluk Islam
Beberapa saat sebelum diutusnya Muhammad bin Abdullah menjadi Nabi dan Rasul, Yasir bin Amir datang ke Mekah. Ia seorang laki-laki yang berasal dari Yaman. Kemudian ia dinikahkan oleh Abu Hudzaifah dengan budaknya yang bernama Sumayyah binti Khayyath. Saat Sumayyah melahirkan Ammar, Abu Hudzaifah membebaskannya.
Kemudian cahaya Islam mendatangi Mekah. Keluarga kecil Yasir ini segera menerimanya (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 4/101). Ada yang meriwayatkan bahwa Sumayyah adalah orang ketujuh yang memeluk Islam (Ibnu Mandah: al-Mustakhraj, 2/516).
Mujahid rahimahullah berkata, “Orang pertama yang menampakkan keislamannya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. kemudian Abu Bakar ash-Shiddiq, Bilal bin Rabah, Shuhaib, Khabbab bin al-Arat, Ammar bin Yasir, Sumayyah ibunya Ammar. Semoga Allah meridhai mereka semua (Ibnu Abdil Bar: al-Isti’ab fi Ma’rifati al-Ash-hab, 4/1864).
Derita di Jalan Islam
Derita di jalan Islam dialami oleh Sumayyah binti Khayyath radhiallahu ‘anha. Setelah ia memeluk Islam, ia disiksa. Ia dipaksa kembali kepada agama semula. Namun ia tetap bergeming. Padahal saat itu ia sudah tua dan lemah (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 8/207). Saat ia mengalami penyiksaan, Rasulullah menemui Sumayyah, suaminya, Yasir, dan anaknya, Ammar. Mereka sedang dijemur diteriknya matahari Mekah (Ibnu Ishaq: as-Siyar wa al-Maghazi, Hal: 192). Beliau bersabda,
صَبْرًا يَا آلَ يَاسِرٍ فَإِنَّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ
“Bersabarlah keluarga Yasir. Sungguh tempat kalian adalah surga.” (HR. Al-Hakim dalam Mustadraknya 5646).
Islam adalah solusi bahagia kehidupan dunia dan akhirat. Namun sebagian orang salah paham tentang solusi ini. Mereka sangka, solusi itu berarti semuanya enak dan cukup. Kalau ikut syariat tidak mengalami kesulitan. Kalau ikut syariat bisa menjadi kaya. Dan pemahaman yang berorientasi duniawi lainnya. Padahal bahagia itu adalah bahagi hati. Meskipun raga mengalami derita. Ibnu Taimiyah rahimahullah, seorang ulama yang dipenjara tujuh kali seumur hidupnya. Mengalami siksa dan derita sebagai seorang tahanan. Sampai tak sempat menikah. Dan wafat di dalam penjara. Beliau pernah mengatakan,
ما يصنع أعدائي بي أنا جنتي وبستاني في صدري أين رحت فهي معي لا تفارقني ، أنا حبسي خلوة ، وقتلي شهادة ، وإخراجي من بلدي سياحة .
“Apa yang bisa diperbuat musuh-musuhku padaku? Karena surgaku dan kebahagiaanku berada di hatiku. Kemanapun aku pergi ia tetap bersamaku. Tak terpisah dariku. Kalau mereka menahanku, maka aku berduaan menyepi bersamanya. Kalau mereka membunuhku, itulah syahadah (syahid). Kalau mereka mengasingkanku dari negeriku, itu adalah rekreasi.” (Muhammad bin Ahmad bin Salim as-Safarini: Ghidza-u al-Albab fi Syarhi Manzhumati al-Adab, Hal: 496).
Jadi, Islam itu sendiri adalah bahagia. Kalau seseorang memahami Islam dengan baik, bagaimanapun kondisinya ia akan mendapatkan kebahagiaan di hatinya. Semoga Allah memberi taufik kita pada yang demikian.
Wafat
Sumayyah binti Khayyath radhiallahu ‘anha wafat dalam keadaan tegar di atas Islam. Tidak ada ucapan yang keluar dari mulutnya merespon paksaan orang-orang musyrikin. Ia tak peduli. Biar pedih raganya disiksa. Mengalir darah dari tubuhnya yang tua. Sambaran terik matahari padang pasir Mekah membakarnya. Dipadu dengan caci maki kafir Quraisy. Keimanan tetap ia pertahankan. Jabir radhiallahu ‘anhu berkata,
يقتلوها فتأبى إلا الإسلام
“Mereka membunuhnya. Tapi ia tolak semuanya kecuali Islam.” (Ibnu Katsir: al-Bidayah wa an-Nihayah, 3/59).
Ia tetap teguh walaupun disiksa. Hingga lewat Abu Jahal yang sudah berputus asa memaksanya. Si Firaun ini hujamkan sangkur pada wanita tua itu. Sumayyah pun menjadi syahidah pertama di dalam Islam (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 8/207).
Saat Abu Jahal tewas di Perang Badar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada Ammar radhiallahu ‘anhu,
قَتَلَ اللهُ قَاتِلَ أُمِّكَ
“Telah tewas pembunuh ibumu.” (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 8/207).
(*/Arrahmah.com)