JAKARTA (Arrahmah.com) – Pusat HAM Islam Indonesia (PUSHAMI), mendampingi Mukhlis yang mewakili keluarga Ustadz Basri melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Dalam laporannya, keluarga Ustadz Basri mengungkapkan bahwa sudah satu bulan lebih Ustadz Basri ditangkap, tapi ia tak bisa dibesuk di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua Depok, Jawa Barat.
“Kalau Ustadz Basri ini kan sudah hampir satu bulan keluarga belum bisa diperkenankan membesuk,” kata Direktur Kontra Terorisme dan Kontra Sparatisme PUSHAMI, Yusuf Sembiring saat mendampingi keluarga korban di Komnas HAM, Jalan Latuharhari No. 4 B, Kelurahan Menteng, Jakarta Pusat, pada Senin (25/5/2015).
Pada kesempatan tersebut, disampaikan pula tentang aksi brutal penangkapan Ustadz Basri di depan anaknya.
“Jadi beliau sedang membawa anaknya ke pasar, lalu dipepet oleh dua mobil kemudian ditabrak dan terjatuh bersama anaknya yang masih kecil. Ada warga yang hendak menolong tapi aparat mengeluarkan senjata dan menceganya,” ungkap Yusuf.
Hingga kini, anak Ustadz Basri masih mengalami trauma atas kekerasan Densus 88.
“Tadi keponakannya yang mengadukan hal tersebut, sampai hari ini anaknya dalam kondisi trauma,” imbuhnya.
Untuk diketahui, Ustadz Basri yang merupakan pimpinan pondok pesantren tahfidzul qur’an (penghafal Al-Qur’an) Ar-Ridha, ditangkap di depan apotik Bungadia, Jalan Manuruki, Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya, Makassar, pada Jum’at (24/4/2015).
Ustadz Basri ditangkap Densus 88 saat bersama dengan anaknya yang masih kecil yang berumur 3 tahun. Ustadz Basri ditangkap dengan cara ditabrak motornya hingga dirinya dan anaknya terjatuh.
Saksi mata di lokasi menuturkan, setelah terjatuh, sekitar delapan orang Densus 88 berpakaian preman turun dari 2 mobil menyuruh tiarap, lalu memborgol tangan Ustadz Basri, kemudian memasukkan ke dalam mobil berwarna hitam dan langsung dibawa. Sementara anak Ustadz Basri yang masih kecil ditinggalkan begitu saja. (azmuttaqin/arrahmah.com)