ANTEP (Arrahmah.com) – Nasib malang menimpa anak-anak pengungsi. Setelah melarikan diri dari perang di negaranya, kini mereka harus menghadapi predator seksual di pengungsian.
Sejumlah kasus perkosaan terkuak dari kamp pengungsi di Nizip, Turki, yang dilakukan oleh pekerja kebersihan berusia 27 tahun. Setidaknya 30 anak pada Juni hingga September 2015 telah menjadi korban pelecehan seksual.
Predator anak itu menghadapi ancaman penjara selama 230 tahun. Namun, dalam dokumen dakwaannya hanya ada delapan nama korban yang semuanya berasal dari Suriah. Korban-korbannya merupakan anak laki-laki berusia sekitar delapan tahun.
Pelaku berinisial EE itu melakukan aksinya di wilayah yang tidak bisa dilihat kamera pengawas, seperti toilet.
Jurnalis korban BirGun, Erik Acarer yang pertama kali menguak kisah ini mengatakan banyak keluarga korban memilih tidak melapor karena takut dideportasi ke tempat asal mereka.
EE adalah warga negara Turki asal distrik Bozova, provinsi Sanliurfa. Pengadilan berencana menjatuhkan putusan pada 1 Juni. Sebelumnya, sejumlah korban telah memberikan kesaksian terkait bukti krusial.
Salah satu korban mengungkapkan, EE mengiming-iminginya dengan bayaran uang. “EE memanggil dan membawa saya ke toilet, Ia menawarkan 1,5 lira untuk hubungan seksual. Saya menolak. Tapi kemudian ia memaska dan meperkosa saya,” kata korban berinisal AD, sebagaimana dilansir RT (17/5/2016).
Menurutnya, EE melakukan hal itu berkali-kali di lain hari. Korban lain berusia 12 tahun berinisial MH. Menurut MH, EE melecehkannya pada Ramadhan. Seorang korban lain, HI bercerita bagaimana ia melarikan diri dari EE.
“Ia memanggil saya ke toilet untuk ‘bersenang-senang’ dan ia janji memberikan 10 lira,” kata anak itu. Beruntung, EE melupakan sesuatu hingga ia meninggalkan HI. Saat itulah HI melarikan diri dan memberitahu ayahnya. Kemudian mereka pergi ke polisi dan melaporkan semua.
Fasilitas kamp di Antep itu merupakan salah satu yang diawasi langsung oleh Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu. Sejumlah petinggi Eropa juga pernah mendatangi kamp, seperti Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk. (fath/arrahmah.com)