JAKARTA (Arrahmah.id) – Setelah menjadi pembicaraan hangat, akhirnya Pemerintah memastikan bawah program konversi LPG 3 kg menjadi kompor listrik tidak akan dilakukan pada tahun 2022 ini karena perlu dibahas detail dengan parlemen.
Program ini memang mendapat sorotan publik luas terlebih karena alasan program ini dikarenakan subsidi LPG 3 kg salah sasaran sehingga beban APBN dalam memberikan subsidi untuk tabung melon ini terus membengkak.
Anggota Komite II DPD RI yang membidangi persoalan energi, Fahira Idris mengungkapkan, selain karena subsidi LPG 3 kg yang dinilai salah sasaran, rencana konversi ke kompor listrik juga tidak dapat dilepaskan dari strategi Pemerintah untuk mengatasi kelebihan pasokan listrik yang saat ini dialami PT PLN (Persero). Namun, dirinya menilai konversi gas 3 kg ke kompor listrik bukanlah solusi dari membengkaknya subsidi LPG 3 Kg maupun solusi untuk menyerap over supply listrik.
“Saat ini yang paling mendesak dilakukan Pemerintah agar subsidi LPG 3 tidak salah sasaran adalah melakukan percepatan perbaikan tata kelola. Pastikan yang mendapat subsidi adalah masyarakat miskin, rentan miskin dan usaha mikro,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta (26/9).
Fahira meminta pemerintah mencari solusi agar pendistribusiannya LPG 3 kg tidak seterbuka sekarang.
“Jadi yang harus dilakukan Pemerintah adalah memperbaiki database penerima gas 3 Kg agar tepat sasaran serta memperbaiki manajemen operasional dan pengawasan dari hulu hingga hilir pelaksanaan distribusinya. Rencana konversi ke kompor listrik itu bukan jalan keluar, tetapi lebih kepada jalan mudah bagi Pemerintah karena belum mampu memperbaiki tata kelola subsidi LPG 3 kg tepat sasaran,” terangnya.
Sementara terkait over supply listrik, menurut Fahira, harusnya Pemerintah memutar otak agar kelebihan ini diserap maksimal oleh sektor industri dan bisnis, bukan rumah tangga.
Selain itu, lanjutnya, harus segera direalisasikan program agar terjadi penyeimbangan antara daerah yang mengalami surplus tenaga listrik dan daerah yang mengalami defisit listrik di Indonesia agar kelebihan listrik yang terjadi saat ini bisa terserap.
Fahira menilai dari berbagai persoalan, terutama terkait subsidi yang salah sasaran dan persoalan over supply listrik PLN yang dikarenakan ketidakcermatan kebijakan, Pemerintah cenderung mencari jalan keluar yang mudah.
Untuk gas, ujar Fahira, misalnya selain perbaikan tata kelola, kenapa Pemerintah tidak menggenjot konsumsi gas rumah tangga dengan mengalihkan LPG menjadi jaringan gas. Atau untuk mengurangi subsidi, Pemerintah menerapkan strategi peralihan dari LPG menuju produk dimetil eter atau bahan bakar yang berasal dari batubara berkalori rendah.
“BBM subsidi salah sasaran, jalan mudahnya naikkan harga BBM. Subsidi LPG 3 Kg salah sasaran, jalan mudahnya gulirkan rencana mengganti kompor gas dengan kompor listrik. Jadi setiap persoalan yang dikarenakan ketidakcermatan kebijakan, Pemerintah selalu mencari jalan mudahnya saja. Jalan mudahnya yaitu jadikan rakyat sebagai solusinya,” pungkas Fahira.
(ameera/arrahmah.id)