MANAMA (Arrahmah.com) – Bulan Ramadhan menjadi momentum bagi banyak Muslim di berbagai negara untuk berkunjung ke Tanah Suci.
Otoritas Arab Saudi mengatakan, dalam 10 hari pertama bulan puasa, sekitar enam juta Muslim dari berbagai negara telah datang ke Makkah untuk melaksanakan umrah.
“Ada setidaknya 5,6 juta orang datang untuk umrah,” ujar Gubernur Makkah Prince Khalid Al Faisal, seperti dikutip the Gulf News, Senin (22/7)
Warga Mesir merupakan yang terbesar tiba di Arab Saudi, mencapai 700 ribu orang, menyusul kemudian Indonesia. Iran menempati urutan ketiga dengan sekitar 331 ribu jamaah. Banyak Muslim memilih berkunjung pada bulan puasa mengingat pahala dan limpahan karunia yang melimpah.
Namun, otoritas di Saudi berada dalam tekanan menyusul pelebaran Masjidil Haram di Makkah. Di satu sisi, permintaan untuk umrah cukup tinggi, tapi di pihak lain pemerintah harus tetap memastikan agar jumlah jamaah tidak sampai terlalu padat.
Pada Kamis pekan lalu, otoritas setempat memperpanjang batas waktu pengajuan aplikasi visa umrah dari 10 Ramadhan menjadi 15 Ramadhan. Hal ini untuk membantu jamaah agar tetap bisa mengurus proses umrahnya.
Sebagai langkah mengantisipasi kepadatan jamaah, baik lokal maupun asing, Pemerintah Arab Saudi membatasi waktu kunjungan di kotas suci ini.
Pengunjung telah diinformasikan agar tidak boleh tinggal lebih dari dua pekan. Pada akhir Ramadhan, mereka sudah harus meninggalkan Makkah. Karena, biasanya saat Idul Fitri jumlah jamaah cukup besar.
Harus diakui, salah satu persoalan utama yang dihadapi Pemerintah Arab Saudi saat ini, yakni tingginya angka pemukim ilegal. Pemukim yang melampaui batas masa tinggalnya itu kebanyakan berasal dari Asia dan Afrika. Mereka mencoba tetap tinggal di Makkah selama mungkin.
Wakil Menteri urusan Haji Hatem Qadi, seperti dikutip Arab News sebelumnya mengatakan, strategi pengaturan terbaru dikeluarkan menyusul pelebaran di Masjidil Haram.
Dia mengaku, telah meminta perusahaan umrah dan haji untuk mempercepat pemulangan jamaah umrah yang telah datang sejak Rajab dan Sya’ban. Hal ini perlu untuk memberikan kesempatan calon jamaah lain yang mengajukan visa umrah pada bulan puasa.
“Pada waktu-waktu terdahulu, perusahaan umrah dan haji sekaligus menggabungkan kunjungan di bulan Rajab dan Sya’ban sampai Ramadhan, sehingga menyebabkan padatnya Masjidil Haram,” ujarnya.
Kementeriannya menginginkan semua perusahaan untuk memulangkan klien mereka yang sudah tinggal sejak Rajab dan Sya’ban sebelum dikeluarkannya visa Ramadhan.
“Akumulasi jumlah jamaah di bulan Ramadhan akan menyebabkan pembeludakkan di Arafat. Ini tidak mungkin karena adanya proyek di Masjidil Haram dan bandara di Jeddah,” ujarnya.
Arab Saudi, awal tahun ini, juga telah mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi jamaah haji, yakni sebesar 50 persen di dalam negeri dan 20 persen luar negeri.
(azmuttaqin/ROL/arrahmah.com)