IDLIB (Arrahmah.com) – Saat ini di kota Jisr Al-Shugour, provinsi Idlib suasana relatif tenang namun cukup mencekam, setelah hari-hari penuh pemboman dan penembakan oleh pasukan rezim Nushairiyah pimpinan Bashar Asad.
Penduduk pada Rabu (5/9/2018) melaporkan bahwa penembakan dan serangan udara telah terhenti, tetapi sejumlah pesawat pengintai memenuhi langit kota dan daerah sekitarnya.
Pada Selasa (4/9), jet tempur Rusia dan rezim Suriah mengebom kota dan pinggirannya, membunuh 10 warga sipil dan melukai 20 lainnya, Abu Al-Fadl Ahmad, anggota White Helmets, mengatakan kepada Al Jazeera.
Di antara korban adalah lima anak dari keluarga yang sama, Ahmad melanjutkan.
Kampanye pengeboman itu mengirim banyak penduduk setempat melarikan diri ke perbatasan Turki, kata Ahmad, sementara sejumlah orang dengan luka serius juga melintasi perbatasan untuk mendapatkan perawatan.
Pemboman itu juga menargetkan posisi kelompok pertahanan sipil White Helmets di provinsi Idlib.
Tentara rezim Suriah yang dibantu oleh Rusia, telah mempersiapkan serangan di provinsi yang saat ini masih dikuasai oleh pejuang Suriah.
Turki, yang menentang ofensif di provinsi Idlib, dalam sebuah pidato yang dipublikasikan oleh media Turki pada Rabu (5/9), Presiden Recep Tayyip Erdogan memperingati bahwa menjatuhkan bom dan rudal di provinsi Idlib bisa menyebabkan pembantaian.
“Tuhan melarang, pembantaian serius bisa terjadi jika ada hujan rudal di sana,” ujar Erdogan kepada para wartawan setelah kunjungan resmi ke negara Kyrgyzstan.
Para pejabat Rusia telah membenarkan operasi militer direncanakan di Idlib.
“Idlib adalah zona ‘de-eskalasi’ yang tersisa di mana puluhan ribu ‘teroris’ terkonsentrasi, dipimpin oleh Jabhah Nushrah [Jabhah Fath Syam],” ujar Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov.
“Salah satu elemen dari perjanjian ‘de-eskalasi’ adalah komitmen untuk menarik oposisi bersenjata moderat dari wilayah yang dikendalikan oleh ‘teroris’, sehingga mereka menghadapi apa yang layak mereka dapatkan,” klaimnya. (haninmazaya/arrahmah.com)