DONETSK (Arrahmah.id) – Warga Ukraina yang tinggal di wilayah yang diduduki Rusia dipaksa untuk menjadi warga negara Rusia atau menghadapi pembalasan yang keras, termasuk kemungkinan deportasi atau penahanan, demikian hasil penelitian yang didukung oleh Amerika Serikat (AS) yang diterbitkan pada Rabu (2/8/2023).
Para peneliti dari Universitas Yale mengatakan bahwa sebagai bagian dari rencana Moskow untuk menegaskan otoritasnya atas warga Ukraina, penduduk di wilayah Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia menjadi sasaran upaya sistematis untuk melucuti identitas Ukraina, lansir Reuters.
Serangkaian dekrit yang ditandatangani oleh Presiden Rusia Vladimir Putin memaksa warga Ukraina untuk mendapatkan paspor Rusia, yang merupakan pelanggaran terhadap hukum kemanusiaan internasional, kata laporan itu.
Kremlin secara konsisten membantah tuduhan kejahatan perang di Ukraina oleh pasukan yang mengambil bagian dalam “operasi militer khusus” yang dikatakannya diluncurkan untuk “meniadakan Nazi” negara tetangganya dan melindungi Rusia.
Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin mengatakan pada Mei bahwa Moskow telah memberikan paspor kepada hampir 1,5 juta orang yang tinggal di wilayah Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson yang dianeksasi oleh Rusia sejak Oktober lalu.
Orang-orang Ukraina di wilayah pendudukan yang tidak mencari kewarganegaraan Rusia “menjadi sasaran ancaman, intimidasi, pembatasan bantuan kemanusiaan dan kebutuhan dasar, dan kemungkinan penahanan atau deportasi -semuanya dirancang untuk memaksa mereka menjadi warga negara Rusia,” klaim laporan tersebut.
“Yang memprihatinkan di sini adalah bahwa hal itu pada dasarnya merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Den Haag dan Jenewa,” kata Direktur Eksekutif Nathaniel Raymond dari Laboratorium Penelitian Kemanusiaan di Sekolah Kesehatan Masyarakat Yale. “Hal ini sangat meluas dan terus berlangsung.”
Warga Ukraina di daerah-daerah yang berada di bawah kendali Rusia tak punya pilihan selain menerima paspor Rusia jika mereka ingin bertahan hidup, atau mereka akan menghadapi potensi penahanan dan, seperti yang telah didokumentasikan oleh tim tersebut, dideportasi ke Rusia jika tak mematuhinya,” ujar Raymond.
Tanggung jawab ada di tangan Kremlin dan Putin, yang telah didakwa melakukan kejahatan perang oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas tuduhan mendeportasi anak-anak Ukraina dan otoritas pendudukan, katanya.
Kremlin mengatakan bahwa keputusan ICC untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Putin adalah tanda “permusuhan yang jelas” terhadap Rusia dan terhadap Putin secara pribadi.
Laporan ini dirilis sebagai bagian dari program Observatorium Konflik, dengan dukungan dari Departemen Luar Negeri AS dan dilakukan oleh mitra penelitian dari Laboratorium Penelitian Kemanusiaan di Sekolah Kesehatan Masyarakat Yale. (haninmazaya/arrahmah.id)