(Arrahmah.com) – Sebagai gerakan jihad internasional, Al-Qaeda memiliki tujuan untuk menyatukan Mujahidin di seluruh dunia dalam sebuah perjuangan bersama melawan musuh-musuh Islam yang menjajah negara-negara Muslim, menjarah dan mengeksploitasi melalui rezim boneka neo-kolonial.
Di mata salibis Amerika Serikat, pembentukan Al-Qaeda merupakan bahaya dan ancaman besar bagi eksistensi mereka sebagai agresor di negeri-negeri kaum Muslimin. Bersama zionis “Israel”, salibis AS pun berdiri sebagai pemimpin dalam perang melawan Islam dengan dalih melawan “terorisme”.
Strategi salibis AS dalam perang melawan Al-Qaeda diungkapkan dalam sebuah analisa oleh Ummetislam yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Abu Djuhayman dan diperbarui oleh Abu Muhammad (muhajirishaam) dan Abu Khuzaimah.
Berikut terjemahan analisa yang bersumber dari Mujahidin Belanda di Suriah dan dipublikasikan oleh Muqawamah Media pada Ahad (8/2/2015) tersebut.
Bagian 1
Perhitungan Ulang
Dengan hancurnya Blok Timur dan Uni Soviet, kapitalis Barat berhasil menyingkirkan komunis yang telah lama menjadi saingannya. Setelah komunisme tampaknya tidak ada lawan politik yang signifikan yang tersisa bagi demokratis Barat. Jalan tampaknya terbuka lebar untuk kolonial Barat yang rakus untuk mengeksploitasi negara-negara kaya sumber daya dan melindungi jarahan mereka sendiri.
Namun, gerakan Jihad internasional yang sama sekali tidak dipertimbangkan; telah memasuki panggung dunia pasca Perang Afghanistan sebagai satu-satunya rival politik yang nyata bagi Barat. Di puncak gerakan mulia ini berdiri pemimpin Mujahid berpengalaman, Syaikh Usamah bin Ladin Rahimahullah dan Syaikh Ayman Az-Zhawahiri Hafidzahullah; yang menghabiskan sebagian besar hidup mereka di medan Jihad.
AS melihat pembentukan Al-Qaeda sebagai bahaya besar. Gerakan Jihad internasional ini bertujuan untuk menyatukan Mujahidin di seluruh dunia dalam sebuah perjuangan melawan musuh-musuh umat Islam, yang menjajah negara umat Islam, menjarah dan mengeksploitasi melalui rezim boneka neo-kolonial. AS dan “Israel” berdiri sebagai pemimpin dalam perseteruan ini – keduanya adalah sisi dari mata uang yang sama.
Karena AS jauh lebih mudah untuk memukul dari “Israel”, Amerika harus membayar harga. Al-Qaeda memulai pada tahun 1998 dengan serangan ganda spektakuler pada kedutaan besar AS di Tanzania dan Kenya. Kedua kedutaan yang dijaga ketat ini terpisah hampir 1000 kilometer jaraknya, namun keduanya dihajar dalam waktu sepuluh menit. Dua serangan tersebut diklaim memakan korban lebih dari 200 orang. Keberanian tak kenal takut ini datang sebagai pukulan memalukan bagi AS; negara yang menganggap dirinya tidak bisa diganggu gugat.
Hanya dua tahun kemudian, giliran kapal unggulan Amerika, USS Cole yang menjadi sasaran Al-Qaeda. Pukulan memalukan itu tidak berhenti di situ. Setahun kemudian, Pentagon, gedung yang paling dijaga ketat di dunia, rata dengan tanah. Al-Qaeda tidak hanya memukul jantung militer AS, mereka bahkan memukul jantung ekonomi AS, dengan serangan menakjubkan terhadap WTC.
Hampir saja jantung politik AS juga menjadi sasaran dengan pesawat keempat. Jika kita tidak melihatnya dengan mata kita sendiri di televisi, kita tidak akan percaya, itulah seberapa akurat dan spektakuler serangan tersebut direncanakan dan dilaksanakan. Pesannya jelas; ini bukan musuh seperti partai-partai kiri yang berteriak slogan kosong dari bangku oposisinya.
Ini membangunkan AS dari Perang Dingin, dengan serangan panas berapi-api. Dalam ketidakmampuan mereka, AS mulai mengamuk seperti banteng marah yang buta, mengebom segala sesuatu di sekitarnya, dan secara terang-terangan melanggar hukum hak asasi manusia internasional yang ada. Ini hanya menambah malu bagi wajah mereka.
Malu semakin menumpuk ketika AS berusaha untuk menerapkan strategi ekspansi klasik kekaisaran Romawi di medan perang gerilya. Dalam kesombongan mereka, mereka pikir sebagai negara adidaya mereka berhak memulai perang, menjajah, dan menghancurkan sebuah negara sesuka mereka. Namun, upaya pembalasan dendam AS malah membuat mereka kehilangan kemampuan moral dan ekonomi, dengan pasukan darat banci mereka menderita kerugian besar, pasrah menggali kuburan sendiri di Afghanistan dan Irak.
Butuh beberapa saat sebelum AS akhirnya menyadari bahwa strategi usang mereka ditakdirkan untuk gagal total. Selain itu, AS tidak hanya gagal untuk menghentikan Al-Qaeda, tapi serangan itu bahkan menyebabkan gerakan Jihad internasional tumbuh bak jamur di musim hujan. Apa yang dimulai oleh sekelompok kecil Mujahidin yang berpusat di Afghanistan menyebar dengan cepat di seluruh dunia hanya dalam beberapa tahun, termasuk Somalia, Aljazair, Yaman, Libya, Mali, Suriah, India, Pakistan, dan sebagainya.
Gagal dalam perang melawan teror (baca: perang terhadap Islam) melahap moral dan ekonomi AS hanya dalam beberapa tahun. Hal ini terbukti menjadi perang yang menguji ketahanan dan kesabaran, sesuatu yang asing bagi Barat yang manja. Sementara motivasi dan semangat yang sebelumnya menggebu-gebu dari Amerika tergerus oleh kelelahan, Al-Qaedah tumbuh menjadi lebih dari sebuah organisasi. Ia menjadi lebih dari sebuah gerakan, ia berisi sebuah doktrin Islam yang menjanjikan keselamatan dan pembebasan bagi umat Islam. Karena itu, akhirnya AS memahami bahwa Al-Qaeda tidak bisa dikalahkan dengan front militer.
Bahkan perang terhadap cabang-cabang Al-Qaeda berakhir dengan sebuah kegagalan. Para tentara boneka korup dari barat (di Aljazair, Ethiopia, Kenya, Afrika Barat, Irak, Afghanistan, Pakistan dan Yaman) adalah lubang tanpa dasar; rasa lapar mereka untuk suap tidak pernah puas. Mereka bertarung tanpa motivasi, tanpa keyakinan ideologis atau agama, dan melarikan diri adalah kesempatan terbaik yang mereka ambil. Seperti yang kita lihat baru-baru ini di Mosul dan kota-kota Irak lainnya, adalah contoh kepengecutan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pasukan Afrika Barat (MINUSMA) dan tentara boneka di Mali misalnya, tidak memiliki nyali sedikitpun untuk menginjakkan kakinya di Mali utara; tempat di mana Mujahidin telah mendirikan basis mereka.
Perang propaganda Barat tidak terlalu berhasil; popularitas Al-Qaedah tumbuh tanpa hambatan. Media Barat telah kehilangan monopoli medianya; dengan adanya fasilitas internet sebagai platform media, Mujahidin membalas propaganda Barat dengan sangat baik. Media Barat juga harus menginvestasikan lebih banyak uang dan menghabiskan waktu untuk memperbaiki kerugian dan kerusakan akibat perang, ia juga harus membersihkan citra demokrasi dan kebebasan HAM yang mereka agung-agungkan setelah banyak kejahatan pasukan mereka sendiri di Irak dan Afghanistan. Mereka semakin kewalahan ketika kejahatan tentara mereka di penjara Abu Ghrayb terungkap.
Dengan adanya Arab Spring, Barat semakin yakin dan paham bahwa pesan Al-Qaeda tidak bisa dihancurkan. Pesan mereka mewakili suara komunitas Muslim. Seluruh umat menginginkan hal yang sama dengan mereka; membebaskan negara-negara Muslim dari tirani neo-kolonialisme, dan hidup mandiri di bawah keadilan ilahi. Al-Qaeda bermain cantik di Arab Spring. Arab Spring menawarkan kesempatan yang ideal untuk berdakwah, sehingga Al-Qaeda mendirikan organisasi cabang Ansarus Syariah; di Tunisia, Libya, Mesir dan Yaman. Mujahidin menjadi bagian integral dari komunitas Muslim, mereka bersatu di Suriah.
Setelah musim semi yang diberkati ini, Barat secara drastis harus menghitung ulang semua strategi mereka mengenai Al-Qaeda dan Mujahidin. Menyerang Al-Qaeda melalui serangan darat dianggap bukan pilihan lagi. Di samping fakta bahwa pasukan AS bukan tandingan bagi Mujahidin, bahkan penggunaan tentara boneka dalam banyak kasus menjadi tidak mungkin. Karena Mujahidin membentuk hubungan dekat dengan komunitas Muslim. Semua orang di Suriah misalnya tidak setuju ketika Jabhah Nusrah, cabang dari Al-Qaeda, dimasukkan ke dalam daftar teroris oleh AS pada tahun 2012.
Jika pesan itu tidak dapat dihancurkan, maka AS akan melumpuhkan si pembawa pesan dan menjauhkan orang-orang dari pesan tersebut. Oleh karena itu, AS lebih memfokuskan pada menghilangkan orang-orang yang mendirikan Al-Qaeda dan orang bertanggung jawab atas hal itu, selain itu juga melumpuhkan pemikir dan ideolog Al-Qaeda atau ulama’ yang berafiliasi dengan itu, bahkan jika mereka tidak pernah militer aktif dan hanya fokus pada teori. Namun, hal ini tidak dilakukan secara terbuka dan dengan banyak perhatian media seperti di masa lalu. Masyarakat harus ditarik dengan berpikir bahwa Al-Qaeda tidak lagi memainkan peran penting di dunia. Umat harus yakin bahwa Al-Qaeda adalah cerita lama, dan bahwa kekuasaan dan pengaruh Al-Qaeda menghilang.
(banan/arrahmah.com)