Oleh: Kholili Hasib
Anggota Majelis Intelektual Dan Ulama Muda Indonesia Daerah Jawa Timur
(Arrahmah.com) – Beberapa waktu lalu diadakan seminar Nasional dengan mengangkat tema persatuan umat oleh pengkut Syiah di Universitas Muslimin Indonesia (UMI) Makassar pada 5 November 2012. Isu ukhwah, bukan isu baru yang dikampanyekan Syiah, tapi sudah gencar pasca revolusi Iran.
Sebelumnya, di IAIN Surabaya, pada 22 Oktober ormas Syiah, ABI (Ahlul Bait Indonesia) menyelenggarakan dialog Publik dengan tema “Haruskah Syiah Ditolak?”, dengan Cak Nun, sebagai salah satu nara sumbernya. Cak Nun juga mengangkat tema persamaan Sunnah-Syiah. Namun, ia mengakui bukan ulama’ yang paham dalil.
Isu ukhuwah Islamiyah dan pengaburan perbedaan Sunnah-Syiah, merupakan di antara strategi dakwah syiahisasi.
Strategi itu sejatinya telah dipelopori oleh Khomeini, pemimpin Revolusi Iran tahun 1979. ia merancang strategi-strategi politis untuk diterapkan kepada umat Sunni seluruh dunia. Ketika berdiri di dalam orang Sunni, Khomeini memberikan kesan netral. Ia menciptakan citra diri sebagai seorang pahlawan.
Vali Nasr, intelektual muda Syiah yang moderat dalam bukunya Shiah Revival (edisi Indonesia “Kebangkitan Syiah, Islam, Konflik dan Masa Depan) membedah kondisi di dalam internal Revolusi 1979. Khomeini sesungguhnya sadar, betapa sulit untuk dapat diterima sebagai pemimpin Islam di kalangan Sunni.
Meski momentumnya cukup tepat, di saat kaum Muslimin merindukan kejayaan di saat keterpurukan di bawah bayang-bayang imperialism Barat. Namun, Sunni yang sekian lama dalam sejarah menjadi rival teologi dan politik tidak lah mudah diajak dalam satu garis pengendalian politik. Maka, dagangan politik yang ditawarkan adalah mencitrakan Iran sebagai pengawal terdepan revolusi Islam dunia.
Khomeini kemudian mencitrakan diri sebagai ikon penentang Barat dan lebih anti-Israel daripada Barat, dan fokus pada gerakan Islam tentang perlawanan terhadap orang luar. Menurut Vali Nasr ambisi Khomeini tersebut dalam rangka agar diterima sebagai pemimpin Muslim dunia, serta menyatukan Syiah dan Sunni di bawah jubahnya. Ia membuaat strategi metode pendekatan (taqrib) Sunnah-Syiah, dan mencitrakan kesan netral dan menciptakan common enemy (yaitu AS dan Barat).
Kedok Khomeini lambat laun terkuak. ketika ada tawaran damai perang panjang Iran-Irak, Khomeini menolaknya dengan mengibaratkan seperti minum racun. Isu anti-Amerika dan Israel yang digaungkan di dunia Islam tiba-tiba menciut ketika terkuak skandal “Iran-Gate”. Kasus pembelian senjata Iran kepada Isrel secara diam-diam. Bahkan jual beli senjata selama perang dengan Irak tersebut melibatkan AS. Ada sesuatu yang tertupi dan sengaja diburamkan di sini. Ketika Khomeini ditawari damai dengan Irak, ia menjawab bahwa damai dengan Iran yang Sunni itu seperti minum racun.
Tanda tanya menjadi besar, ketika ada kabar guru Khomeini, Ayatullah Abul Qisim Kashani, disebut-sebut sebagai agen CIA dalam buku Devil’s Game Orkestra IblisIi). Revolusi Iran memang penuh dengan tanda-tanya dan inkonsistensi.
Merasa banyak kaum Muslim dunia yang mencium gelagat yang tidak baik, maka ia kemudian membuat upaya-upaya tambahan.
Salah satu strategi Iran untuk memperluas jaringan Syiah adalah melalui jalur pemberian beasiswa pendidikan. KH. Ali Maschan Musa, mantan ketua PWNU Jawa Timur, ketika berkunjung ke Iran pada tahun 2007 silam menginformasikan bahwa ada ribuan pelajar Indonesia yang belajar di Iran. Menurut anggota DPR RI ini keberadaan mereka patut diwaspadai. Ia juga menghimbau kepada kepolisian, bahwa Polri juga harus ikut memerhatikan aliran Syiah selain mewaspadai penyebaran Ahmadiyah di Indonesia.
Diperkirakan, dalam hitungan 4-5 tahun ke depan, tentu mereka akan kembali ke Indonesia dengan membawa paham yang secara tegak lurus bertentangan dengan paham umat Islam di Indonesia.
Selain pemberian beasiswa, ada beberapa strategi yang dijalankan dalam dakwah Syiah di Indonesia. Pertama, mengedepankan tema persatuan/ukhuwah Islamiyah. Dalam kajian-kajian, taklim, buku-buku dan orasi ilmiah selalu Syiah tidak meninggalkan tema ini.
Kedua, menampilkan pustaka atau tokoh Syiah berwajah Sunni (Syi’i biwajhin Sunniyin). Prof. Dr. Mohammad Baharun menulis bahwa kitab kitab Muruj al-Dzahabi oleh Ali bin Husein al-Masoudi, Kifayat al-Thalib fi Manaqib Ali bin Abi Thalib dan al-Bayan fi al-Akhbar Shahib al-Zaman Oleh Abu Abdillah Fakhruddin Muhammad bin Yusuf al-Kanji, Syarh Nahj al-Balaghah oleh Ibnu Abi al-Hadid, Syawahid al-Tanzil oleh al-Hakim al-Kaskani, dan Yanabi’ al-Mawaddah oleh Sulaiman bin Ibrahim al-Qanduzi, adalah buku-buku Syiah. Pengarangnya mengaku Sunni agar diapat diakses oleh pengikut Ahlussunnah wal Jama’ah.
Kerap kali dijumpai juga pengikut Syiah menolak sebagai Syi’i. Tapi terkadang mereka lebih suka disebut pengikut madzhab Ahlul Bayt ketimbang pengikut Syiah. Mereka juga menghindari debat terbuka vis a vis. Dalam beberapa acara publik kadang menampilkan tokoh yang tidak memiliki kapasitas. Namun diminta untuk bicara ukhuwah Sunnah-Syiah. Hal ini merupakan taktik pengelabuan untuk menutupi wajah Syiah yang sesungguhnya.
Ketiga, memberikan image netral. Namun di lain kesempatan mengkritik Sunni. Yaitu mengkritik pustaka-pustaka Sunni, dan para ulama’. Yang menjadi sasaran biasanya hadis-hadis riwayat Abu Hurairah dan Bukhari-Muslim. Selain itu juga pendekatan melalui pendekatan akhlak, memberi jasa bantuan dana serta janji-janji kerja sama jika umat bersedia bergabung ke dalam insitutusi tertentu. Kini, Syiah menggerakkan dunia pendidikan. Mendirikan sekolah-sekolah unggulan mulai TK hingga SMA. Menyelenggarakan training-training metode pendidikan.
Dengan dukungan aktivis Liberal, digulirkan wacana Syiah dan Ahlussunnah sama-sama. Tidak boleh menyalahkan Syiah. Wacana yang dikedepankan adalah Syiah adalah Muslim. Perbedaan antara Syiah dan Ahlussunnah sebatas perbedaan ijtihad politik. Syiah juga dicitrakan sebagai pembela dan pecinta Ahlul Bayt Nabi saw.
Strategi dan metode tersebut di atas, hanyalah media untuk mendukung revolusi Syiah di dunia Islam. Di Indonesia, meski Syiah membuat kemasan menarik di dalam dakwah, namun tidak bisa dipungkiri fakta-fakta syiahisasi terhadap warga Sunni tetap dijalankan, seperti di Sampang dan Jember. Jika ini faktanya, selamanya sulit menemukan jalan damai.
(undergroundtauhid.com/arrahmah.com)