Oleh : Henny (Ummu Ghiyas Faris)
(Arrahmah.com) – Satinah adalah salah satu TKW asal Indonesia yang divonis hukuman mati oleh Pengadilan Arab Saudi terkait kasus pembunuhan dan pencurian barang milik majikannya pada tahun 2007. Satinah berangkat ke Arab Saudi menjadi TKW, keberangkatannya tersebut merupakan kali ketiga setelah ditinggal suami. Tujuan Satinah ini mengadu nasib ke negeri orang adalah untuk menghidupi anaknya dengan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. (tribunnews.com. 27/03/2014)
Banyak pihak termasuk keluarga berharap pemerintah segera turun tangan dan mengupayakan bantuan hukum yang maksimal agar Satinah terlepas dari hukuman mati. Berdasarkan hukum yang berlaku di Arab Saudi, pelaku pembunuhan akan dikenai hukuman pancung.
Hukuman bisa dibatalkan asal Indonesia mampu membayar diyat sebesar Rp21 miliar. Pemerintah sendiri baru sanggup membayar Rp 12 miliar. Pemerintah Indonesia berupaya menolong Satinah dengan melakukan lobi kepada keluarga korban. Diputuskan kemudian memberi pemaafan dengan cara membayar uang darah (diyat) atau kompensasi/tebusan hingga 3 April 2014. Dikutip dari news.okezone.com, 03/04/2014 negosiasi masih berlangsung. Kabarnya diundur sampai setelah Pemilu.
Kasus yang terus berulang
Kasus tenaga kerja wanita (TKW) yang terancam hukuman mati di luar negeri terus berulang. Dari kasus pembunuhan, pemerkosaan, menjadi gambaran betapa sulitnya kehidupan TKW di negeri orang. Demi untuk bertahan hidup mereka harus menghadapi kenyataan itu walaupun harus menantang maut sekalipun.
Perlindungan terhadap para TKW selama ini dinilai lemah dan selalu terkesan lamban. Saat ada TKI yang sudah menanti eksekusi, pemerintah baru sibuk melobi dengan meminta keringanan. tdk membuat langkah preventif dan kebijakan solutif untuk memberikan perlindungan bagi perempuan. Aktifis LSM juga selalu melihat dengan perspektif ‘hak bekerja’ termasuk bagi perempuan buruh migran.
Sudah banyak kasus TKW dirundung masalah. Tapi, selama ini tidak pernah mencari jalan keluar bagaimana menghentikan ekspor TKI sebagai tenaga kasar itu. Selama ini, semakin banyak TKI diekspor, pemerintah semakin bangga dan senang karena devisa negara mengalir deras. Maka itu mereka disemati “pahlawan devisa”, meski nasib mereka bukannya bak pahlawan, malah terjajah.
Stop pengiriman TKW
Hukuman mati yang diperoleh TKW Satinah di Arab Saudi semestinya membuat pemerintah Indonesia mengambil sikap tegas menghentikan pengiriman TKW untuk menjadi pekerja domestik. Selama pemerintah Indonesia masih mengekspor TKW ke berbagai negara, masalah TKW akan terus ada.
Itulah yang menjadi PR besar pemerintah; bagaimana menghentikan pengiriman TKW selamanya, dengan menyejahterakan mereka. Masalah ini terjadi karena pemerintah tidak berniat membuka lapangan pekerjaan di dalam negeri, sementara potensi membuka lapangan pekerjaan sangat terbuka luas. Pemerintah lebih cenderung menjadi perantara/calo untuk merayu investor, ketimbang memikirkan pembangunan industri berbasis tenaga kerja.
Jika pemerintah serius menunjukkan pembelaannya terhadap TKW, maka satu-satunya cara melindungi mereka yaitu menghentikan pengiriman TKW. Pembelaan yang ditunjukkan pada kasus Satinah bisa jadi hanya pencitraan, bukan karena melindungi satu nyawa yang berhak dilindungi.
Buah sistem
Berbagai permasalahan TKW tidak lepas dari sistem yang digunakan saat ini yaitu sistem sekuler-kapitalis yang tidak menyejahterakan rakyat, selama itu pula TKI akan terus menjadi bulan-bulanan. Penderitaan buruh migran Indonesia di berbagai negara, sebenarnya tidak beda dengan yang dialami oleh buruh dalam negeri. Jaminan kesejahteraan dan hak-hak normatif buruh banyak yang terabaikan. Pemerintah lebih pro pengusaha dengan alasan menjaga iklim investasi, dan yang dikorbankan adalah buruh.
Ketertarikan rakyat negeri ini untuk tinggal di luar negeri dengan alasan ekonomi, lifestyle atau penghargaan pemerintah, sejatinya merupakan fakta yang menyedihkan. Alasan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah negeri ini kurang mampu memakmurkan dan menyamankan rakyatnya untuk hidup di negeri sendiri. Sehingga kemiskinan menjadi problem mendasar membuat perempuan mencari kerja hingga ke luar negeri.
Kemiskinan di dalam negeri harus segera dipecahkan, agar kaum perempuan bisa menempatkan mubahnya hukum bekerja. Dalam Islam sudah jelas tentang aturan ini bahwa perempuan bekerja dalam Islam hukumnya mubah (dibolehkan), dengan tetap menjaga fitrah dan kemuliaannya, dan harus melaksanakan aturan/hukum yang telah Allah Subhanahu Wa Ta’aala tetapkan. Islam tidak membebani perempuan mencari nafkah atas nama mencukupi kebutuhan keluarga.
Negara harusnya melindungi dan melakukan ri’ayah terhadap masyarakat agar terpenuhi kebutuhan rakyat. Sayangnya negara demokrasi kapitalis saat ini tidak berparadigma demikian, hubungan negara dan rakyat hanya bersifat ‘transaksional’. Inilah cermin dari wajah kapitalisme yang memandang segala sesuatu hanya sebagai masalah permintaan dan penawaran dengan mendapat keuntungan bagi negaranya, tanpa peduli dampak berbahaya yang banyak menimpa individu dan masyarakatnya. Melihat fakta ini tidak banyak tindakan yang dilakukan oleh pemimpin negeri-negeri kaum muslimin selain tetap membiarkannya, ironisnya justru mendukung kebijakan kapitalis.
Saat ini para perempuan sedang terzalimi akibat penerapan sistem yang munkar, yaitu sistem kapitalis yang tidak membela dan menjamin hak-hak perempuan. Penerapan sistem kapitalis sekuler telah membawa kepada kehidupan yang menyimpang bagi para perempuan. Sistem ini memaksa perempuan untuk mengabaikan kewajiban dan tanggung jawabnya.
Solusi
Firman Allah dalam AL-Qur’an:
ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ
“Pada hari ini Aku telah menjadikan Islam agama yang sempurna untuk kalian. Aku telah berikan hidayah-Ku kepada kalian dengan sempurna. Aku meridhai Islam menjadi agama kalian.” (QS. Al-Maidah:3)
Problem TKW sangat kompleks. Semua permasalahan ini harus segera disolusikan dengan sistem yang benar, dengan solusi dari Sang Pencipta yaitu sistem Islam agar semua permasalahan ini tuntas dan tidak terjadi lagi. Semua itu tidak akan bisa sempurna diwujudkan kecuali dengan penerapan syariah Islam secara kaaffah dalam naungan Daulah Khilafah Al-Islamiyyah. Wallahu A’lam Bis-Shawaab!
(arrahmah.com)