JAKARTA (Arrahmah.com) – Susu kental manis (SKM) adalah susu yang dibuat dengan melalui proses evaporasi atau penguapan dan umumnya memiliki kandungan protein yang rendah. Selain diuapkan, susu kental manis juga diberikan added sugar (gula tambahan). Hal ini menyebabkan susu kental manis memiliki kadar protein rendah dan kadar gula yang tinggi. Kadar gula tambahan pada makanan untuk anak yang direkomendasikan oleh WHO tahun 2015 adalah kurang dari 10% total kebutuhan kalori.
Para ahli gizi dan kesehatan anak tidak menganjurkan bayi dan anak-anak untuk mengonsumsi susu kental sebagai pengganti susu sapi biasa. Pasalnya, susu kental manis tidak bisa memenuhi kebutuhan nutrisi anak layaknya air susu ibu (ASI) atau susu sapi jenis lainnya.
Dikutip dari laman resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), susu kental manis tidak boleh diberikan pada bayi dan anak, karena memiliki kadar gula yang tinggi, dan kadar protein yang rendah.
Terkait hal ini, Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris meminta berbagai pihak menggalakkan kampanye agar masyarakat teredukasi dan menghentikan pemberian susu kental manis kepada anak.
“Yang dihadapi adalah perusahaan besar. Jadi, perlu ada kampanye yang masif dan kuat tentang bahaya susu kental manis,” ungkap Fahira, Rabu (25/4), lansir JPNN.
Dia juga mengaku akan menjadi penyambung kampanye dan edukasi itu ke masyarakat dalam setiap kunjungan lapangan.
“Saya akan tindak lanjuti persoalan susu kental manis ini ke KPI,” tegasnya.
Senada dengan Fahira, anggota DPR Rahayu Saraswati juga meminta produsen bertanggung jawab atas sesat pikir masyarakat terhadap susu kental manis.
Dia menilai, adanya sejumlah balita yang mengalami gizi buruk akibat mengonsumsi susu kental manis seharusnya menjadi alasan kuat pemerintah untuk menindaklanjuti masalah itu.
“Saya termasuk yang membantu advokasi persoalan ini agar selanjutnya dapat menjadi perhatian di komisi IX DPR RI. Susu kental manis bukan asupan utama. Produsen harus bertanggung jawab memastikan dalam beriklan susu kental manis bukanlah asupan yang utama,” ujar Rahayu.
Saraswati menilai perlu ada tekanan terhadap Kementerian Kesehatan dan BPOM agar dapat lebih memperhatikan persoalan ini.
“Ini sudah ada korban jiwa. Pemerintah harus menganggap ini hal yang serius sehingga ada action dalam bentuk pengawasan,” tegas Sara.
Beberapa waktu yang lalu, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Ibnu Sina mengadakan survei tentang konsumsi susu kental manis untuk anak di Batam.
Survei dilakukan karena sejumlah balita ditemukan menderita gizi buruk akibat mengonsumsi susu kental manis di beberapa kota di Indonesia, termasuk Batam.
Salah satu balita yang menderita gisin adalah VA (10 bulan) asal Sagulung Kota, Batam, Januari lalu.
Saat itu, dia dirawat di RSUD Embung Fatimah akibat gizi buruk. VA yang sejak usia dua bulan sudah mengonsumsi susu kental manis mengalami gangguan kesehatan. Berat badannya hanya sekitar empat kilogram dari seharusnya sepuluh kilogram.
“Kasus yang menimpa VA yang belum genap satu tahun ini merupakan kasus baru yang menjadi perhatian bagi semua khalayak. Besar kemungkinan tidak hanya VA yang mengonsumsi susu kental manis sejak dini, tetapi masih ada orang tua lain yang belum teredukasi dan memberikan susu kental manis untuk balitanya,” kata Ketua STIKES Ibnu Sina Fitri Sari Dewi.
(ameera/arrahmah.com)