Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Aktivis Dakwah dan Penulis Buku)
Nama Wanda Hara belakangan viral di media sosial karena melakukan “penyusupan” di tengah jemaah akhwat (perempuan) dalam acara pengajian Ustaz Hanan Attaki. Dengan berbekal pakaian serba hitam dan cadar, Wanda Hara yang merupakan seorang fashion stylis di kalangan selebriti ini berfoto di antara para perempuan yang rata-rata selebriti. Fotonya tersebut tersebar di media sosial dan akhirnya banyak netizen yang menghujat dirinya.
Bahkan selebriti Nikita Mirzani pun ikut angkat bicara, ia mengatakan bahwa apa yang dilakukan Wanda Hara merupakan sebuah penistaan agama. Tak hanya itu, banyak netizen yang juga menyayangkan kehadiran Wanda Hara dengan cadar ke acara pengajian tersebut, mengingat dirinya adalah seorang pria. (Beritasatu.com, 22/7/2024)
Akhir Zaman, Penyimpangan Makin Tak Segan
Wanda Hara yang bernama lahir Irwansyah ini adalah sosok transgender yang dekat dengan kehidupan selebriti. Dalam kesehariannya ia berdandan dan berpakaian seperti wanita. Pasca ramainya netizen menghujatnya karena hadir ke pengajian dengan menggunakan pakaian muslimah, ia pun membuat video permintaan maaf. Namun, apa artinya permintaan maaf di hadapan manusia? Harusnya ia bertaubat kepada Allah atas penyimpangan yang telah dilakukannya.
Berisiknya netizen menyikapi hadirnya Wanda Hara ke pengajian menunjukkan bahwa kaum muslim di negeri ini masih peduli terhadap ajaran agamanya. Betapa tidak, Islam mengharamkan laki-laki yang menyerupai perempuan. Apalagi jika sampai mengganti alat kelamin, jelas hal itu dilaknat Allah.
Rasulullah saw bersabda:
“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR.Ahmad)
Jadi, sudah sangat jelas apa pun alasannya, laki-laki yang menyerupai perempuan adalah dilarang dalam syariat Islam. Bahkan di masa Rasulullah saw ketika didapati ada seorang laki-laki yang menyerupai perempuan, maka dia langsung diasingkan ke tempat yang jauh di luar Kota Madinah.
Ibnul-Qayyim rahimahullâh mengatakan:
من السياسة الشرعية نص عليه الإمام احمد قال في رواية المروزي وابن منصور المخنث ينفي لأنه لا يقع منه إلا الفساد والتعرض له وللإمام نفيه إلى بلد يأمن فساد اهله وإن خاف عليه حبسه. بدائع الفوائد 3 / 694
“Termasuk siasat syar’i yang dinyatakan oleh Imam Ahmad, ialah hendaklah seorang banci itu diasingkan; sebab orang banci hanya menimbulkan kerusakan dan pelecehan atas dirinya. Penguasa berhak mengasingkannya ke negeri lain yang di sana ia terbebas dari gangguan orang-orang. Bahkan jika dikhawatirkan keselamatannya, orang banci tadi boleh dipenjara” (Badai’ul Fawaid 3/694).
Oleh karena itu, jangan sampai atas nama hak asasi manusia kita menormalisasi penyimpangan seksual di tengah masyarakat. Karena benar-salah harus disandarkan pada standar syariat Islam saja, bukan subjektivitas perasaan individu. Toleransi bukan berarti melegalkan kemaksiatan, tapi menempatkan segala sesuatu sesuai porsinya. Yang benar adalah benar dan yang batil adalah batil. Bukan malah memaklumi penyimpangan dengan alasan pilihan masing-masing.
Allah tak pernah salah menciptakan manusia. Maka, betapa sesat pikir jika ada yang mengatakan bahwa kaum waria hanya sedang mengekspresikan jeritan batinnya atas kodratnya yang tertukar. Tidak! Allah sudah jelas menciptakan manusia dengan jenisnya yang berbeda-beda, laki-laki dan perempuan. Tidak pernah tertukar. Jika seseorang menganggap bahwa jiwanya terperangkap pada jenis kelamin yang salah, maka hal itu hanyalah perasaannya saya. Banyak faktor yang memicu suburnya penyimpangan seksual di tengah masyarakat, di antara lingkungan yang rusak. Sebagaimana kita tahu, bahwa hampir semua negeri muslim, termasuk Indonesia, yang kehilangan identitasnya. Mereka berkiblat pada budaya Barat yang liberal. Mereka menormalisasi segala bentuk penyimpangan, termasuk transgender. Dan mirisnya, kaum muslim ikut-ikutan terseret ke dalam pusaran gaya hidup Barat nan liberal tadi. Padahal Rasulullah Saw telah mengingatkan kita:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR Musim – Shahih)
Sungguh kita membutuhkan hadirnya sistem Islam dalam sebuah institusi negara yang akan mampu mengembalikan manusia ke jalan yang Allah ridai dan menempatkan manusia sesuai fitrahnya. Karena sistem Islam berasal dari Zat yang Maha Benar, Allah Swt. Lantas, tidakkah kita tergerak untuk ikut memperjuangkan tegaknya sistem Islam tersebut? Wallahu’alam bis shawwab