(Arrahmah.com) – Di dalam dunia keilmuan, khusunya Fisika, siapa yang tidak mengenal Stephen Hawking. Hawking adalah ilmuwan fisika yang sejak berusia 21 tahun menderita gangguan motor sehingga membuat tubuhnya digerakkan. Bahkan untuk berbicara saja susah. Namun demikian pernyataan-pernyataan kontroversial yang dilandaskan atas teori fisika yang dicetuskannya membuat ia dikenal sebagai sebagai salah satu dari sekian banyak ilmuwan yang menolak eksistensi Tuhan.
Namun demikian,keadaan tersebut tak membuatnya menjadi seseorang yang merenungi makna kehidupan. Hawking, dengan ‘kecerdasan’ otaknya berusaha menganalogi, menganalisi, dan menciptakan teori-teori fisika yang pada akhirnya membuat ia ‘rela’ meniadakan keberadaan Tuhan.
Dalam bukunya yang berjudul A Brief History of Time, Hawking mengungkapkan teori kontroversial pertamanya yang berbunyi, “alam semesta merupakan konsekuensi yang tak terelakkan dari hukum-hukum fisika. Alam semesta ada karena hukum seperti gravitasi. Alam semesta diciptakan secara spontan dari yang tidak ada menjadi ada sehingga keterlibatan Tuhan tidak diperhitungkan di sini”.
Lewat buku itulah fisikawan berusia 68 tahun itu memperoleh pengakuan global pada 1988. Selain itu, buku tersebut juga menjelaskan tentang asal-usul alam semesta, lubang hitam, kosmologi, dan gravitasi kuantum. “Jika kita menemukan suatu teori yang lengkap, hal itu merupakan kemenangan nalar manusia. Selain itu, kita juga bisa mengetahui pikiran Tuhan,” tulis Hawking.
Pernyataannya tersebut menuai kritik para pemuka agama dan dikecam oleh Uskup Agung Canterburry, Inggris.
Dalam buku berikutnya, “The Grand Design”, Hawking menyatakan bahwa tidak ada kekuatan Tuhan yang dibutuhkan untuk menjelaskan mengapa alam semesta terbentuk. “Karena adanya hukum alam, seperti gravitasi, semesta dapat mencipta dirinya sendiri dari ketiadaan… Tak perlu untuk menyeru pada Tuhan untuk menyalakan kertas biru dan mengatur alam semesta.”
Teorinya tersebut menuai kritik dari Kepala Gereja Kristen Anglikan, Rowan Williams.
“Percaya kepada Tuhan bukan sekadar mengisi kekosongan dalam menjelaskan bagaimana suatu hal terkait dengan hal lain di dalam alam semesta. Kepercayaan itulah yang menjelaskan bahwa ada suatu unsur yang pintar dan hidup dimana segala sesuatu pada akhirnya bergantung pada keberadaannya,” ucap Williams dalam majalah Eureka terbitan harian The Times pada 2010 silam.
Tidak hanya kritik dari Williams, beberapa kritikpun datang dari Vincent Nichols, Kepala Gereja Katolik Roma di Inggris, Lord Sacks, Ketua Rabbi, dan dan Ibrahim Mogra, Ketua Dewan Muslim Inggris.
“Surga hanya dongeng”
Kini Hawking kembali dengan pernyataan kontroversial terbarunya yang berkaitan dengan eksistensi Tuhan yang mengatakan bahwa “surga hanya dongeng”.
“Aku menganggap otak sebagai komputer yang akan berhenti bekerja ketika komponennya rusak. Tidak ada surga ataupun kehidupan usai kematian untuk komputer yang rusak. Itu hanyalah dongeng bagi mereka yang takut akan kematian,” ungkap Hawking dalam wawancara eksklusif yang diterbitkan The Guardian belum lama ini.
Dalam wawancara tersebut, Hawking menjawab pertanyaan “mengapa kita di bumi”, dengan tegas bahwa, “Ilmu memprediksi bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta diciptakan dari ketiadaan. Ini hanyalah masalah kesempatan yang menempatkan kita.”
Namun kecerdasan Hawking membuatnya terlupa bahwa keberadaan gaya gravitasi pun tidak serta merta ada. Mungkin ia berpikir atom tercipta dari ketiadaan, tetapi siapa yang mengatur dan yang memunculkan adanya ikatan tarik menarik antar atom itu yang tidak ia pikirkan. Hukum fisika jenis apapun, semuanya memang telah terusun dalam satu sistem, tetapi siapa yang menciptakan sistem tersebut, itulah yang seharusnya menjadi pusat segala pencarian.
Dalam pernyataannya yang menganggap tubuh manusia seperti hal nya komputer yang jika rusak tak bisa dihidupkan kembali, yang terlupa oleh Hawking adalah bahwa Sang Pembuat Komputer pun masih bisa membuat komputer yang menjadi barang rongsokan kembali bisa digunakan.
“Surga hanya dongeng bagi mereka yang takut pada kematian” seperti yang dikatakan Hawking tak bisa menjawab realita bahwa manusia yang mempercayai keberadaan Tuhan dan Surga bukanlah tipe manusia yang takut akan datangnya kematian.
Pada kenyataannya mereka yang mempercayai Surga dan mencintai Rabb-nya adalah para manusia yang berbondong-bondong menerjang kematian itu sendiri. Wallohua’lam. (rasularasy/arrahmah.com)