JAKARTA (Arrahmah.com) – Tak hanya Tenaga kerja Indonesia (TKI) yang kerap kali mengalami musibah pelecehan dan perkosaan di negeri jiran Malaysia, baru-baru ini seorang pelajar Indonesia berumur 13 tahun nyaris mengalami kasus perkosaan yang hendak dilakukan oleh staf keamanan Hotel Citin Pudu.
Kasus percobaan perkosaan itu membuat korban dan keluarganya serta pimpinan tur tidak diperkenankan pulang ke tanah air pada hari Rabu bersama 20 orang anggota rombongan.
Atas kejadian tersebut, KBRI Kuala Lumpur meminta pertanggungjawaban Hotel Citin Pudu, Kuala Lumpur dengan memindahkan keluarga dan pimpinan tur ke hotel lain yang dipesan KBRI KL dan membiayai kepulangan mereka dengan pesawat Garuda Indonesia yang tiketnya sudah dipesan pihak KBRI KL.
Kepala Bidang Penerangan, Sosial, Budaya KBRI KL, Suryana Sastradiredja dikutip, Rabu menerangkan pada awalnya Munish Goindarasay, Manajer kelompok Citrus Hotels yang membawahi Hotel Citin Pudu menyanggupinya.
Namun, setelah keluarga korban pindah hotel dan tiket sudah dipesan, mendadak dirinya menyatakan bahwa pihak manajemen tidak bertanggung jawab.
“Saya sangat menyayangkan sikap tidak kooperatif hotel tersebut,” katanya seperti dilansir Republika Online.
Kasus ini sudah ditangani IPK KL (Polda Kuala Lumpur) dan tersangka telah ditahan.
Polisi Malaysia segera mengeluarkan surat perintah reman dan memohon kerja sama dari orang tua korban dan anaknya untuk tetap di Kuala Lumpur sampai pemeriksaan selesai.
Polisi Malaysia berjanji menyelesaikan permasalahan ini secepatnya agar korban dan keluarga bisa kembali pada hari Kamis ke Indonesia.
Terkait banyaknya kasus pemerkosaan terhadap kaum hawa akhir-akhir ini,sudah seharusnya para wanita muslimah lebih memperhatikan adab-adab berpakaian dan norma-norma bepergian yang diajarkan oleh Islam.
Setidaknya, muslimah yang belum menjalankan kewajiban berhijab(berjilbab dan bercadar) lebih-lebih belum menutup auratnya secara keseluruhan, mulai mencoba untuk berhijab. Lebih dari itu, sebaiknya para muslimah yang hendak bepergian harus ditemani oleh mahramnya.
Adapun, cara berpakaian yang memamerkan aurat dan lekuk-lekuk tubuh. Tidak dapat dipungkiri sebagai salah satu sebab utama terjadinya tindak kejahatan. Kritikan sejumlah pihak terhadap cara berpakaian yang belum tepat tersebut, tidak bisa dikatakan sebagai labelisasi atau menyalahkan korban perkosaan.
Akan tetapi, sebagai evaluasi untuk menimalisir sebab-sebab perkosaan. Karena, kejahatan itu bukan hanya sekedar ada niat atau karakter pelaku, tetapi karena adanya pula kesempatan.
Wallahu’alam bishshowab
(Bilal/arrahmah.com)