LONDON (Arrahmah.id) – Para pengunjuk rasa pro-Palestina dan serikat pekerja melancarkan demonstrasi May Day di luar Departemen Bisnis dan Perdagangan Inggris, yang bertanggung jawab mengeluarkan izin ekspor senjata ke ‘Israel’. Aktivis mengatakan mereka ingin menunjukkan solidaritas terhadap pegawai negeri di departemen yang menolak bekerja atau berurusan dengan izin ‘Israel’ karena kekhawatiran atas penggunaan senjata dalam genosida di Gaza.
Para pekerja dan anggota serikat pekerja menutup pabrik-pabrik utama di Inggris yang terlibat dalam pasokan senjata ke ‘Israel’ pagi kemarin (1/5/2024) sebagai tanggapan atas seruan untuk memobilisasi serikat pekerja Palestina agar para pekerja mengambil tindakan.
Bersatu di bawah bendera “Pekerja untuk Palestina yang Merdeka” (WFFP), lebih dari 1.000 staf dan anggota serikat buruh memblokade Departemen Bisnis dan Perdagangan Inggris di London dan tiga pabrik senjata BAE Systems di Wales, Skotlandia dan Inggris Barat Laut untuk menandai Internasional Hari Buruh.
Workers, trade unionists mobilise to block arms supply sites in the UK
Pro-Palestine protestors and trade unions staged May Day demonstration outside the UK Department of Business and Trade, which is responsible for issuing arms export licences to Israel. Activists said they… pic.twitter.com/XGN0WCIc5V
— Middle East Monitor (@MiddleEastMnt) May 1, 2024
Menandai hari ke-209 kampanye pengeboman ‘Israel’ di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 35.000 warga Palestina. Pemerintah Inggris belum menerapkan embargo senjata terhadap ‘Israel’, berbeda dengan tindakan yang dilakukan sekutunya, termasuk Kanada, Belanda, Jepang, Spanyol, dan Belgia. Sebagai tanggapannya, pekerja Inggris melakukan tindakan langsung dengan memulai embargo mereka sendiri terhadap pasokan senjata ke ‘Israel’.
Seorang anggota serikat pekerja dan penyelenggara WFFP yang mengambil bagian dalam blokade London, Tania, mengatakan: “Jika para bos perusahaan senjata dan elit politik Inggris tidak menerapkan embargo senjata, kami, para pekerja, akan menerapkannya dari bawah.”
Gelombang Embargo Senjata Rakyat melanda Inggris, Skotlandia dan Wales pada May Day, ketika para pekerja dan anggota serikat buruh menutup pabrik-pabrik senjata dan pemerintah yang membiarkan genosida ini mengambil keuntungan dan menjadikan Inggris terlibat langsung dalam kejahatan terhadap kemanusiaan ini.
Blokade di Departemen Bisnis dan Perdagangan diselenggarakan untuk mendukung pegawai negeri yang mendesak pemerintah untuk “segera menghentikan” izin ekspor senjata ke ‘Israel’, dengan alasan kekhawatiran bahwa pemerintah terlibat dalam kejahatan perang yang dilakukan di Gaza. Serikat pekerja mereka, Serikat Layanan Umum dan Komersial (PCS), sedang mempertimbangkan tindakan hukum untuk melindungi anggotanya dari keharusan melakukan tindakan yang melanggar hukum.
Penetapan “Embargo Senjata Rakyat” di seluruh Inggris bertepatan dengan keputusan baru-baru ini oleh hakim Pengadilan Tinggi yang mengizinkan gugatan hukum terhadap ekspor senjata Inggris ke ‘Israel’ untuk dilanjutkan, dengan sidang yang dijadwalkan pada akhir tahun ini.
Lonjakan aktivisme ini juga terjadi setelah adanya surat yang ditandatangani oleh 600 pengacara, akademisi, dan pensiunan hakim senior, termasuk mantan hakim Mahkamah Agung, yang memperingatkan bahwa penjualan senjata yang dilakukan pemerintah Inggris ke ‘Israel’ mungkin melanggar hukum internasional, merujuk pada temuan Mahkamah Internasional (ICJ) bahwa tindakan ‘Israel’ di Gaza dapat merupakan genosida.
“Ketika ‘Israel’ membantai seluruh keluarga dan merobohkan kota-kota, perusahaan seperti Elbit Systems, BAE, Leonardo, Thales dan Raytheon mendapat keuntungan besar. Ketika kita melihat rumah sakit diubah menjadi kuburan massal bagi lebih dari 300 orang dan banyak di antara mereka yang terbunuh dalam keadaan ditelanjangi serta tangan dan kaki mereka diikat, pengetahuan bahwa senjata buatan Inggris yang memungkinkan terjadinya kekejaman seperti itu sedang diproduksi di depan pintu rumah, kami merasa terlibat,” kata Aisha, seorang pekerja komunitas yang memblokir pabrik senjata di utara Inggris.
Aisha menambahkan: “Saya mengambil tindakan ini karena saya tidak bisa menerima kenyataan bahwa rezim pembunuh ‘Israel’ dipasok atas nama kami oleh perusahaan-perusahaan yang disubsidi oleh pajak kami – jika para bos perusahaan dan pemerintah terus menolak untuk mendengarkan kami, kami akan terus menutupnya dan memberlakukan embargo senjata kami sendiri.”
Tiga pekerja bantuan asal Inggris tewas pada awal April dalam serangan pesawat tak berawak ‘Israel’, yang sebagiannya diproduksi di Inggris, menyoroti dampak signifikan senjata buatan Inggris dalam serangan di Gaza. Sejak 2015, Inggris telah mengizinkan penjualan senjata ke ‘Israel’ sebesar £487 juta ($608 juta), jumlah tersebut tidak termasuk senjata yang diekspor dengan lisensi terbuka. Selain itu, sejumlah besar bantuan militer AS disalurkan ke ‘Israel’ melalui pangkalan angkatan udara Inggris di Siprus, sementara pasukan militer Inggris telah melakukan penerbangan pengawasan di Gaza untuk membantu serangan militer ‘Israel’ yang sedang berlangsung. (zarahamala/arrahmah.id)